NovelToon NovelToon
Celestial Chef's Rebirth

Celestial Chef's Rebirth

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Reinkarnasi / Sistem
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Jasuna28

Huang Yu, seorang juru masak terampil di dunia fana, tiba-tiba terbangun di tubuh anak petani miskin di Sekte Langit Suci—tempat di mana hanya yang bertubuh suci kuno bisa menyentuh elemen. Dari panci usang, ia memetik Qi memasak yang memanifestasi sebagai elemen rasa: manis (air), pedas (api), asam (bumi), pahit (logam), dan asin (kayu). Dengan resep rahasia “Gourmet Celestial”, Huang Yu menantang ketatnya kultivasi suci, meracik ramuan, dan membangun aliansi dari rasa hingga ras dewa. Namun, kegelapan lama mengancam: iblis selera lapar yang memakan kebahagiaan orang, hanya bisa ditaklukkan lewat masakan terlezat di alam baka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jasuna28, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23 – Misi dan Bayang-Bayang Bahaya

Langit Wilayah Inti mulai berubah. Formasi besar yang sebelumnya tersembunyi kini bersinar terang, membentuk jaringan cahaya yang menutupi langit-langit kota pelatihan. Di Paviliun Rasa Agung, para tetua berdiskusi dalam ruangan tersembunyi, sementara para murid diperintahkan kembali ke asrama mereka. Namun satu nama, satu sosok, terus dibicarakan dengan nada penuh tanda tanya, kekaguman, dan kekhawatiran: Nian.

Nian sendiri saat itu sedang duduk di dalam sebuah paviliun kecil di pinggir danau, jauh dari pusat keramaian. Cahaya matahari sore membias di permukaan air, danau tenang itu memantulkan wajahnya yang kini jauh berbeda. Tidak hanya karena pencapaian dalam ujian, tapi karena rasa tak bernama yang kini tinggal di dalam dirinya. Sebuah rasa yang bahkan dirinya sendiri belum benar-benar mengerti.

"Kau tidak tidur sejak keluar dari Gerbang Rasa," suara lembut itu memecah keheningan.

Yan berdiri di belakangnya, membawa nampan kayu dengan semangkuk bubur harum dan segelas teh herbal.

"Aku tidak lelah. Tapi pikiranku belum bisa diam," jawab Nian pelan.

Yan duduk di sampingnya tanpa berkata apa-apa lagi. Ia hanya mengamati wajah Nian, yang tenang namun penuh pertanyaan. Setelah beberapa saat, Nian membuka suara.

"Yan, apa yang akan terjadi setelah ini? Setelah semua ini... berubah?"

"Aku tidak tahu," jawab Yan jujur. "Tapi aku percaya satu hal: apa pun yang terjadi, kita akan menghadapinya bersama."

Nian tersenyum. Untuk sesaat, dunia terasa sederhana kembali.

---

Di ruang rapat Paviliun Rasa Agung, suasana menjadi tegang. Tetua tertua, yang dikenal sebagai Penjaga Resep Leluhur, membuka gulungan tua yang ditulis dalam bahasa rasa kuno. Huruf-huruf itu tampak bergetar di atas permukaan kertas, seolah hidup.

"Rasa Tak Bernama... hanya muncul sekali dalam lima ratus tahun," katanya. "Dan kali ini, dia memilih seorang anak dari Dunia Luar. Ini bisa menjadi awal dari kebangkitan... atau kehancuran."

Tetua lain menimpali, "Dunia Rasa Tengah belum siap menerima rasa baru. Rasa yang tak bisa dikategorikan bisa menghancurkan tatanan."

"Atau menyempurnakannya," balas sang Penjaga Resep dengan tenang. "Bagaimanapun, kita harus menguji anak itu lebih jauh."

---

Dua hari kemudian, Nian dipanggil ke Aula Misi Tertinggi. Ia berjalan sendirian, namun di sepanjang lorong, murid-murid lain menatapnya dengan campuran rasa hormat dan rasa takut. Beberapa membungkuk hormat, tapi sebagian lain justru menyingkir dari jalannya.

