Seri kedua Kau Curi Suamiku, Kucuri Suamimu. (Hans-Niken)
(Cerita Dewa & Fitri)
Masih ada secuil tentang Hans-Niken, ya? Juga Ratu anak kedua Hans.
Pernikahan yang tak diharapkan itu terjadi, karena sebuah kecelakaan kecil yang membuat warga di kampung Fitri salah mengartikan. Hingga membuat Fitri dan Dewa dipaksa menikah karena dituduh melakukan tindak asusila di sebuah pekarangan dekat rumah Fitri.
Fitri berusaha mati-matian supaya Dewa, suaminya bisa mencintainya. Namun sayangnya cinta Dewa sudah habis untuk Niken, yang tak lain istri dari Papanya. Dewa mengalah untuk kebahagiaan Papanya dan adik-adiknya, tapi bukan berarti dia berhenti mencintai Niken. Bagi Dewa, cinta tak harus memiliki, dan dia siap mencintai Niken sampai mati.
Sayangnya Fitri terus berusaha membuat Dewa jatuh cintai padanya, meski Dewa acuh, Fitri tidak peduli.
"Aku bisa membuatmu jatuh cinta padaku, Tuan!"
"Silakan saja! Cinta tidak bisa dipaksakan, Nona! Camkan itu!"
Apakah Fitri bisa menaklukkan hati Dewa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 23 - Mencoba Memperbaiki
“Cabut ke kantor dulu, Tam!” Seru Dewa saat hendak melajukan mobilnya ke kantor dengan melambaikan tangannya pada Tama.
Tama pun membalas lambaian tangan Dewa. Lalu dia masuk ke dalam restorannya, karena pagi ini akan ada briefing. Tama masih dengan pikirannya yang tertuju pada Fitri, apalagi tadi melihat raut wajah Fitri sebahagia itu saat turun dari mobil Dewa.
Jelas Tama cemburu, apalagi dengan mudahnya Fitri memaafkan Dewa yang selama tiga tahun ini tidak memedulikan Fitri, dan selama itu pula Tama lah orang yang selalu ada untuk Fitri.
“Fitri ke ruanganku sebentar!” perintah Tama pada Fitri, yang kini sudah siap untuk bekerja.
“Baik, sebentar,” ucap Fitri.
Fitri mengendikkan bahunya saat melihat Tama dengan ekspresi wajah yang sulit diartikan meminta dirinya masuk ke ruangannya.
“Itu bos kenapa, Fit? Pagi-pagi muka ditekuk begitu. Bikin sepet saja!” ujar karyawan lain pada Fitri.
“Mana kutahu?” jawab Fitri.
“Mana kutahu jawabmu? Itu jelas karena kamu lah, Fit? Kamu diantar suami kamu, kan? Cemburu dia, Fit. Dia kan suka sih sama kamu? Peka kenapa sih?” ujar Ana, teman yang cukup dekat dengan Fitri.
“Dia saja yang aneh, cemburu sama perempuan bersuami. Lagian kayak gak laku saja? Masih banyak perempuan lain, sukanya yang sudah punya suami?” ucap karyawan lainnya.
“Sssttt ... sudah, aku mau temui tuh bos kalian!”
“Fit, menurutku sih sama Pak Tama saja sih, yang sudah jelas cinta sama kamu. Kamu gak capek apa, masih bertahan sama suami yang gak cinta dan gak menginginkan kamu?” ucap Ana lirih di dekat telingan Fitri. Karena hanya Ana yang tahu soal itu. Untung saja waktu Ana bicara begitu, sudah tidak ada karyawan lainnya? Hanya Ana dan Fitri yang ada di ruangan khusus untuk istirahat para karyawan.
“Tapi aku cintanya sama suami aku. Dan, aku yakin dia akan berubah, An,” ucap Fitri lirih juga, takut ada yang dengar.
“Yah susah kalau sudah soal cinta ini, terserah kamu deh, derita kan ditanggung penumpang. Saya mah doakan saja, semoga suami kamu cepat sadar,” ucap Ana.
“Hmmm ... aku temui Tama dulu, ya?”
Fitri langsung menemui Tama ke ruangannya. Entah apa yang akan dibicarakan bosnya itu. Fitri agak panik, karena melihat raut wajah Tama yang sepertinya dingin sekali, tidak seperti biasanya.
“Duduk, Fit!” perintah Tama.
“Ada apa kamu panggil aku, Tam?” tanya Fitri.
Meskipun Tama bosnya, tapi Fitri memanggil Tama dengan nama saja, karena Tama yang awalnya meminta. Jangan memanggil Pak, seperti karyawan lainnya. Itu hanya berlaku untuk Fitri saja.
“Kamu bahagia sekali sepertinya?” tanya Tama.
“Kamu ini aneh, Tam? Kalau aku sedih, kamu protes. Aku bahagia diprotes lagi? Lalu aku harus apa, Tam?” jawab Fitri.
