Aluna, 23 tahun, adalah mahasiswi semester akhir desain komunikasi visual yang magang di perusahaan branding ternama di Jakarta. Di sana, ia bertemu Revan Aditya, CEO muda yang dikenal dingin, perfeksionis, dan anti drama. Aluna yang ceria dan penuh ide segar justru menarik perhatian Revan dengan caranya sendiri. Tapi hubungan mereka diuji oleh perbedaan status, masa lalu Revan yang belum selesai, dan fakta bahwa Aluna adalah bagian dari trauma masa lalu Revan membuatnya semakin rumit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Aluna mondar mandir di ruangannya, ia tengah menunggu Revan kembali dari meeting nya. Dia lama sekali? Biasanya selalu kembali saat jam makan siang, dan ini tidak. Hingga tiba-tiba suara pintu di tarik dari luar, Aluna segera menghampiri pintu.
"Ada apa?"
Revan menatap Aluna curiga, biasanya dia tidak pernah menungguku begitu antusias? Revan mengerutkan keningnya.
"Ada yang ingin aku katakan." Aluna memilih ujung blazernya, Apa dia akan mengijinkan aku pergi lebih awal? kalau aku minta doa buat menemin aku, pasti nggak akan mau, tapi kalau aku nggak bawa dia, aku pasti akan jadi bahan ejekan. Aluna tampak ragu untuk membuka mulutnya lagi.
"Baiklah, kalau tidak mau bicara." Revan berlalu melewati Aluna dan memilih duduk di balik mejanya. menyandarkan punggungnya di sandaran kursi.
Nggak,aku harus bicara. Aluna segera berjalan mendekat dan berdiri tepat di depan meja, "Aku pengen pulang lebih awal."
Revan menatap mata Aluna, memastikan maksud kepulangannya, "Apa ada masalah?"
Aluna dengan cepat mengibaskan tangannya, kepalanya menggeleng cepat, "Ada acara. Teman aku tunangan dan aku dapat undangan malam ini." ucap Aluna dengan cepat.
Revan mengerutkan keningnya. Apa dia tidak ingin mengajakku? Revan berharap Aluna mengatakan hal itu. "Kamu sendiri?" tanyanya kemudian.
Aluna kembali menggelengkan kepalanya, "Enggak, aku sama Tifani kok. Jadi kamu jangan khawatir. Boleh ya? Please!!!!" Aluna memohon.
"Baiklah." walaupun bukan itu jawaban yang di inginkan Revan, tapi ia tidak akan menurunkan gengsinya untuk mengatakan jika ia ingin ikut.
Aluna tersenyum, "Terimakasih, Revan. aku janji tidak akan pulang larut."
Aluna pun segera mundur dan mengambil tasnya yang sudah tertata rapi di atas meja.
"Aku pergi dulu, sampai jumpa di rumah Revan." Aluna melambaikan tangannya hingga tubuhnya menghilang di balik pintu.
Ckkkkk
Revan berdecak, melempar bolpoin di tangannya kesal. "Dia nggak peka atau apa sih? Bisa-bisanya dia nggak menawariku untuk ikut."
"Harusnya kan dia bilang, ayo pergi denganku, kamu kan suamiku, apa susahnya sih." keluhnya kesal, kemudian memilih memutar kursinya dan berdiri di samping jendela, menatap ke bawah. Ternyata Aluna sudah di sana, ia bisa melihat Aluna tersenyum bahagia bersama Tifani.
"Senyumnya bisa selebar itu kalau sama anak itu," tiba-tiba rasa cemburu menyusup tanpa permisi.
Revan pun menyambar ponselnya, menghubungi seseorang.
"Ke ruangan saya sekarang."
"..."
Revan mematikan sambungan telponnya, dan tidak sampai tiga menit pintu ruangan itu sudah diketuk dari luar.
"Ada yang bisa saya bantu, pak Revan?" ternyata yang di hubungi Revan adalah sekretaris pribadinya, Bastian.
"Aku ingin kamu cari tahu teman Aluna yang tunangan hari ini."
"Baik, pak."
Bastian mohon diri setelah menerima tugasnya, tapi tidak sampai satu jam Bastian kembali karena ia tahu atasannya kalau sudah menyangkut istrinya pasti akan menjadi orang yang tidak sabaran.
"Bagaimana?"
"Namanya Dirga dan Haira. Sebenarnya mereka bukan satu angkatan tapi Bu Aluna dulu saat kuliah cukup dekat dengan yang namanya Dirga. Kalau tidak salah kita pernah tidak sengaja bertemu dengan anak itu beberapa kali, pertama saat tidak sengaja Bu Aluna menyewa anda menjadi pacarnya waktu itu."
Revan seolah tengah memutar kaset dalam otaknya, ia kembali ke beberapa bulan lalu saat pertemuan pertamanya dengan Aluna, saat gadis itu dengan berani menyewanya menjadi pacar. Entah disadari atau tidak sejak saat itu Revan sudah jatuh cinta pada Aluna. Apa dia mantan pacar Aluna?
"Cari tahu lokasinya. Kita akan menyusul ke sana." ucapnya dengan tangan yang mengepal sempurna.
"Baik pak."
****
"Pak Revan beneran nggak mau ikut?" tanya Tifani merasa sayang, seharusnya di moment seperti ini mereka bisa membalas perlakukan Dirga dan Haira dengan membawa Revan.
Aluna menggelengkan kepalanya, "Gue nggak ngajak."
Tifani menunjukkan ekspresi kagetnya, "Lo serius? Kenapa nggak Lo ajak sih? Bukannya ini salah satu tujuan Lo nikah?" Tifani tampak begitu gemas dengan sahabatnya itu.
"Ayolah ...., gue nggak punya keberanian itu kalo, Fan. Emang gue harus ngomong gimana? Suruh dia ninggalin pekerjaannya cuma buat nurutin yue manas-manasin Dirga sama Haira? Ya bener aja ....,"
"Ya bagiamana pun kan dia suami Lo ..., Lo harusnya bisa ambil keuntungan dengan posisi Lo saat ini."
Aluna tersenyum, "Enggak. Gue cuma butuh Lo di samping gue. Itu sudah cukup."
Tifani tersenyum haru dan memeluk Aluna, ",Emmmmmm, jadi tambah sayang gue sama Lo."
"Lo the best friend gue ...." Aluna tidak mau kalah.
"Ya udah deh ..., ayo buruan berangkat. Ntar kita telat lagi." ucap Tifani menyudahi pelukan mereka.
Sebelum menuju ke tempat pertunangan Dirga dan Haira, mereka terlebih dulu pergi ke salon dan membeli baju, Tifani tidak mau Aluna tampil biasa saja di sana.
Bersambung
Happy reading