"Jadi kamu melangsungkan pernikahan di belakangku? Saat aku masih berada di kota lain karena urusan pekerjaan?"
"Teganya kamu mengambil keputusan sepihak!" ucap seorang wanita yang saat ini berada di depan aula, sembari melihat kekasih hatinya yang telah melangsungkan pernikahan dengan wanita lain. Bahkan dia berbicara sembari menggertakkan gigi, karena menahan amarah yang menyelimuti pikirannya saat ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pertiwi1208, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
"Ish, gara-gara Arya aku jadi punya tambahan tagihan kartu kredit! Barang pun aku juga tidak dapat!" Saat sudah pulang dari kantor dan sedang makan malam sendirian, tiba-tiba saja Hany teringat akan sosok yang pernah mencintainya dengan sangat tulus. Hany menggebrakkan sendok dan garpu diatas meja makan, lalu segera minum air mineral, seakan tidak ada lagi seleranya untuk melanjutkan makan malam itu.
'Rebut saja kembali perhatian Arya, kalau dia benar-benar sudah jatuh cinta lagi padamu, tinggalkan dia. Biarkan dia terluka sedalam dalamnya. Setidaknya setelah rugi perasaan, kamu harus mengeruk materinya sampai dia benar-benar menjadi gelandangan.' Tiba-tiba saja ucapan Kasih terngiang di telinganya.
"Tidak, tidak, aku tidak ingin menjadi pelakor. Gila aja, seorang Hany akan dicap sebagai pelakor!" sanggah Hany pada pemikirannya sendiri.
Hany terdiam, dia mencebikkan bibirnya. "Tapi harus aku akui, kalau aku benar-benar kehilangan dia saat ini, padahal dulu aku sangat cuek sekali. Harusnya aku mau menerima lamarannya saat itu kan?" tanyanya pada diri sendiri.
"Lagian dia kan bukan anak TK, kenapa dia tidak bisa menolak perjodohan itu. Dasar lelaki tidak punya pendirian!" keluh Hany.
Dia terdiam lagi untuk beberapa lama sembari melihat ponselnya. Sejak kejadian tadi siang saat Hany melabrak Arya di kantornya, tidak ada pesan lagi darinya. Biasanya Arya akan terus mengiriminya pesan dan tidak henti-hentinya meminta maaf.
"Ck, aku tidak bisa seperti ini terus," decak Hany yang akhirnya beranjak dari kursi, dia segera mengambil kunci mobil dan tasnya, kemudian segera menyalakan mobil.
***
Di rumah Arya.
"Kenapa kamu terus murung sejak tadi?" tanya Mery. Saat ini dia dan Arya sedang makan malam, tapi Arya hanya mengaduk-aduk makanannya saja.
"Aku sangat heran sekali, kenapa bisa tagihan belanjaan itu dibebankan ke kartu kredit Hany," ucap Arya. Mery menghembuskan nafas kasar sembari mencebikkan bibirnya.
"Kamu cek lah yang benar saat kamu melakukan transaksi," ucap Mery.
Grep.
Mery segera mengambil ponsel Arya yang saat itu ada di atas meja makan, Arya terkejut dan segera melotot ke arah Mery, tapi Mery tetap tenang dan mencoba memasukkan sandi ponsel beberapa kali hingga muncul tulisan 'coba kembali dalam 30 detik'. "Kamu lihat sendiri kan, aku tidak tahu sandi ponselmu, dan aku juga tidak pernah menyentuh barang pribadimu," ucap Mery sembari mengembalikan ponsel Arya. Arya pun akhirnya menghembuskan nafas kasar.
"Coba deh, kamu cek dan teliti dengan benar. Memangnya kapan kamu mulai melakukan order?" tanya Mery yang terdengar sangat ingin membantu Arya menyelesaikan masalah tersebut.
"Satu minggu yang lalu, tepat saat pertama kali kamu mengenakan lingerie," ucap Arya.
"Oh, kamu ingat pertama kali aku mengenakan lingerie?" tanya Mery sembari berusaha menahan tawa, bahkan dia hampir tersedak makanannya.
"Bukan itu poinnya Mery," ucap Arya dengan nada lemas.
"Gini aja Arya, kamu makan dulu, baru nanti sama-sama kita cari kesalahannya. Lagian itu nasi kan gak ada salah ke kamu, kenapa kamu mainin mereka?" ucap Mery.
"Aku tidak nafsu makan," ucap Arya.
"Ck, jangan kayak anak puber deh, kamu harus makan agar bisa berpikir. Ayo makan, apa perlu aku suapin?" tanya Mery.
"Aaaaaaaa ... ayo buka mulutmu," ucap Mery sembari menyodorkan sendok yang berisi nasi dan lauk. Arya pun dengan senang hati menerima suapan dari istrinya tersebut.
"Benar-benar wanita yang sangat baik dan penuh dengan energi positif. Semoga kamu benar-benar bisa menemukan jodoh yang terbaik," monolog Arya dalam hati, sembari terus mengunyah. Mereka berdua pun berhasil menciptakan suasana yang hangat di meja makan tersebut.