“Dewa ngapain kamu, sampai kamu sebahagia itu wajahnya?”
“Ngapain, ya? Paling bawain bekal, nyiapin sarapan, milihin warna lipstik, itu sih tadi? Ya hubungan aku sama Dia makin baik kok, Tam? Berita bagus bukan?” jelas Fitri, yang membuat wajah Tama semakin tidak jelas rautnya kala Fitri berkata seperti itu.
“Selain itu?” tanya Tama lagi.
“Selain apa, Tam?”
“Ya selain yang kamu sebut tadi, yang kamu bilang Dewa siapin sarapan buat kamu, siapin bekal, dan satu lagi apa tadi? Oh iya, milihin warna lipstik kamu?” ucap Tama.
“Selain itu apa lagi sih, ya? Lupa, Tam,” jawab Fitri.
“Cium kamu mungkin, atau apa?”
“Eits ... masalah itu rahasia perusahaan dong? Masa mau diumbar?” jawab Fitri.
“Kamu bahagia?”
“Iya, aku selalu bahagia kok, mau bagaimana pun perlakuan Dewa padaku.”
Tama diam setelah itu. Entah mau bicara apa lagi, karena memang Fitri hari ini terlihat bahagia sekali.
“Sudah hanya ini yang kamu mau tanyakan, Tam?” tanya Fitri.
“Hmmm ... sana balik kerja!”
“Oke. Oh iya, Tam. Mulai sekarang aku akan berangkat dan pulang sama Dewa. Tadi dia bilang gitu sama aku.”
“Bagus deh kalau begitu. Berati dia sudah mau berubah,” ucap Tama.
“Hmmm ... sepertinya dia perlahan akan berubah, Tam. Namanya hidup kan pasti ada perubahan, Tam?” jawab Fitri.
Fitri keluar dari dalam ruangan Tama. Dia melanjutkan pekerjaannya. Biar saja Fitri bicara seperti itu pada Tama, supaya Tama perlahan menghindarinya, dan dia bisa jaga jarak dengan Tama, seperti apa yang Dewa inginkan tadi. Fitri akan mencoba, menjaga jarak dari Tama.
Tama memijit keningnya. Dia semakin yakin Fitri tidak akan mengakhiri pernikahannya. Tiga tahun lamanya dia menemani Fitri, menjadi teman curhat Fitri, dia sangat berharap lebih kalau Fitri akan melepaskan Dewa yang menurutnya sudah keterlaluan sekali memperlakukan Fitri.
“Dasar bodoh kamu, Tam! Dia itu cintanya sama Dewa. Mau lo berbuat baik seperti apa, dan memberi perhatian yang lebih seperti apa pada Fitri, tetap saja Fitri masih cinta sama Dewa. Meskipun Dewa tidak memperlakuka Fitri dengan baik selama menjadi suami Fitri? Lupakan, Tama! Lupakan! Masih banyak perempuan lainnya. Kalau kamu begini terus, yang ada kamu yang tambah sakit. Bukan hanya hatimu saja yang sakit, bisa-bisa kamu jadi sakit jiwa, Tam. Kamu masih muda, jangan goblok karena cinta!” Tama merutuki dirinya sendiri saat Fitri keluar dari ruanganya.
Saat jam istirahat, Fitri mengambil ponselnya. Tumben sekali Dewa mengirim pesan pada Fitri di jam istirahat. Biasanya Dewa cuek, gak pernah kirim-kirim pesan, dan menanyakan kabar Fitri.
[Selamat makan siang, Istriku.]
Dewa mengirimkan pesan pada Fitri dengan mengirim foto bekalnya yang menandakan di kantornya pun Dewa kini sedang makan dengan bekal yang tadi dia bawa dari rumah.
Hati Fitri menghangat mendapat pesan yang menurut Fitri itu romantis. Iya, romantis bagi Fitri, karena selama tiga tahun Dewa baru bersikap lembut seperti ini padanya.
[Baru saja aku mau makan, Mas. Tadi restoran cukup ramai.] ~Fitri.
[Kalau kamu capek, istirahat. Kalau Tama ngomel, gak usah dengerin, ya? Oh iya, Tama gangguin kamu tidak?] ~Dewa.
[Kerjaanku setiap hari begini, Mas. Dibilang capek ya namanya kerja pasti capek, kalau sepi, malah jenuh mau apa. Mending ramai, capek-capek sekalian. Gak tahu Tama dari tadi pergi, Mas. Setelah briefing sama Karyawan, dia langsung pergi gitu saja, gak tahu mau ke mana. Biasanya kan bilang sama aku atau karyawan lainnya. Tapi tadi enggak, main pergi saja.] ~Fitri.
[Oh ya sudah, selamat makan, nanti pulangnya aku jemput kamu. Aku ini agak sibuk, Ratu katanya mau ke sini, mau ketemu aku.] ~Dewa.
[Hmm ... salam buat Ratu. Selamat bekerja, Suamiku.] ~Fitri.