Di dalam aula, hanya ada satu orang yang menunggunya: seorang wanita muda berpakaian abu-abu gelap, rambutnya diikat sederhana, dan matanya tajam seperti pisau.

"Aku Sari. Penjaga Misi Luar. Kau akan mengikuti misi pengawasan rasa di daerah perbatasan Wilayah Selatan. Ini bukan misi biasa. Kau akan menyusup ke antara para penyelundup rasa."

Nian mengernyit. "Penyelundup rasa?"

"Ya. Mereka mencoba menyempurnakan rasa-rasa terlarang. Rasa buatan. Rasa yang ditarik paksa dari emosi manusia dan dijual dalam bentuk cair."

Penjelasan itu membuat Nian merasa mual.

"Tugasku apa?"

"Kau akan membawa kristal rasa tak bernama itu sebagai umpan. Kami ingin tahu siapa yang akan bereaksi terhadapnya. Siapa pun yang tertarik, kemungkinan besar terhubung dengan organisasi rasa hitam."

---

Beberapa hari kemudian, Nian sudah berada di wilayah perbatasan. Tempat itu jauh dari kemegahan Paviliun Rasa. Pasar gelap berdiri di antara reruntuhan bangunan tua. Bau amis, rempah yang membusuk, dan keringat bercampur menjadi satu. Di sini, rasa tidak hanya dinikmati—rasa diperdagangkan.

Bersama Sari dan dua anggota lain yang menyamar sebagai pedagang keliling, Nian mulai berbaur. Mereka membawa sampel "rasa baru", sebenarnya hanya cairan netral dengan warna mencolok. Tapi di antara mereka tersembunyi kristal rasa tak bernama, terbungkus kain pelindung khusus.

Dalam waktu tiga hari, beberapa pembeli mencurigakan datang. Mereka tidak tertarik pada rasa buatan biasa. Mereka hanya mengamati, mengajukan pertanyaan tak langsung. Salah satunya, pria tua dengan mata kosong dan lidah yang dilapisi logam, menatap Nian terlalu lama.

"Kau punya rasa... yang tidak bisa kujelaskan," katanya pelan.

Nian membalas, "Kau juga. Kau mencium sesuatu yang tidak berbau. Kau merasakan sesuatu yang belum kau telan."

Pria itu tersenyum miring. "Hati-hati, anak muda. Ada rasa yang bisa memakanmu dari dalam."

---

Malam itu, Sari mengajak Nian ke atap bangunan penginapan mereka. Angin malam membawa suara obrolan pasar yang mulai lengang. Di kejauhan, lampu-lampu berkelip samar.

"Kau sudah menarik perhatian mereka. Tapi itu juga berarti bahaya sudah mengintai."

Nian mengangguk. "Aku bisa merasakannya. Rasa takut yang bercampur dengan rasa ingin tahu. Rasanya... pahit dan tajam."

"Bagus. Terus rasakan. Jangan hanya gunakan kristalmu. Gunakan hatimu."

Sari melemparkan secarik kertas padanya. Ada simbol di atasnya—segel rasa hitam. Organisasi gelap itu telah memberi sinyal. Pertemuan akan terjadi malam berikutnya. Tapi mereka belum tahu siapa yang akan datang. Atau apa yang akan mereka bawa.

Nian menggenggam kristal rasa tak bernama itu di balik pakaiannya. Denyutannya semakin cepat. Seolah merasakan... sesuatu yang jahat akan datang.

Dan di suatu tempat, jauh dari sana, seorang pria bertopeng duduk dalam kegelapan. Di depannya, bayangan rasa berputar-putar dalam panci hitam. "Akhirnya... rasa itu muncul kembali. Rasa yang bahkan para dewa pun takut menyentuhnya."

Ia tertawa pelan. Gelap. Lalu angin membawa tawanya pergi.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!