Series #1
•••Lanjutan dari novel TAWANAN PRIA PSIKOPAT (Season 1 & 2)•••
Universidad Autonoma de Madrid (UAM) menjadi tempat di mana kehidupan Maula seketika berubah drastis. Ia datang ke Spanyol untuk pendidikan namun takdir justru membawa dirinya pada hubungan rumit yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya.
Rayden Salvatore, terus berjuang untuk menjaga gadis kecilnya itu dari semua yang membahayakan. Sayangnya dia selalu kecolongan sehingga Rayden tidak diizinkan oleh ayah Maula untuk mendekati anaknya lagi.
Maula bertahan dengan dirinya, sedangkan Rayden berjuang demi cintanya. Apa keduanya mampu untuk bersatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35 : Duniaku Gelap, Piccola
...•••Selamat Membaca•••...
Jakarta – Malam Hari
Langit Jakarta dipenuhi bintang, tapi di dalam ruang kerja Leo, hanya ada kegelapan dan sinar lampu meja yang menyala samar. Tangannya gemetar ringan saat menekan nomor pribadi Rayden—nomor yang hanya ia simpan untuk saat-saat krisis. Dan malam ini, adalah salah satunya.
Tiga nada. Tersambung.
“Tuan—” suara Rayden terdengar tenang, tapi Leo langsung memotongnya.
“Aku tidak menelepon untuk basa-basi. Putriku diserang, Rayden. Dan namamu disebut oleh si penyerang itu.”
Keheningan panjang. Di seberang lautan, Rayden menutup matanya karena sudah menduga kalau Leo akan mengetahui hal ini.
“Aku tahu Tuan,” balas Rayden pelan. “Dia selamat. Aku juga sudah menyiapkan tim untuk melindunginya.”
“Sudah terlambat,” suara Leo dingin. “Kau harusnya mencegah, bukan bereaksi.”
Rayden terdiam.
Leo berdiri, berjalan pelan ke jendela, memandang kota yang bergemuruh.
“Aku pernah mempercayaimu. Bukan hanya karena siapa dirimu, tapi karena siapa kamu bagi Maula, putriku. Aku juga membiarkan kalian dekat akhir-akhir ini, jangan pikir aku tidak tahu. Tapi hari ini… aku bertanya pada diriku sendiri, apakah aku sedang menyerahkan anakku kepada kehancuran yang kau bawa?” Hati Rayden tak bisa lagi dikondisikan, dia hancur dengan apa yang akan terjadi nanti setelah Leo memutuskan panggilan ini.
“Jangan bicara seolah aku ini musuhnya, Tuan. Aku akan berusaha menjaga dia dan akan selalu mengawasi semuanya,” balas Rayden, suaranya mulai menegang. “Aku akan mati untuk melindungi Maula.”
“Tapi yang hampir mati adalah putriku
Masalahnya, Rayden,” kata Leo, suara rendahnya yang mengandung racun, “Bukan apakah kau bersedia mati untuknya. Tapi berapa banyak orang yang ingin melihatnya mati karena kau.”
Hening. Rayden benar-benar di skakmat oleh Leo kali ini, apa yang Leo katakan memang benar, Maula adalah target empuk dari musuh-musuhnya saat ini.
“Kau punya masa lalu yang terlalu beracun, Rayden. Dan sekarang, racunnya mulai menetes ke hidup anakku, kegelapan yang kau bawa itu, juga membuat kehidupanku ikut gelap. Aku takkan diam dengan semua ini, Rayden.”
Tak bisa dibendung lagi, Rayden meneteskan air matanya. Sakit. Itulah yang dia rasakan mengingat situasi rumit antara dia dan Maula saat ini. Leo tak salah, dia hanya bertahan untuk melindungi anaknya. Perannya saat ini adalah seorang ayah yang tidak tenang ketika putrinya di aniaya dan terancam dalam dunia pendidikan yang sedang ditempuh anaknya.
“Aku mencintainya, Tuan. Sangat mencintai dia, aku akan melakukan apapun untuknya.” Suara Rayden bergetar mengucapkan kata itu.
“Cinta?” Leo mencibir. “Cinta tak cukup. Tidak saat setiap orang yang pernah kau bunuh, meninggalkan hantu yang membuntuti langkah anakku. Kau hanya benalu dalam hidup Maula, masa depannya masih panjang dan kau masuk sebagai perusak semua itu.”
Rayden mengepalkan tangan di seberang sana, menahan amarah. Tapi ia tahu—Leo tidak salah.
“Aku akan bereskan ini,” ujar Rayden akhirnya. “Dan jika aku gagal… aku akan menghilang dari hidupnya.”
Leo menatap kosong ke kaca. Hatinya berkecamuk.
Di satu sisi, ia tahu Rayden adalah pria tangguh. Tapi di sisi lain, ia juga tahu… pria seperti itu membawa badai ke mana pun ia pergi.
Dan Leo tidak membiarkan badai menyentuh darah dagingnya. Bahkan jika itu berarti harus memutuskan segalanya dengan Rayden.