[Iya, nanti aku sampaikan pada Ratu. Selamat bekerja juga, Istriku.] ~Dewa.
Fitri meletakan ponselnya setelah bertukar kabar dengan Dewa. Ana teman akrab Fitri sedikit kepo karena Fitri berbalas pesan dengan senyum-senyum sendiri.
“Ehem .... yang lagi bahagia nih?”
“Iya, aku bahagia bangert, Mas Dewa sudah mulai perhatia sama aku,” jawab Fitri.
“Hmmm .... pantas tuh si Bos pergi dari tadi, perginya pakai nekuk wajah gitu lagi. Kayaknya lagi broken heart si Bos, gara-gara kamu,” ucap Ana.
“Ah biasa dia begitu. Biar saja. Salah sendiri suka sama istri orang?” ujar Fitri.
“Iya sih, salah dia emang. Sudah ah, jangan ghibahin Si Bos, nanti dia keselek sendok garpu,” ucap Ana dengan terbahak.
“Hush ... sembarangan bicaranya kamu!” tegur Fitri.
Fitri melanjutkan makan siangnya dengan Ana. Karyawan lain sudah selesai istirahatnya dari tadi. Mereka bergantian waktu istirahatnya, biar tidak keteter saat ada tamu. Jadi mereka bagi waktu untuk istirahat.
^^^
Dewa sedang duduk berhadapan dengan sang adik yang tadi baru saja mengatakan hal yang begitu mengejutkan pada Dewa. Apalagi yang Ratu katakan pada kakaknya selain soal Reyfan?
Dewa tidak menyangka adiknya itu akan jatuh cinta dengan laki-laki yang pernah menjadi ayah tirinya. Pernah membuat huru-hara di keluarganya, karena menjadi orang ketiga di pernikahan orang tuanya.
“Kamu gak salah sih, Dek. Cinta kadang tidak memandang apa pun. Jangankan orangnya yang jelek, masa lalu yang jelek saja tidak dipermasalahkan? Kakak tahu perasaan kamu bagaimana. Kakak sendiri mengalami juga. Bedanya orang yang kakak cintai tidak merespon kakak, sedangkan kamu dan Om Rey, sama-sama mencintai. Kakak bingung harus kasih solusi apa, karena ini menyangkut hati papa dan hati Mama Niken. Tahu kan Om Rey itu siapanya mama Niken, dan pernah bermasalah dengan Papa juga?” jelas Dewa yang mencoba memberikan nasihat adiknya.
“Kakak sebetulnya malu, mau memberi nasihat kamu. Kakak sendiri saja belum baik. Kakak sendiri saja begini sama Fitri? Kamu diskusi sama papa dan mama deh baiknya. Nanti Kakak bantu kamu juga. Semoga papa dan mama mengerti dengan keadaan kamu sekarang,” tutur Dewa.
“Aku takut papa marah sama aku, Kak. Kamu tahu kalau papa sudah marah bagaimana, kan? Aku juga takut Mama Niken kecewa sama aku,” ucap Ratu sendu.
“Jangan memikirkan hal yang belum kamu tahu bagaimana kejadiannya nanti. Pikirkan yang baik-baik. Semoga kamu mendapat solusi. Bisa juga kamu ajak Om Rey?” ucap Dewa.
“Om Rey hari ini malah mau menemui Papa, Kak?”
“Bagus itu, artinya dia gentelmen. Bukan Gentle Gen. Kalau itu deterjen cair,” ucap Dewa dengan terkekeh supaya adiknya tidak serius sekali wajahnya.
“Kakak apaan sih? Jadi ngelawak gitu? Lagi seneng nih kayaknya?” cebik Ratu.
“Ya, Kakak lagi bahagia hari ini. Sudah pokoknya bahagia. Do’akan pernikahan Kakak dan Kak Fitri langgeng, ya? Kakak mulai jatuh cinta pada Fitri,” ucap Dewa.
“Aamiin ... aku dukung kakak. Gitu dong, Kak? Kasihan Kak Fitri loh. Makasih ya, Kak? Atas masukannya. Kakak yang terbaik pokoknya. Nanti temani aku kalau bicara sama Papa ya, Kak?” pinta Ratu.
“Iya, Sayang. Kakak temani kamu. Pokoknya pikirkan yang baik-baik, ya?” tutur Dewa.
Dewa hanya bisa memberikan support untuk adiknya itu. Mau bagaimana lagi kalau sudah sama-sama cinta? Kalau dilarang takutnya malah mereka menjadi? Nanti kalau ada apa-apa dengan adiknya bagaimana? Dewa dan keluarganya yang akan repot nantinya.
Gak sabar lihat respon papa dewa dan mama niken 😂
1 nya berusaha mencintai 1 nya lagi mlh berusaha meminta restu 🤣🤣🤣
kann tau to rasane coba aja klo bener2 di diemin ma fitri apa g kebakaran jengot