Langit tak pernah ingkar janji
Dihina karena miskin, diremehkan karena tak berdaya. Elea hidup di antara tatapan sinis dan kata-kata kejam. Tapi di balik kesederhanaannya, ia menyimpan mimpi besar dan hati yang tak mudah patah.
Suatu hari, ia mendapatkan sebuah tawaran untuk melanjutkan sekolah di kota.
Apakah elea akan menerima tawaran tersebut? Apakah mimpi elea akan terwujud di kemudian hari?
Penuh teka teki di dalamnya, jangan lewatkan cerita ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kegabutanku, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23
"Ada di belakang, ada apa ya pak?"
"Ini saya mau, eee... Gimana ya cara bicaranya." Elea menatap tajam ke arah pak Narto karena ia merasa ada yang aneh dengannya.
"Baiklah, aku akan memanggil ibuku terlebih dahulu pak." Lalu Elea masuk ke dalam rumah dan memanggil ibunya.
"Pak Narto, ada apa pak? Tumben kesini?"
"Hmmm... Gini ti, aku ingin berbicara kepadamu."
"Iya, silahkan. Apa ada hal penting yang akan kamu sampaikan?"
"Jadi, sebelumnya aku mau minta kepadamu ti. Sebenarnya dulu aku mengetahui siapa pelaku yang sudah berbuat buruk kepadamu. Namun, aku enggak bicara kepadamu aku bingung harus memilih anakku atau tetanggaku." Siti tetap mendengarkan dengan sesama apa yang sedang disampaikan pak Narto.
"Lalu, apa hubungannya sekarang pak? Saya sudah mengikhlaskan semuanya. Bahkan, saya tidak akan menuntut bapak atas kerugian yang saya alami."
"Maka dari itu, saya ingin menebus kesalahan saya selama ini. Saya memang pecundang Ti, saya tidak mampu mengakui semua ini. Bahkan, untuk meminta maaf kepadamu saja aku enggan."
"Saya sudah membuka lembaran baru pak, dan saya juga tidak mau mengingat masa itu."
"Ti, tolong jangan benci saya saya benar- benar menyesali semuanya. Saya kesini berniat untuk mengganti semua kerugian kamu." Ucap pak Narto sambil bersujud di depan Siti.
"Sudah pak, jangan seperti ini tidak enak jika dilihat tetangga yang lewat. Saya sudah memaafkan pak, sudahlah lupakan saja."
"Te-terima kasih ti, tapi ini saya mau memberikan sedikit untuk mu." Ia memberikan amplop coklat sedikit tebal kepada Siti.
"Maaf pak, lebih baik bapak simpan saja. Bukan karena apa, saya sudah ikhlas. Ini bapak ambil saja buat kebutuhan bapak sehari- hari." Ucap Siti menolak dengan halus pemberian pak Narto.
"Aku akan terus merasa bersalah seumur hidupku jika kamu tidak mau menerima ini."
Elea yang berada disana ia hanya menyimak kedua orang tua tersebut berbicara.
Akhirnya Siti menatap Elea dengan tatapan bingung, dan pada akhirnya Elea mengangguk tanda ia menyetujuinya.
"Baiklah, saya akan menerima ini."
"Terima kasih Ti, aku harap hubungan kita akan terus terjalin dengan baik. Kalau begitu saya permisi." Pak Narto pun meninggalkan rumah Siti dengan perasaan lega. Ia sudah memendam selama bertahun- tahun semua fakta ini.
"Bu... Kenapa baru sekarang pak Narto baru meminta maaf sekarang ya?"
"Setiap orang memiliki keberaniannya masing- masing El. Mungkin baru kali ini pak Narto memikiki keberanian itu."
"Lalu akan ibu buat apa uang itu?"
"Kita sumbangkan ke masjid dan sebagian kita simpan saja El. Barang kali kedepannya kita membutuhkannya."
"Iya bu, aku pun juga menyetujuinya."
Sore hari pun tiba, Elea tengah duduk santai di saung yang ada di dekat sawahnya.
"Ehh ya ampun, anak desa masuk kota yang mulai belagu ternyata disini." Ucap Ike yang saat itu tengah melintasi sawah Elea.
Mendengar perkataan Ike, Elea pun membuang mukanya. Ia tak mau memperdulikan apa yang dibicarakan oleh Ike.
"Ck...sombong banget. Sok artis loe.."
"Maaf ya Ike, aku nggak ada urusannya sama kamu disini. Aku cuma nggak mau ribut sama kamu buang- buang energi ku saja." Ucap Elea.
"Bener ya kata orang- orang, kamu sekarang sombong. Mentang- mentang kuliah di kota saja, cih." Ike terus saja berdecih hingga membuat kuping Elea terasa panas.
