AKU BISA MEMBUATMU JATUH CINTA, TUAN

AKU BISA MEMBUATMU JATUH CINTA, TUAN

Chapter 1 - Sampai Kapan?

Tahun ketiga pernikahan Dewa dan Fitri masih biasa-biasa saja. Mereka hidup dalam satu atap, tapi mereka seperti asing. Mereka tidak pernah bertegur sapa, urusan mereka, mereka urus sendiri-sendiri. Itu yang Dewa mau. Dia tidak pernah mau makan masakan Fitri, semuanya Dewa yang mengurus dirinya sendiri. Tapi, Dewa tak melupakan kewajiban Dewa untuk memberikan nafkah lahir pada Fitri sebagai istrinya.

Namun, tidak untuk Fitri. Dia selalu melakukan tugasnya sebagai istri Dewa. Dia tetap memegang tugasnya sebagai istri, mencucikan baju Dewa, meski Dewa selalu memarahinya saat dirinya menyentuh pakaian Dewa. Kadang juga memasak untuk Dewa, meski masakannya tidak pernah disentuh oleh Dewa sedikit pun. Semua itu Fitri lakukan ketika Dewa kembali ke rumahnya, karena setiap harinya Dewa memilih tinggal di apartemen, hanya seminggu sekali dia pulang, bahkan kadang sampai berbulan-bulan tidak pulang. Itu semua karena Dewa tidak mau melihat Fitri, dia benci dengan Fitri, entah kenapa bisa sebenci itu pada Fitri.

Seperti biasa, setiap harinya Fitri bekerja. Sudah tahun ketiga Fitri bekerja di sebuah restoran untuk kegiatan sehari-hari, daripada dia jenuh di rumah mau apa. Suami juga jarang pulang ke rumah. Pulang ke rumah juga kalau ingat saja dia punya istri. Itu pun kalau di rumah tidak pernah menyapa Fitri. Dewa menganggap Fitri hanya di depan keluarganya saja, hanya di depan adik-adiknya, karena dia tidak mau hubungannya dengan Fitri yang seperti itu diketahui keluarganya. Jadi dia harus terlihat baik-baik saja di depan mereka. Untung saja Dewa dan Fitri sekarang jauh dari kota mereka, jadi jarang bertemu dengan keluarganya, kecuali Mega dan Angkasa sudah kangen dengan Dewa dan Fitri, jadi harus segera bertemu.

Hans mengetahui semua itu. Dewa selalu tidak pernah pulang ke rumah, dan memilih tinggal di apartemen. Hans menyuruh Dewa pindah ke luar kota untuk mengurus kantor yang di sana karena berharap Dewa bisa melupakan Niken, dan bisa menerima Fitri. Akan tetapi kenyataannya tidak, malah lebih parah. Bahkan Tama, sepupu Dewa pun tahu kalau Dewa tidak mau menerima Fitri sebagai istrinya, karena Dewa mencintai Niken, mama sambungnya.

“Fit, aku titip restoran, ya?”

“Iya, Tam. Kamu mau ke mana?”

“Aku keluar sebentar, mau ngurus kantor.”

Fitri bekerja di restoran milik Tama. Tama tahu kehidupan Fitri seperti apa setelah menikah dengan sepupunya. Berulang kali Tama meminta Fitri untuk memikirkan nasib pernikahannya, tapi Fitri hanya menjawab dengan lugas, kalau Dewa pasti akan berubah suatu hari nanti, entah di tahun keberapa di pernikahannya. Tama tahu begitu besar cinta Fitri pada Dewa, tapi tidak untuk Dewa. Dia tetap pada hatinya, masih mencintai Niken.

“Kamu baik-baik saja kan, Fit?” tanya Tama sebelum dia pergi meninggalkan restorannya.

“Ya begini, Tam. Sudah gak usah lihatin aku begitu, sana berangkat!”

“Kalau kamu masih sendiri, aku akan nikahi kamu, Fit. Sayang aku terlambat, bahkan hatimu sudah dikunci untuk Dewa saja. Gak capek Fit, cinta sama orang tapi gak dibalas? Padahal sudah menikah tiga tahun, kamu masih begini saja? Masih perawan juga?” ucap Tama.

