NovelToon NovelToon
Cold Flame

Cold Flame

Status: sedang berlangsung
Genre:BTS
Popularitas:730
Nilai: 5
Nama Author: Angle love

Ketika cinta bertabrakan dengan ambisi, dan kelembutan mengikis kekejaman…

Min Yoongi, seorang CEO muda tampan yang dikenal dingin dan kejam, menjalankan bisnis warisan orang tuanya dengan tangan besi. Tak ada ruang untuk belas kasih di kantornya—semua tunduk, semua takut. Sampai datang seorang gadis bernama Lee YN, pelamar baru dengan paras luar biasa bak boneka buatan, namun dengan hati yang tulus dan kecerdasan luar biasa.

YN yang polos, sopan, dan penuh semangat, menyimpan luka mendalam sebagai yatim piatu. Tapi hidupnya berubah saat ia diterima bekerja di bawah kepemimpinan Yoongi. Ketertarikan sang CEO tumbuh menjadi obsesi, membawa mereka ke dalam hubungan yang penuh gairah, rahasia, dan ketegangan.

Namun, cinta mereka tidak berjalan mudah. Yoongi masih terikat dengan Jennie, kekasih cantik nan angkuh yang tidak terima posisinya tergantikan. Sementara itu, Jimin—sahabat Yoongi yang terkenal playboy—juga mulai tertarik pada YN dan bertekad merebut hatinya.

Dibayangi fitnah, d

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Angle love, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 23 – Godaan yang Mengguncang

“Terkadang godaan tidak datang karena kurangnya cinta, tapi karena lemahnya hati.”

Sudah satu bulan berlalu sejak pernikahan mewah Min Yoongi dan Lee YN. Rumah tangga yang mereka jalani tampak tenang di permukaan, namun seperti air yang tenang menyembunyikan arus dalam, ada ujian yang perlahan mulai meretakkan pondasi yang mereka bangun.

Min Yoongi kembali fokus memimpin perusahaan. Hari-harinya kembali diwarnai rapat, angka, dan ekspansi bisnis. Namun, akhir-akhir ini, ada satu nama yang perlahan kembali mengisi ruang privatnya.

Han Seojin.

Cinta pertamanya.

Seorang wanita cantik, elegan, penuh pesona, dan cerdas. Seojin baru saja kembali dari Swiss setelah menyelesaikan studi doktoralnya di bidang manajemen bisnis internasional. Ia kini ditunjuk sebagai konsultan eksternal dalam proyek merger besar yang sedang ditangani perusahaan Yoongi.

“Seojin akan bekerja langsung di bawah divisi CEO,” ucap sekretaris Jung, saat menyerahkan berkas pada Yoongi.

Yoongi hanya diam menatap nama itu. Ada desir kecil dalam dadanya. Sudah lama ia tidak merasakannya.

“Aku mengerti,” jawabnya singkat.

Saat Seojin datang ke kantor, suasana berubah. Para karyawan tak bisa tidak menoleh ke arahnya. Aura dinginnya seperti menghipnotis ruangan. Ia melangkah percaya diri, mengenakan blazer biru tua dan heels hitam, rambut panjangnya terurai sempurna.

“Yoongi,” sapa Seojin dengan senyum khasnya. “Lama tidak bertemu.”

Yoongi berdiri, membalas dengan anggukan kecil. “Selamat datang kembali.”

“Kau tampak... berbeda.”

Yoongi menatapnya. “Aku sudah menikah.”

Seojin tertawa pelan. “Aku tahu. Tapi tetap saja, kau terlihat lebih... tenang. Meskipun dinginmu tidak pernah berubah.”

Tatapan mata mereka bertemu. Untuk sesaat, ada nostalgia yang menggantung di udara. Kenangan masa lalu yang belum sepenuhnya terkubur.

 

Di rumah, YN merasakan perubahan. Yoongi lebih sering pulang larut. Kadang tidak membuka obrolan seperti biasanya. Ia tidak marah, hanya... merasa jauh.

“Apa kau lelah?” tanya YN saat menyodorkan teh hangat.

Yoongi hanya mengangguk sambil membuka laptop. Tidak ada ciuman di kening seperti biasa. Tidak ada sapaan hangat. YN menunduk.

“Proyeknya berat, ya?” tanya YN lagi, mencoba tidak berpikir negatif.

“Bisa dibilang begitu,” jawab Yoongi. “Konsultannya cukup intens.”

YN diam. Ia tak tahu bahwa ‘konsultan’ itu adalah Seojin—cinta pertama suaminya.

 

Di kantor, Seojin mulai menunjukkan ketertarikan yang lebih dari profesional.

“Masih ingat dulu, saat kita di Prancis? Kau hampir membuatku menangis saat menolak lamaranku,” ucap Seojin saat mereka selesai rapat dan duduk berdua di ruang kerja.

Yoongi menghela napas. “Itu sudah berlalu, Seojin.”

“Tapi belum sepenuhnya, kan?” bisik Seojin, berdiri dan berjalan ke arahnya. Ia menaruh tangannya di bahu Yoongi. “Kau bahkan belum menatapku saat mengatakan itu.”

Yoongi berdiri, menjauh.

“Jangan lakukan ini. Aku sudah menikah.”

“Tapi hatimu tidak sepenuhnya milik istrimu, kan?” Seojin tersenyum tipis.

 

Malam itu, Yoongi duduk sendirian di balkon apartemennya. YN tertidur di dalam, kelelahan setelah menyiapkan makan malam yang tak sempat ia sentuh.