Krriiing ...
Hingga akhirnya, ponsel Arya berdering dan menyala, mereka berdua melihat nama Hany di layar ponsel tersebut. Mery pun juga melihat bahwa mata Arya sangat berbinar. "Sebentar ya Mery." Arya buru-buru mengambil ponselnya dan beranjak, serta pergi ke teras. Sementara Mery segera mengambil tas dan memasang earphone.
"Halo Hany," ucap Arya yang juga bisa didengar oleh Mery. Rupanya malam itu selain mengacau orderan barang mewah dan mengubah metode pembayaran. Mery juga memanfaatkan waktu untuk menyadap ponsel Arya.
"Apa kamu sedang bersenang-senang?" tanya Hany di seberang telepon sembari melihat Arya yang sedang ada di teras dari seberang jalan. Rupanya tadi Hany buru-buru pergi ke rumah Arya, tapi dia menghentikan mobilnya sedikit jauh.
"Tidak, kami hanya sedang makan malam," jawab Arya.
"Makan malam? Kamu bisa makan malam, sementara aku tidak bisa menelan nasi sesendok pun," geram Hany.
"Hany, maafkan aku. Aku akan mengganti seluruh tagihan kartu kreditmu," ucap Arya dengan menyesal.
"Tidak perlu, apa kamu pikir aku semiskin itu, sehingga tidak bisa membayar kartu kreditku?" cecar Hany.
"Hany, tolonglah jangan seperti itu. Ayo kita bertemu dan bicara baik-baik. Kita masih bisa melanjutkan hubungan kita, Mery sudah mengizinkannya," jelas Arya.
"Jadi semua yang kamu lakukan harus mendapatkan izin darinya dulu sekarang?" tegas Hany.
"Bukan begitu Hany, kami berdua sudah sepakat dan menandatangani surat perjanjian. Maka dari itu, ayo kita bertemu untuk membicarakan semuanya, agar tidak terus terjadi salah paham diantara kita Hany," ucap Arya dengan memohon.
"Katakan padaku, apa kamu sudah menyentuhnya?" tanya Hany.
"Tidak," jawab Arya dengan segera.
"Lalu kenapa tadi dia memasang foto profil seperti itu!" teriak Hany dengan sangat kesal.
"Aku hanya membantunya mengoleskan lotion, hanya itu saja," jawab Arya dengan sangat polos.
"Ah, jadi kamu sekarang benar-benar menjadi orang yang sangat baik dan suka membantu orang lain ya," ucap Hany.
"Bukan seperti itu Hany, kami berdua kan memang sudah menikah, jadi kami sudah halal jika saling bersentuhan, daripada nanti dia minta tolong sama tetangga."
"Arya!!!!" Hany pun segera berteriak, sementara Mery mengulas senyum mendengar penuturan Arya.
"Dia itu polos atau bodoh sih sebenarnya," monolog Mery dalam hati, Mery bahkan juga mengabaikan makan malamnya yang belum dia habiskan, karena terlalu asyik mendengarkan obrolan dua sejoli yang menurutnya sangat lucu itu.
"Apa kamu sudah menidurinya? Katakan dengan jujur padaku Arya!" ucap Hany dengan nada yang masih terdengar sedang marah.
"Tidak Hany, aku belum tidur dengannya," jawab Arya.
"Belum? Jadi kapan rencananya?" cecar Hany.
"Eh, bukan seperti itu maksudku Hany, aku tidak menidurinya," jawab Arya dengan gugup.
"Kamu jangan pernah bermimpi untuk menidurinya, jika itu sampai terjadi, aku pastikan kamu tidak akan bisa melihatku lagi!" ancam Hany.
"Mari kita bertaruh Hany," monolog Mery dalam hati yang masih terus mendengarkan obrolan mereka berdua.
"Iya Hany, aku berjanji, aku tidak akan pernah tidur dengannya. Aku benar-benar berjanji," ucap Arya dengan penuh keyakinan.
"Kalau begitu, temui aku. Aku berada di seberang rumah kamu," ucap Hany yang langsung menutup panggilan teleponnya.
"Apa? Dia ada disini?" ucap Arya dengan sangat girang. Arya segera memasukkan ponselnya ke saku dan mencari keberadaan kekasih yang paling dicintainya tersebut.
Sementara Mery segera melepaskan earphone. "Jadi kamu sudah bergerak dan bahkan berani datang kemari?" gumam Mery yang segera beranjak dari kursinya, dia berjalan dengan perlahan ke arah ruang tamu dan mencoba mengintip dari balik gorden yang dia buka sedikit. Mery terus mencari keberadaan suaminya, meskipun jalanan tersebut bukan merupakan jalan yang ramai lalu lalang kendaraan, tapi rupanya cukup sulit juga mencari keberadaan Arya di malam yang sudah gelap tersebut.