Kisah ini bukanlah tentang perasaan yang timbul karena adanya ketertarikan pada seseorang, melainkan tentang adanya perasaan yang diawali dari kebencian, lebih tepatnya adalah balas dendam.
Semuanya dimulai dari Devano Alian Laxbara, seorang pemimpin geng motor besar sekaligus pengendali teknologi. Dia memiliki sikap dingin, tegas, dan wajah yang nyaris sempurna. Siapa sangka, seorang Vano yang tak ingin terjerumus ke dalam percintaan kini seketika berubah saat bertemu Azzura Hasnal Alexander, gadis yang dikenal ramah dan ceria, namun ternyata menyimpan banyak rahasia dalam dirinya. Ia sengaja mendekati Vano dengan alasan balas dendam melalui pembunuh bayaran. Seiring berjalannya waktu, ia malah terlanjur jatuh cinta berkali-kali sehingga ia lupa dengan rencana balas dendamnya, yang pada akhirnya ia masuk ke dalam perangkapnya sendiri.
Vano yang curiga akhirnya mengetahui bahwa Zura, yang selama ini ia prioritaskan, ternyata ingin menghancurkannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LidaAlhasyim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ASING
Zura memasuki ruangan kelas dengan suasana berbeda. Biasanya, ia akan ceria ketika melihat Vano hadir ke sekolah. Namun, sekarang ia malah semakin bersalah ketika melihat wajah cowok itu.
Saat duduk di bangku samping Sasya, rasanya ada sebuah tebing yang membatasi keduanya, walaupun duduk sebangku.
Sasya mengeluarkan semua pulpen dari dalam tasnya. Namun, tak ada satupun yang layak dipakai, karena semua tintanya macet. Hal itu tentu saja dipantau oleh Zura.
"Pake pulpen gue aja." Zura memberikan pulpennya kearah Sasya. Namun, gadis itu tak berminat sama sekali untuk menerima tawaran itu, seakan-akan zuyra tak ada disampingnya .
"Bar, kasih gue pulpen dong."
Bara yang melihat itu, langsung menggeleng kan kepalanya.
"gue juga ga ada Sya, malah belum nyatet sama sekali!"
Bara menunjukkan buku tulisnya yang kosong.
"Pake pulpen gue aja Sya. "
Vano memberikan pulpen kearah Sasya tanpa menatap Zura sedikit pun. Sasya pun langsung mencatat materi yang sudah ditulis di papan. 𝙈𝙖𝙖𝙛 𝙍𝙖, 𝙨𝙖𝙖𝙩 𝙞𝙣𝙞 𝙜𝙪𝙚 𝙢𝙖𝙨𝙞𝙝 𝙠𝙚𝙘𝙚𝙬𝙖 𝙨𝙖𝙢𝙖 𝙡𝙤!
◦•●◉✿ 𝑣𝑎𝑛𝑜𝑟𝑎 ✿◉●•◦
Kini jam keluar sudah beberapa menit yang lalu, tapi Zura lebih memilih membawa bekal tanpa berminat ke kantin. Biasanya, ia berdua dengan Vano atau ditemani oleh Sasya.
"Wiih Ra, pas banget nih kita lagi bawa bekel juga".
Syailen dan teman-temannya baru saja memasuki ruang kelas.
"Kita boleh ngumpul kan?" Zura menganggukkan kepalanya, pertanda ia mengizinkan mereka untuk makan bersama.
"Ra, gue minta maaf ya,"ucap Syailen menghentikan pergerakan Zura.
"Lo gak perlu minta maaf."
Zura membalasnya dengan senyuman.
"Kok lo tumben gak bareng Sasya atau anak yang laen? " tanya Nina, dan mendadak suasana hening. Syailen dan Vara ikut memikirkan hal yang sama.
Zura tak menjawab sama sekali. Hal itu membuat Nina bungkam, apakah dirinya salah bertanya.
Tak lama dari itu, Vano dan teman-temannya memasuki ruangan. Seketika jantung Zura serasa mencelos melihat mereka yang sudah terasa asing baginya. ia bukan lah bagian dari mereka, lebih tepatnya termasuk musuh mereka sendiri .
Syailen menangkap raut wajah Zura yang mulai berubah saat kedatangan mereka.
Syailen pun menggandeng tangan Zura menuju keluar ruangan.
Gadis itu membawa Zura menuju aula sekolah. Mungkin ada sesuatu yang disembunyikan Zura saat ini. Syailen hendak mengetahui hal ini .
