Clara Adelin, seorang gadis bar bar yang tidak bisa tunduk begitu saja terhadap siapapun kecuali kedua orangtuanya, harus menerima pinangan dari rekan kerja papanya.
Bastian putra Wijaya nama anak dari rekan sang papa, yang tak lain adalah musuh bebuyutannya sewaktu sama sama masih kuliah dulu.
akankah Clara dan Bastian bisa bersatu dalam satu atap? yuk simak alur ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Martha ayunda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kesungguhan Bastian.
"non, ada den Bastian di luar." mbok Iyem mendekati Clara yang sedang duduk di ruang tengah seorang diri sambil bermain ponsel.
"iya mbok, makasih. Oh ya mbok, papa kok belum pulang ya?." tanya Clara sebelum keluar menemui Bastian.
"eh iya non, saya hampir lupa, bapak pergi ke luar kota, tadi berpesan agar non Clara nggak keluar malam selama bapak pergi, apa beliau belum menghubungi non Clara?."
"aku telpon gak diangkat mbok, ya sudah buatkan minum untuk tamuku, aku mau keluar dulu."
"baik non." mbok Iyem langsung ke belakang sementara Clara berjalan ke ruang tamu untuk menemui Bastian.
"cla." Bastian langsung menoleh saat Clara sudah berdiri di dekat sofa.
"hemm." Clara menjawab dengan gumaman.
"silahkan duduk." ucap Clara.
Bastian pun duduk, tapi pria itu bingung mau mengawali pembicaraan, pasalnya wajah Clara sedang tidak bersahabat saat bertatap muka.
"ehmm... Cla, kamu jangan salah paham soal Hellen, dia itu mantan kekasihku, aku sudah putus gara gara dia tega jalan sama salah satu temanku."
"oh." ucap Clara.
"maaf soal malam itu cla, aku tidak ada niat buat nyakitin hati kamu, aku juga baru menyadari kamu telah pergi setelah aku selesai berbicara dengan Hellen."
"jadi bagaimana keputusan kamu? Mau melanjutkan hubungan kita atau kembali ke Hellen yang sepertinya dia cocok dengan gambaran cewek idaman kamu."
"Cla, kamu ini ngomong apa? aku serius dengan hubungan kita, ya... Meskipun awalnya kita ini di jodohkan, tapi aku mulai menyukai kamu." Bastian berterus terang dengan apa yang ia rasakan akhir akhir ini.
"ha?."
Clara langsung menoleh ke pria itu dengan dahi mengernyitkan.
"Cla, a-aku... Ehmm... aku suka sama kamu, maukah kamu jadi kekasihku?." Bastian langsung mengutarakan isi hatinya karena takut Clara kecantol sama cowok lain, apalagi yang dia tahu ternyata Bima orangnya cukup tampan juga.
"eh?."
Clara kembali kaget mendengar Bastian mengutarakan isi hatinya.
"tolong jelaskan ke aku, apa kamu ada hubungan spesial dengan pria tadi?." tanya Bastian memastikan agar perasaannya bisa tenang.
"jangan bahas soal Bima dulu, aku aku bilang kalau tadi Hellen sempat ngancem aku, dia tidak mau melepaskan kamu katanya, jika aku masih tetap sama kamu, dia akan membuat hidupku tidak tenang." ujar Clara.
"Hellen ngomong kayak gitu ke kamu?." Bastian terlihat kaget.
"ya, aku nggak mau ya suatu saat nanti dia datang lagi dan mengganggu rumah tangga kita." balas Clara.
"baiklah, sepertinya kita harus menemui dia."
"kita? mending kamu saja, aku mah ogah ketemu sama ulet Keket itu!.' tolak Clara.
"Cla, aku gak mau kamu salah paham lagi, pokoknya kita harus menemui dia sesegera mungkin."
Berbincangan mereka terjedah oleh kehadiran mbok Iyem yang datang membawa minuman serta Makanan ringan.
"silahkan diminum den, non." ucapnya sembari meletakkan cemilan diatas meja.
"makasih mbok." jawab Clara dan Bastian bersamaan.
"sama sama den, non, mbok tinggal ke belakang dulu." pamit mbok Iyem, Clara menganggukkan kepalanya.
"kamu selesaikan saja sendiri, itu urusan pribadimu, Tian. Status kita juga masih tunangan, bukan menikah, kamu pikirkan baik baik sebelum memutuskan untuk memilihku, jangan sampai nanti kamu menyesal karena aku tidak sesuai dengan kriteria kamu."