“Aku yakin bisa membuat dia jatuh cinta padaku, Tam,” ucap Fitri.

“Aku tidak yakin, Dewa orangnya keras, Fit!”

“Sekeras batu karang saja bisa luluh dengan ombak, Tam?”

“Tapi kamu bukan Ombak, Fit. Cerai dengan Dewa, menikahlah denganku!”

“Kau kira mudah melepaskan cinta di hatiku, Tam? Sudah sana berangkat, gak usah ngomongin itu. Biar itu menjadi urusanku,” ucap Fitri.

“Kamu kuat ya, Fit? Dewa benar-benar laki-laki brengsek yang pernah aku temui. Om Hans memang brengsek sih dulu, tapi dia tidak pernah menyakiti  perempuan. Padahal Tante Zahra sering selingkuh, tapi Om Hans diam, n      dan gak mau membalasnya,” ucap Tama.

“Sudah, malah ghibah kamu, Tam?”

“Susah bicara sama kamu Fit. Aku harap suatu hari kamu akan sadar, kalau selama ini kamu menderita mencintai sendiri,” ucap Tama.

Fitri hanya mendengkus saja, dia tahu dan merasakan kalau hidupnya memang menderita setelah menikah dengan Dewa. Bahkan lebih menderita, karena tidak pernah dianggap istri oleh suaminya. Dewa acuh selama itu dengan Fitri, Fitri punya masalah dengan orang tuanya pun Dewa tidak pernah tahu.

“Mbak Fitri ada yang cari Mbak di luar,” panggil Kaaryawan Restoran lain.

Fitri bergegas ke depan melihat siapa yang mencarinya. Setelah tahu siapa yang mencarinya, wajah Fitri berubah jadi malas melihat seorang Pria yang datang ke Restorannya.

“Ada apa, Pak?”

“Mana duit yang Bapak minta!” pintanya memaksa.

“Baru satu minggu Fitri kasih bapak lho? Fitri juga baru dua hari transfer ibu? Ini Fitri belum gajian, Pak,” ucap Fitri.

“Kamu itu menikah dengan orang kaya! Tinggal pakai uang suamimu!”

“Nanti Fitri transfer, Bapak lebih baik pulang!” usir Fitri.

“Berani kamu usir bapak?!”

“Bapak sudah keterlaluan soalnya! Sudah dong, Pak! Jangan main judi terus!”

Plak!!!

Sebuah tamparan mendarat di pipi kanan Fitri, hingga banyak karyawan yang menyaksikan pria itu menampar Fitri.

“Dasar anak tidak tahu diuntung! Anak pembawa sial!” umpatnya sambil kembali mengangkat tangan dan akan menampar Fitri lagi.

“Jangan pernah menampar istriku!”

Entah kapan Dewa ada di Restoran milik Tama. Dewa mencekal keras tangan Pak Hasan yang akan kembali menampar Fitri.

“Lebih baik bapak pulang! Nanti saya suruh orang untuk mengirimkan uang untuk bapak! Tapi, jangan pernah ganggu Fitri lagi!”

Dewa melepaskan kasar tangan Hasan. Dua kali Dewa melihat Fitri ditampar oleh Bapaknya sendiri, dulu saat kejadian tak terduga itu, saat mereka tidak sengaja terperosok dan dituduh sedang melakukan hal tidak senonoh di kebun dekat rumah Fitri, dan tadi.

“Kamu tidak apa-apa, Fit?”

“Iya, tidak apa-apa, Mas,” jawab Fitri.

“Sudut bibirmu berdarah, Fit.”

“Aku masuk dulu, aku bersihkan ini dulu,” ucap Fitri.

Namun, saat Fitri akan pergi, Dewa menarik tangannya, “Di sini saja, aku bantu obati, aku punya salep untuk lebam, sebentar aku ambil di mobil,” ucap Dewa.

Fitri mengernyitkan keningnya, dia merasa ada yang aneh dari suaminya. Tumben sekali peduli dengan dirinya, padahal selama ini Dewa tidak pernah melakukan hal seperti ini, kecuali di depan keluarganya dan adik-adiknya.

