Katanya, Arsel pembunuh bayaran. Katanya, Arselyno monster yang tak berperasaan. Katanya, segala hal yang menyangkut Arselyno itu membahayakan.
Seorang Berlysa Kanantasya menjadi penasaran karena terlalu banyak mendengar desas desus mengenai cowok bernama lengkap Arselyno M Arxell. Semua murid sekolah mengatakan bahwa Arsel 'berbahaya', menantang gadis yang bernama Lysa untuk membuktikan sendiri bahwa yang 'katanya' belum tentu benar 'faktanya'.
Penasaran kecil yang berhasil membuat Lysa mengenal Arsel lebih dalam. Penasaran kecil yang sukses menjebaknya semakin menjorok ke dalam jurang penasaran.
Pada akhirnya, Lysa mengerti; ternyata mencintai Arsel, memang seberbahaya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon __bbbunga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab XVII :// Siapa?
"Arsel, itu siapa sih? Kenapa dia ikuti kita?" cewek yang ada di samping Arsel itu berbisik. Menampilkan raut wajah bingung yang kentara.
"Ssttt!" cowok itu hanya menutup mulutnya dengan jari, meminta cewek itu untuk tidak berbicara dulu.
Dari balik gedung tua yang sudah setengah roboh bangunannya, Arsel melirik hati-hati. Mobil tadi tampak berhenti karena target yang diikuti telah menghilang dari pandangan. Bisa Arsel lihat cowok yang memakai kemeja hitam baru saja keluar dari dalam mobil. Lantas mengambil ponsel di saku, melakukan panggilan jarak jauh.
"Dia berhasil kabur, Bos"
Karena cowok itu terlihat tengah sibuk dengan panggilan, Arsel berniat menghampiri cowok yang kini tengah membelakanginya itu.
"Tunggu sini bentar, jangan susul gue" pinta Arsel sebelum kemudian. Berjalan mengendap-endap mendekati cowok itu.
Arsel memutar tungkai menendang bagian belakang cowok berkemeja hitam itu. Sadar, cowok itu segera membalikkan tubuh dan menghindari ketika Arsel berniat kembali menyerang.
Arsel melakukan serangan awal dengan menggunakan teknik pukulan jab. tampaknya lawannya itu cukup lihai mengelak darinya. Arsel mengecohnya dengan melakukan beberapa pukulan silang sebelum kemudian menendang perut cowok itu hingga terjerembab ke lantai.
Arsel menarik kerah baju cowok itu hingga tubuhnya terangkat ke atas. "Siapa yang sudah suruh lo?" lelaki itu tidak menjawab justru menepis tangan Arsel dan mendorongnya. Lantas bangkit kembali serta mengeluarkan pisau benda tajam itu. Arsel kembali melakukan pukulan. Namun sialnya lelaki itu berhasil melukai bahu Arsel dengan pisau. Arsel segera menepisnya dan mengikut leher belakang lelaki itu sampai terjatuh ke lantai
"Arsel!" Lysa terpekik melihat Arsel yang terkena goresan pisau lelaki itu.
Lelaki itu menendang tungkai Arsel horizontal, tepat ketika Arsel oleng, cowok itu mendorongnya sebelum kemudian berlari masuk ke dalam mobilnya, kabur.
"Sial"
"Arsel!" Lysa menghampiri Arsel ketika lelaki itu sudah pergi. "Lo berdarah!"
Arsel menahan lengan Lysa yang hendak menyentuh bahunya yang robek. "Lo nggak apa-apa kan?"
Mata Lysa berkaca-kaca. Dia sangat tidak suka ada aksi semacam tadi yang melibatkan bahaya bagi orang lain. Ditambah lagi bersenjata.
"seharusnya gue yang tanya gitu! Kenapa dilawan, sih?" mendingan kita kabur aja, tau nggak? Jadinya kan, nggak bakalan kayak gini. Lo nggak bakalan luka kayak gini" Lysa terisak, air matanya turut mengalir di pipi.
Katakanlah dia cengeng atau lebay, hanya saja melihat orang dalam kondisi seperti ini membuat rasa simpatinya muncul. Ditambah lagi, keadaan seperti ini membuatnya kembali terlempar pada kejadian sembilan tahun lalu. Ketika sesuatu mengerikan menimpah saudara kembarnya. Dia hanya takut orang-orang terdekatnya kenapa-kenapa lagi.
"Gue takut terjadi sesuatu sama lo. Apalagi itu benda tajam. Kita nggak tau apa itu berkarat atau nggak"
Arsel lantas menyentuh kedua bahu Lysa lembut. Meminta Lysa untuk melihat ke arahnya. Sebelum kemudian menarik cewek itu masuk ke dalam rengkuhannya.
"Gue nggak tau gimana caranya menghadapi cewek yang lagi nangis" Arsel mengusap punggung Lysa pelan.
"Gue juga nggak punya tisu ataupun sapu tangan, jadi lap air mata lo di seragam gue aja, ya?"
Meskipun menangis, cewek itu masih sempat-sempatnya tergelak, mendengar guyonan sederhana dari mulut Arsel.
"Gue nggak kenapa-kenapa, Sa. Nggak usah khawatir. justru gue yang nggak bakalan baik-baik aja kalau sampai elo yang terluka"
Lysa menjauhkan tubuh perlahan seraya menghapus sisa air matanya. Menyengir sendu "Aduh, ini air mata. Cengeng banget, deh"
Arsel menghela nafasnya pelan. "Ini jadi salah satu alasan kenapa gue nggak mau lo dekat-dekat sama gue, Sa"
Lysa mendongak, memandangi Arsel yang kini menatapnya intens.
"Sekarang udah ngerti, kan, seberapa bahayanya gue buat elo?"
...*****...
thor mampir juga dong ke ceritaku..