“Aku pegang perkataanmu, jika terjadi sesuatu lagi, kau yang akan aku habisi. Kau bukan orang yang tepat untuk anakku.” Leo memutuskan panggilan secara sepihak.
...***...
New York – 02.13 A.M
Rayden duduk sendirian di kamar, lampu kamar padam, hanya diterangi cahaya dari layar ponsel yang masih menampilkan nama Leo – ended call.
Darahnya belum reda. Kata-kata Leo menggema seperti palu godam di pikirannya.
“Kau bukan orang yang tepat untuk anakku.”
“Setiap orang yang pernah kau bunuh, meninggalkan hantu yang membuntuti langkah Maula.”
Tangannya mengepal. Rahangnya mengeras dan untuk pertama kalinya sejak bertahun-tahun… Rayden merasa goyah.
“Aku tidak ingin kehilangan dia, aku hanya ingin dirinya dan keselamatan dia. Kenapa kau tidak pernah memberikan kemudahan dalam hidupku Tuhan? Segitu benci kau padaku ya? Apa anak haram sepertiku tak berhak dengan kebahagiaan?”
Ia menatap cermin di seberang tempat tidur. Sosok yang ia lihat bukan lagi pemburu berdarah dingin. Tapi pria biasa yang menua di bawah beban dosa.
Dosa yang kini tidak hanya menyakitinya, tapi menodai gadis yang ingin ia lindungi. Piccola.
Wajah Maula terbayang jelas di antara kegelapan kamar, senyumnya yang tenang, caranya menatap luka-luka Rayden seakan bisa menyembuhkannya. Suaranya yang tak pernah menghakimi, bahkan ketika tahu bahwa Rayden bukan pria biasa. Maula, gadis yang membawa cahaya terang dalam hidupnya kini justru kembali terancam.
Ia menunduk. Meremas rambutnya.
“Haruskah aku menghilang?”
Jika ia pergi, Maula akan aman. Tak ada lagi jejak darah yang mengikuti. Tak ada Bianca. Tak ada pembalasan.
Tapi jika ia pergi…
Maula akan kehilangan orang satu-satunya yang tahu persis betapa bahayanya dunia yang sedang mengintainya.
“Aku tidak akan lari,” gumamnya. “Jika neraka harus dibayar dengan tetap di sisinya, maka aku akan berjalan ke sana tanpa ragu.”
Ia mengambil ponsel. Membuka pesan untuk Aethon.
“Aktifkan protokol Seraphim. Kirim tim ke Madrid. Lindungi Maula dan cari Bianca. Hidup.”
Lalu ia mengambil tiket jet pribadi dengan tujuan ke Madrid.
Rayden tahu keputusan ini berbahaya. Bisa saja Leo benar—kehadirannya membawa maut. Tapi jika dunia akan tetap mencoba menyakiti Maula lagi, maka ia akan berdiri di antara dunia dan gadis itu, apa pun harga yang harus dibayar.
Tak lama ponselnya berdering, seketika wajah lelah Rayden berubah menjadi senyuman ringan. Dia menjawab panggilan tersebut dengan tenang.
“Aku ingin videocall, kebetulan hari ini aku sedang sedikit punya waktu luang.” Rayden tersenyum ketika mendengar suara manja di seberang sana.
“Oke.”
Panggilan itu berubah menjadi panggilan video, Rayden hanya menghidupkan lampu tidur yang temaram.
“Apa yang kau lakukan gelap-gelap begitu? Nyalakan lampunya Ray.” Maula sedikit membulatkan matanya dan dibalas senyuman oleh Rayden.
“Lampu kamarku rusak, tadi aku baru saja menghancurkannya.”
“Hah? Kenapa?” Teriakan melengking khas Maula berhasil membuat tenang hati dan pikiran Rayden.
“Aku merindukanmu dan saat kau menghubungiku, aku terlalu bahagia dan melemparkan tongkat ke arah lampu. Pecah.” Maula terkekeh dan bahkan tertawa mendengar jokes dari Rayden.
“Jangan berbohong padaku Tuan Mafia, kau sedang tidak baik-baik saja sekarang. Hidupkan lampunya atau aku akan melakukan penerbangan ke New York hari ini,” ancam Maula dengan wajah yang sudah berubah menjadi serius.
“Bisakah kita bicara begini saja?” pinta Rayden dengan suara lelah.
“Kamu kenapa Ray?” Rayden memejamkan kedua matanya dan mengalihkan kamera ke arah lain, suara lembut dan mendayu dari Maula membuatnya semakin terluka.
“Aku merindukanmu, Piccola. Aku... aku ingin melihat dan memelukmu, dunia terlalu bobrok untuk diriku dan hanya kau yang bisa mengendalikan semuanya.” Rayden berkata dengan suara serak, kamera tetap ke arah lain, bukan ke wajahnya.
Rayden menghapus air matanya berkali-kali, lalu memutuskan panggilan dan menonaktifkan ponselnya.
Di sisi lain, Maula meneteskan air mata dalam diam dan memeluk ponsel itu.
“Dia tertekan lagi,” lirih Maula dengan air mata yang terus mengalir dalam diamnya. Air mata yang bisa menilai betapa hancur kekasihnya saat ini.
...•••Bersambung•••...