Fitri tidak pernah baik-baik saja hidupnya selama ini. Dia ikut dengan Bibi Ratna dari kecil, karena ibunya meninggal sejak Fitri bayi, setelah melahirkan Fitri, ibunya sakit-sakitan, dan Bapaknya menikah lagi. Bukannya sayang dengan Fitri, tapi Bapaknya tidak mau mengurus Fitri, pun dengan ibu tirinya. Mereka  menjadikan Fitri bak sapi perah. Untung saja ada Bi Ratna dan suaminya, jadi Fitri ada yang melindungi saat Bapaknya ngamuk minta uang untuk main judi, atau mabuk-mabukan.

Setelah Fitri pindah, dan diketahui oleh bapaknya, kadang bapaknya nekat menghampiri Fitri hanya untuk meminta uang saja. Padahal Fitri sudah sering memberikan sebagian gajiannya untuk bapaknya dan ibu tirinya, tapi tetap saja kadang mereka menemui Fitri untuk minta uang. Sama seperti dulu, saat Fitri ikut kerja dengan Bi Ratna pun Bapak dan Ibu tirinya selalu merongrong, padahal sudah ditegur Bi Ratna dan suaminya.

Fitri masih duduk menunggu Dewa mengambil obat di mobilnya. Entah kenapa hatinya merasa hangat diperhatikan Dewa seperti itu ketika sendirian, dan tidak ada keluarga Dewa atau Tama. Dewa juga meminta air dingin untuk mengompres luka di sudut bibir Fitri pada Karyawan di dalam. Dewa sudah biasa ke Restoran Tama, jadi semua karyawan sudah tahu kalau Dewa itu suami Fitri dan saudara Tama.

Dewa kembali, dan duduk di depan Fitri. Dia mengompres sudut bibir Fitri yang terluka karena tamparan sang Ayah. Lalu mengoleskan salep di sudut bibir Fitri yang lebam.

“Bapak sering ke sini?” tanya Dewa.

“Iya, ke rumah juga sering kalau uangnya habis. Padahal sebagian gajianku di sini aku kasih Bapak, kadang juga, maaf mas, aku pakai uang dari kamu untuk Bapak, itu semua karena bapak kadang memaksa, tapi tadi aku melawan, aku sudah muak diperlakukan seperti itu dari dulu, Mas,” ucap Fitri.

“Apa dari awal kita menikah Bapak begitu?” tanya Dewa.

“Iya, Mas. Sebelum menikah juga begitu,” jawab Fitri.

“Kenapa kamu gak bilang aku?”

“Kapan Mas ada waktu? Di rumah saja jarang? Mas sibuk dengan dunia Mas, Mas peduli begini dengan aku saja gak pernah, baru kali ini?” ucap Fitri apa adanya.

“Maaf, Fit. Kamu tahu sendiri, dan kamu paham, kan?”

“Sampai kapan, Mas? Sudah tiga tahun, Mas,” ucap Fitri dengan tatapan sendu.

“Aku masih belum bisa mencintai perempuan lain, Fit.”

“Sampai kapan kamu bisa membuka hati untukku, Mas?”

“Aku tidak tahu, jangan paksa aku, Fit. Tolong jangan bahas ini lagi.”

Fitri menunduk, ia tahan air mata yang sudah ingin keluar dari sudut matanya. Sia-sia dia menangis, karena tak akan pernah merubah perasaan Dewa kepadanya.

“Kalau begitu, kenapa kamu tidak ceraikan aku saja, Mas?”

“Tidak semudah itu, Fit!”

“Mudah, Mas! Apalagi kamu tidak punya perasaan padaku, dan kamu sama sekali belum menyentuhku selama tiga tahun ini? Kita menikah, tinggal sering terpisah, kamu pulang hanya sebentar saja, gak peduli bagaimana aku, lalu untuk apa ini diteruskan?”

“Aku bilang, aku tidak akan menceraikan kamu, Fit! Sudah aku obati lukamu, aku pulang!”

Entah kenapa Fitri malah meminta cerai pada Dewa saat ini. Padahal selama ini dia tidak peduli pada Dewa yang selalu acuh padanya.

Terpopuler

Comments

🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈

🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈

hai kk thor aq mampir yaaa
aq menanti kisah ini seri ke 2 nya

2025-04-21

0

Hany Honey

Hany Honey

terima kasih kak, sudah mmpir

2025-04-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!