"Cerita ke gue, apa masalah lo?" Zura menatap syailen dengan tatapan sendu.
"Gue gak mau lo ikut campur!"
"Gue perlu ikut campur, karena kita temenan bukan musuhan. " Syailen mencengkram kuat lengan Zura yang terlihat begitu rapuh. Syailen juga menyadari tubuh Zura yang semakin kurus dan pucat. Syailen pun tiba-tiba menangis, saat melihat keadaan Zura saat ini.
"SIAPA YANG BIKIN LO KAYA GINI HAH? "
Zura memijat pelipisnya yang terasa pusing akibat mendengar teriakan Syailen.
Apakah ia perlu menceritakan semuanya, agar pikirannya sedikit tenang?
◦•●◉✿ 𝑣𝑎𝑛𝑜𝑟𝑎 ✿◉●•◦
"Bang, tumben lo ngerokok?"
Vano tak menghiraukan ucapan adiknya itu. Saat ini keduanya sedang berbelanja masakan dapur, Clary lupa menyiapkannya sebelum berangkat ke luar negeri.
Arlino mendengus kesal melihat tingkah Vano yang agak berbeda dari biasanya.ia sejak tadi berbicara sendiri sambil mencari- cari bahan apa yang diperlukan. Biasanya cowok itu lah yang sibuk masalah dapur.
Tanpa sengaja dan tidak terduga, mata Vano menangkap Zura yang juga sedang berbelanja, Gadis itu pergi sendirian.
Awalnya semua baik- baik saja, tetapi setelah seseorang mengambil tas gadis itu, semua orang Jadi ribut dan berusaha mengejar sang pelaku.
Arlino juga sontak terkejut melihat situasi, apalagi yang diambil adalah tas Zura. Sedangkan Vano, cowok itu sebenarnya ingin menolong. Namun, mengingat dia dan Zura sedang berjauhan, ia pun hanya diam menyaksikan.
Hal itu membuat Arlino semakin geram melihat Vano yang diam saja. Ia tau bahwa cowok itu masih kecewa dengan Zura, tapi bukan berarti ia harus membiarkan gadis itu dalam masalah.
Arlino pun memilih mengejar orang itu juga tanpa memperdulikan Vano yang memanggilnya.
Arlino pun berhasil mengambil tas itu kembali. Ia pun langsung memberikannya kepada Zura.
Zura tak menyangka Arlino menolongnya, sebenarnya ia juga melihat Vano, hanya saja berpura-pura tak melihat.
"Makasih no."
Arlino membalasnya dengan anggukkan.
Sebelum pergi, cowok itu sempat mengatakan sesuatu yang membuat Zura mencerna perkataan itu.
"Gue tau, lo terpaksa kan, buat ngehianatin Bang Vano? "
Zura baru ingat, kalo Arlino memang orang yang cenayang, ia bisa merasakan ketakutan seseorang tanpa harus mengenal orang itu lebih jauh.
TING!
Notifikasi muncul di ponselnya, ia sudah menebak siapa yang mengirimnya pesan.
__________________________________
>𝙇𝙞𝙤𝙣
__________________________________
> minggu depan, lo harus
Ikut day Zalgar di club
Ghezar.
> kalo lo gak dateng, gue
anggap lo relain
Vano mati!
__________________________________
Zura menggenggam erat ponsel nya, sembari memikirkan cara bagimana ia harus pergi tanpa sepengetahuan Arza, mungkin saja jika bundanya itu keluar kota, maka bisa mempermudah ia pergi kesana.
Zura memijat pelan pangkal hidungnya, mencoba menenangkan pikiranya yang sangat kacau akhir-akhir ini. Gadis itu harus memikirkan bagaimana cara ia akan berdamai kembali dengan Vano, dan kembali hidup tenang setelah semuanya berakhir.
Zura semakin frustasi, ia pun sudah tak bisa menjernihkan pikirannya.
𝙎𝙚𝙨𝙖𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙞𝙣𝙞 𝙜𝙪𝙚 𝙑𝙖𝙣, 𝙨𝙖𝙢𝙥𝙖𝙞 𝙡𝙪𝙥𝙖 𝙘𝙖𝙧𝙖 𝙢𝙚𝙣𝙮𝙖𝙮𝙖𝙣𝙜𝙞 𝙙𝙞𝙧𝙞 𝙨𝙚𝙣𝙙𝙞𝙧𝙞!
◦•●◉✿ 𝑣𝑎𝑛𝑜𝑟𝑎 ✿◉●•◦