Yoongi tahu dirinya salah. Tapi bayangan Seojin terus datang. Mereka memiliki sejarah. Ia pernah hampir menikah dengan wanita itu.

Perasaan bersalah menghantui pikirannya. Tapi juga... rasa penasaran. Bagaimana jika saat itu ia memilih Seojin? Bagaimana jika ia tak pernah bertemu YN?

Suara notifikasi ponselnya mengalihkan perhatian. Sebuah pesan dari Seojin.

> “Besok jam 7, ada meeting privat untuk strategi merger. Kuharap kau datang, Yoongi.”

Yoongi menghela napas.

 

Di sisi lain kota, Jimin merasakan firasat buruk. Ia sudah lama tidak melihat Yoongi berbicara panjang dengan YN. Bahkan saat ia mengantar berkas ke rumah mereka, Yoongi hanya menyapanya sekilas lalu kembali ke ruang kerja.

“Ada yang salah,” ucap Jimin pada dirinya sendiri.

Malam itu, ruang rapat utama di lantai 36 hanya diterangi lampu gantung temaram. Meja panjang dipenuhi berkas merger, tetapi fokus Seojin bukan di situ. Ia sudah merancang semua—cara berpakaian, aroma parfum, hingga nada bicaranya.

Yoongi tiba tepat pukul tujuh. Raut wajahnya serius, seperti biasa. Tapi ada gurat kelelahan dan kebingungan yang tak bisa ia sembunyikan.

“Terima kasih sudah datang,” ucap Seojin sambil tersenyum.

Yoongi duduk di ujung meja. “Buat ini cepat.”

Seojin tidak langsung bicara soal merger. Ia berdiri, berjalan perlahan, lalu duduk di samping Yoongi.

“Kau tahu? Aku menyesal dulu melepaskanmu terlalu cepat,” bisiknya.

Yoongi menarik napas panjang. “Seojin...”

Seojin menatapnya lekat-lekat. “Kau tidak akan selamanya bisa berpura-pura, Yoongi. Tatapanmu—kau masih menyisakan ruang untukku di sana.”

Yoongi diam. Kepalanya penuh.

“Kau sudah bahagia dengan YN?” tanya Seojin tiba-tiba.

Yoongi menoleh.

“Aku... mencoba.”

Dan itu adalah kalimat yang membuat Seojin tersenyum puas. Ia mendekat. Jarak wajah mereka tinggal beberapa inci.

“Kalau kau memberi kesempatan, aku bisa membuatmu lebih dari sekadar bahagia.”

Yoongi tidak bergerak. Matanya gelap, pikirannya kacau.

Seojin menunduk sedikit, hampir mencium bibirnya.

Tiba-tiba...

Pintu terbuka.

Jimin berdiri di sana, dengan ekspresi terkejut sekaligus kecewa.

“Yoongi,” ucapnya datar.

Yoongi langsung berdiri, menjauh dari Seojin. “Jimin? Apa yang kau lakukan di sini?”

“Aku yang seharusnya bertanya. Apa yang kau lakukan?” Jimin mendekat, wajahnya dingin.

Seojin berdiri, menyilangkan tangan. “Santai saja, Jimin. Kami hanya bicara.”

Jimin menatap Yoongi. “Apa kau sudah lupa siapa yang menunggu di rumah? Kau tahu, YN menangis setiap malam. Tapi tetap bilang padaku, ‘Aku percaya padanya’. Sementara kau di sini, dengan perempuan yang dulu meninggalkanmu.”

Yoongi terdiam.

“Dia menangis?” bisiknya.

“Ya,” ucap Jimin lirih. “Dan dia bahkan tak berani memelukku karena takut menyakiti perasaanmu. Kau... tak bisa melakukan hal yang sama?”

Yoongi memejamkan mata.

Seojin memotong. “Dia bukan siapa-siapa, Jimin. Dia hanya...—”

“Dia istri Yoongi!” Jimin membentak.

Keheningan memekakkan telinga.

Yoongi akhirnya bersuara. “Aku butuh waktu.”

Jimin menatapnya dalam-dalam. “Kau bukan butuh waktu. Kau butuh keberanian untuk tidak menghancurkan wanita yang percaya padamu sepenuh hati.”

Lalu ia pergi.

Yoongi terduduk kembali. Seojin mencoba menyentuhnya, tapi Yoongi menepisnya pelan.

“Pergilah, Seojin. Aku... membuat kesalahan.”

 

Malam itu, Yoongi pulang lebih awal. Saat masuk ke kamar, ia mendapati YN tertidur dengan mata sembab. Di atas meja, ada sepiring makan malam yang sudah dingin.

Yoongi mendekat. Ia menyentuh pipi YN yang basah karena sisa air mata.

“Maafkan aku...” bisiknya.

Ia mencium kening YN, kali ini dengan penuh kesadaran, penuh rasa bersalah.

 

Keesokan paginya, Yoongi datang ke kantor dan langsung memanggil Seojin.

“Aku akan batalkan kerjasama denganmu.”

Seojin terkejut. “Kau... tidak serius?”

“Ini terakhir kalinya kita bertemu dalam konteks profesional atau pribadi.”

“Tapi—”

“Tak ada tapi. Aku mencintai istriku.”

Yoongi berdiri. “Dan kau bukan bagian dari hidupku lagi.”

Seojin hanya bisa memandang punggung Yoongi yang pergi, untuk terakhir kalinya.

 

1
Ita Putri
jangan cuman janji" yoongi tp bukti nyata
Ita Putri
Luar biasa
Ita Putri
padahal ceritanya bagus lhoo
kenapa gk ada yg nge like yaaa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!