Ia pun memilih pulang dan tak menghiraukan apa yang Ike omongkan.
"Awas aja, gue akan buat perhitungan buat loe." Teriak Ike.
"Terserah loe aja, gue bosen dengerin ocehan gak berguna loe itu."
"Gak usah sok kota loe."
"Emang gue sekarang tinggal di kota, emang kenapa? Iri? Bilang bosss..." Ucap Elea sambil mengibaskan rambutnya.
Ike merasa kesal, ia berlari lalu ia tarik rambut Elea dengan kuat.
"Awwww..." teriak Elea sambil meringis. Ia pun membalik badannya dan membalas apa yang Ike perbuat.
"Awww sakit "
"Rasain, kalau nggak mau dijahati ya jangan jahat loe emang nggak pernah tobat ya Ke. Dari dulu gue udah sabar banget hadapi loe tapi loe terus- terusan seperti ini." Semua tetangga Elea sudah berkumpul disana menyaksikan perkelahian Ike dan Elea.
"Elea sekarang berubah banget ya." Bisik ibu- ibu yang ada disana.
"Iya, sekarang dia sudah berani melawan orang yang jahat sama dia." Timpalnya.
"Heee ibu- ibu ada apa ini? Bubarr... Bubarr..." Ucap pak RT yang ada disana mencoba melerai perkelahian mereka.
"Huuuu pak RT nggak seru." semua tetangga yang menyaksikannya pun bubar satu persatu. Rambut Ike sudah acak- acakan akibat perkelahiannya.
"Sebenarnya kenapa kalian berantem disini?"
"Tuh pak RT, Elea aja yang belagu mentang- mentang sekarang bisa kuliah di Kota saja sukanya main kekerasan." Ike mencoba mencari pembelaan.
"Maaf ya pak RT yang terhormat, apa bapak percaya dengan omongan dia? Saya tidak mungkin mengotori tangan saya dengan hal hina seperti tadi jika saya tidak di dahului. Sekian, permisi saya pamit..." Elea berlalu meninggalkan mereka.
Baginya, percuma melakukan pembelaan dia sejak dulu tidak pernah mendapatkan keadilan dari tetangganya.
Dan, ia tahu betul siapa RT mereka dia selalu membela keluarga yang berada.
"El... Kamu darimana saja? Ibu khawatir kepadamu."
"Ahh itu bu, tadi aku habis dari sawah."
"Ibu dengar kamu kelahi dengan Ike."
"Memang perlu diberi sedikit pelajaran bu dia." Bu Siti pun mengangguk saja ia paham betul bagaimana sifat anaknya.
"Sana mandi, sudah sore tidak baik anak perempuan mandi malam- malam."
"Iya bu, El bersih- bersih dulu ya."
Malam hari pun tiba, Elea merebahkan tubuhnya di atas dipan yang ada di bilik rumahnya.
"Hufttt... Aku kira warga desa sudah berubah ternyata masih saja dengan sifatnya yang dahulu." Monolognya dari dalam hati.
"Besok kamu berangkat jam berapa El?"
"Pagi kak, siang sudah sampai terminal."
"Oke... Aku jemput ya."
"Terserah kamu aja."
Keesokan harinya, Elea tengah menunggu Candra di terminal. Tanpa ia duga, ada seorang jambret yang ingin merampas tas nya.
"Aaa... Tolong...tolong... Jambrett.." Teriak Elea yang masih mempertahankan tasnya yang ada di genggamannya.
"Heiii.. Lepasin." Teriak anak muda di seberang sana.
"Siapa loe? Nggak usah ikut campur. Atau perempuan ini aku sakiti." Ia sudah menodongkan pisau di leher Elea. Betapa takutnya dia, ia hanya bisa memejamkan matanya.
"Ya Allah, masih banyak mimpiku tolong jangan ambil aku dengan cara yang seperti ini." doanya di dalam hati.
"Lepasin dia atau kamu akan menyesal." Ucap nya.
Perkelahian mereka pun akhirnya terjadi, lelaki tersebut mati- matian menyelamatkan Elea.
"Ini tas kamu, semoga tidak ada yang hilang." Ucap pemuda bertopi tersebut.
"Kak jefri, kok kakak bisa ada disini? Terima kasih ya."
"Loh kamu toh, Iya sama- sama El. Aku habis pulang kampung, jenguk bapakku." Elea pun mengangguk mendengar penuturan Jefri.
"Elll...."
.
.
Pasti kalian bisa nebak siapa yang datang.
Oh iya. Buat readers yang baru mampir dan juga buat readers yang setia dengan novelku terima kasih ya. Lopeeee sekebonnnn. Tinggalin jejak kalian gaiss...🥰❤️❤️❤️