"Cla, apa kamu memang benar benar tidak menyukai pertunangan kita ini? Yang aku tangkap dari pembicaraan kita ini, kamu sepertinya ingin aku bersama wanita lain." Bastian memperhatikan Clara yang sedang duduk sambil menatap keluar rumah.
Clara menarik nafas dalam dalam lalu membalas tatapan Bastian sekilas.
"Tian, awalnya aku pasrah dengan yang namanya takdir, kalau kamu memang di peruntukan menjadi pendampingku di masa depan, aku tidak akan menolak, apalagi ini juga keinginan papaku. Tapi setelah aku tahu ada wanita lain di hidupmu, jujur aku jadi ragu." jawab Clara.
Bukankah sudah aku jelaskan, Hellen cuma masa lalu!."
"aku tahu, dia cuma masa lalu kamu, tapi dia bisa menjadi ancaman di masa depan, aku takut suatu saat kamu kecewa sama aku lalu kembali padanya." ucap Clara tegas.
"itu tidak akan pernah terjadi Cla, aku bukan tipe pria yang suka mencari pelampiasan di luaran sana."
"ya sudah kalau begitu, kita jalani apa adanya dulu, sudah malam sebaiknya kamu pulang dulu." ujar Clara sembari melihat jam di layar ponselnya.
"kamu belum menjelaskan siapa Bima!." Bastian enggan beranjak pergi sebelum mendapatkan jawaban dari Clara.
"dia cuma teman." jawab Clara singkat.
"teman?." alis Bastian saling bertautan.
"ya, kebetulan dia kalah taruhan sama aku dan harus menjadi Tukan ojekku selama sebulan ke depan."
"taruhan?." mata Bastian menatap penuh selidik.
"ehmm... Iya, taruhan bola, ya kamu taruhan bola dan dia kalah." jawab Clara ngawur.
"tapi aku lihat dia perhatian banget sama kamu Cla."
"perhatian apa? dia juga tahu aku sudah bertunangan kok." sangkal Clara.
Bastian mengusap wajahnya, meskipun jawaban Clara tidak membuatnya puas, tapi dia sedikit lega karena Clara tidak menyembunyikan status pertunangan mereka.
"oke, bisakah mulai besok aku yang menjemputmu?." tanyanya.
"nggak, aku mau kerja dengan tenang tanpa gangguan si violin, aku bisa berangkat sendiri." tolak Clara.
Bastian langsung terdiam, mungkin dia harus lebih bersabar menghadapi Clara yang terkenal keras kepala, tak berselang lama dia pun berpamitan karena malam semakin larut.
****
"kak, kakak!." suara seorang gadis berteriak teriak diluar pagar rumah Clara pagi itu, kebetulan hari Minggu ini Edy tengah berada di halaman rumahnya, pria itu sedang merawat tanaman bonsainya.
Edy menoleh, di memperhatikan gadis berusia sekitar 19 tahunan yang tengah mengendarai motor listrik dan berhenti di depan pintu pagar rumahnya.
"cari siapa nak?." tanya Ady seraya berjalan mendekati pintu pagar.
"eh maaf pak, saya cari kak Clara, betul ini rumah kak Clara kan?." tanya ria sambil tersenyum ramah.
"iya betul, kamu kok naik motor beginian, rumah kamu dimana?." tanya Edy heran.
"rumah saya di gang belakang pak, dua gang dari sini, kak Claranya ada?."
"ada, silahkan masuk." Edy membuka pintu pagar lalu menyuruh ria masuk.
"ria?."
Clara yang baru saja keluar rumah langsung menghampiri gadis itu.
"kamu punya teman di perumahan kita ini nak?." tanya Edy sambil menoleh ke anaknya.
"iya pa, dia teman baruku, kenalin pa, sia ria."
Ria langsung mencium punggung tangan Edy sambil cengar cengir, dia pikir tadi Edy adalah Tukan kebun di rumah itu.
"hehehe... Saya ria om." ucapnya.
"oh, ya sudah ajak masuk sama." ujar Edy seraya kembali berjalan ke deretan pot tanaman bonsainya yang berjejer rapi.
"kok kamu nggak bilang bilang kalau mau kesini?." tanya Clara sambil berjalan masuk ke dalam rumah.
"masak sih? Perasaan tadi aku udah kirim pesan loh ke kakak." ujar ria sembari membuntuti Clara.
"oh, ponsel kakak diatas, yaudah ikut kakak keatas yuk!." ajak Clara.
kedua gadis itu langsung menaiki anak tangga menuju kamar Clara.
"adem banget ya rumah kak Clara, mana barangnya bagus bagus lagi." puji Ria sambil menaiki anak tangga.
"biasa saja, yuk ngobrol di balkon saja." ajak Clara sembari berjalan menuju balkon lantai dua rumahnya.
"kakak ambil ponsel dulu deh, lupa." ujar Clara yang kembali masuk ke dalam lalu membuka pintu kamarnya.
Sementara ria berjalan menuju balkon rumah tersebut, matanya menatap deretan rumah mewah di gang tersebut, gadis itu sesekali menghela nafas berat lalu duduk di kursi.
(papa... Mama... Seandainya papa dan mama masih ada.) batin ria dengan raut wajah sedih.
Clara yang melihat ria sedang duduk termenung langsung mendekati gadis itu sambil membawa cemilan serta minuman kaleng.
"kamu kenapa?." tanyanya sambil memperhatikan wajah sedih ria.
"eh nggak apa apa kak." Eria langsung tersenyum manis agar Clara tidak bertanya tanya lagi.
"oh, kirain sedang mikirin apa gitu, nih ngemil daripada melamun." Clara menyodorkan bungkus makanan ringan kesukaannya.
"kak, mamanya kak Clara mana?." tanya Ria penasaran karena tadi cuma menjumpai papanya Clara yang ia kira tukang kebun.
Clara tersenyum sebelum menjawab pertanyaan Ria, gadis itu mencomot cemilan lalu menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi.
"mamaku sudah tiada, aku tinggal sama papa di rumah ini." jawab Clara sembari menatap dedaunan yang tertiup angin sepoi Sepoi.
"oh maaf kak." Ria terkejut mendengar Clara sudah tidak memiliki mama lagi.
"nggak apa apa santai saja, meskipun mamaku sudah tiada tapi aku masih bisa merasakan kasih sayangnya lewat papa, beliau bisa menjadi papa dan mama sekaligus loh, kadang galak kadang cerewet." ujar Clara lalu tertawa cekikikan.
"eh bisa begitu kak?."
"he'em."
"wah asyik dong."
"kalau kamu bagaimana Ria? Ehmm... Maksudku apa kamu belum kembali ke rumah om dan tante kamu?."
"belum kak." jawab Ria seraya menggelengkan kepalanya.
"anak anak om pada pulang Minggu ini, mereka akan menghabiskan waktu liburan disini, jadi aku males pulang kesana." imbuh Ria.
"loh kok gitu? Bukannya enak ya banyak temannya?."
Ria kembali menggeleng gelengkan kepalanya.
"mereka tidak menyukaiku kak, aku tidak pernah dianggap di keluarga om, percuma aku tinggal di sana, sama saja seperti tidak ada siapa siapa yang peduli." ria menundukkan kepalanya sambil memainkan jari jemarinya.
"kamu masih sekolah?." tanya Clara hati hati.
"kuliah kak." jawab Ria masih dengan wajah tertunduk.
"maaf nih kalau kakak lancang tanya tanya, ehmm... Lalu siapa yang membiayai kuliah dan kehidupan kamu sehari harinya?." tanya Clara lagi.
Eria terlihat menarik nafas berat, lalu menoleh menatap Clara yang penasaran dengan kehidupannya.
"om ku kak, beliau yang membiayai sekolah dan kebutuhanku, tapi itu semua bukan murni dari mereka, om Anton yang memegang perusahaan milik papa sampai nanti aku berusia 21 tahun."
"oh... Jadi intinya kamu tidak membebani mereka gitu ya!." Clara manggut manggut.
"iya kak, tapi entah kenapa Tante Indri dan kedua anaknya gak suka sama aku, makanya aku jadi lepas kontrol dan sering berkeliaran malam hari, karena anak anak Tante Indri juga menyuruh agar teman temanku menjauhi aku."
"maaf kak aku jadi curhat hehehehe..." imbuh Ria.
"nggak apa apa ria, kakak kan. sudah bilang, kalau kamu butuh teman bisa datang atau telpon kakak."
tiba tiba ponsel Clara berbunyi, menandakan ada pesan masuk ke ponsel tersebut, Clara mengernyit sambil melongok ke bawah, matanya menyipit saat melihat seseorang sedang melambaikan tangan kearahnya.
"ria, yuk turun saja, ada Bimbim di bawah." ajak Clara sembari menoleh ke Eria.
"Bimbim siapa kak?."
"Bima."
"oh kak Bima? Wah bakal panjang nih isi babnya!." seru Eria.
"ya gak apa apa, tapi kayaknya sama author mau di sambung ke bab berikutnya deh, ini sudah lumayan panjang, hehehehe...." timpal Clara sambil terkekeh kecil.
"gitu ya? Nggak apa apa sih asal aku ikut masuk dalam naskahnya terus." balas ria yang langsung mengikuti Clara menuruni anak tangga.