"Mbak, aku mau beli mainan, boleeeh?"
Seorang pria dewasa yang ditemukannya terbangun dan tiba-tiba merengek sepeti seorang anak kecil. Luaticia atau Lulu sungguh bingung dibuatnya.
Selama sebulan merawat pria itu, akhirnya dia mendapat informasi bahwa sebuah keluarga mencari keberadaan putra mereka yang ciri-ciri nya sama persis dengan pria yang dia temukan.
"Ngaak mau, aku nggak mau di sini. Aku mau pulang sama Mbak aja!" pekik pria itu lantang sambil menggenggam erat baju Lulu.
"Nak, maafkan kami. Tapi Nak, kami mohon, jadilah pengasuhnya."
Jeeeeng
Sampai kapan Lulu akan mengasuh tuan muda tersebut?
Akankah sang Tuan Muda segera kembali normal dan apa misteri dibalik hilang ingatan sang Tuan Muda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecil? 01
"Mbak aku pengen beli mainan. Aku nggak punya mainan kayak gitu. Mbak beliin ya, pleaseeee."
Seorang pemuda berwajah tampan karena hanya dengan sekali lihat saja orang pasti tahu bahwa wajah itu campuran pribumi dan negara asing, maka dari itu orang yang melihatnya pasti akan berkata bahwa dia tampan. Tinggi tubuhnya kurang lebib 190 cm, tapi perkataan dan sikapnya tidak terlihat sepeti seorang pemuda dan malah seperti anak-anak.
Pria yang mungkin usianya sekitar akhir 20 an tampak merajuk kepada seroang wanita yang tingginya hanya 160 cm. Perbedaan tubuh mereka tidak berbanding lurus dengan obrolan mereka.
Si pria terdengar merengek bahkan sambil menghentak-hentakkan kakinya saat melintas di depan toko mainan sehingga membuat si wanita frustasi.
"Besok, besok Mbak beliin tapi nggak sekarang. Kita harus pulang cepet sebelum nenek ngomel. Lagian Mbak sekarang nggak ada duit buat beli mainan kayak gitu,"ucap wanita berambut panjang dikuncir kuda dengan tegas.
"Tapi aku mau, aku mau itu. Aku mau yang warnanya merah itu,"rengek si pria. Dia terus menunjuk ke arah mainan yang diinginkannya.
"Lu, berikan saja lah pada dia. Kasihan itu bayi gede merajuk begitu," sahut sang pedangan mainan. Dia sudah mengenal Luaticia atau yang kerap dipanggil Lulu dengan baik. Lulu sering pergi ke pasar dan lewat depan toko tersebut, dan wanita 25 tahun itu juga mengenal sebagian pedagang yang ada di sana.
"Tapi Bang, aku nggak ada uang lagi. Udah habis buat belanja?" sahut Lulu, dia masih kukuh tidak akan memberi mainan kepada pria yang berdiri sambil memegangi bajunya.
"Ngutang dulu tak apa. Besok lah kau bayar kalau sudah ada uangnya," ucap si pedagang.
Meski si pedagang berkata demikian, tapi Lulu tidak mau. Dia tidak peduli jika pria ini merengek sampai rumah. Baginya jika memang tidak budget untuk membeli maka tidak akan beli.
"Nggak apa Bang, nggak usah. Biar dia nggak kebiasaan juga. Masa tiap lewat sini minta mainan. Dah lah Bang, aku pulang dulu. Ayo pulang!" tegas Lulu. Dia menarik pria tersebut dengan sedikit kuat. Pasalnya tubu pria itu lebih besar darinya jadi Lulu sedikit kesulitan.
"Huaaa Mbak jahat. Kenapa nggak boleh beli!" tiba-tiba pria itu menangis ketika perjalanan pulang.
"Diem nggak! Kalau Mbak bilang nggak ya nggak. Kamu baru aja seminggu lau beli mainan, jadi ya udah,"sahut Lulu dengan galak.
"Didit inget ya, nggak semua yang kamu mau itu harus lansung terwujud. Kalau kamu pinter, nurut sama Mbak, nanti Mbak bakalan beliin,tapi nggak sekarang!" imbuh Lulu tegas.
Didit, begitu lah pria itu dipanggil. Dia langsung diam dan berjalan mengekor Lulu. Tak banyak yang diucapkan Didit, dia hanya mengambil keranjang belanjaan Lulu dan diam sampai di rumah.
Lulu sebenarnya tidak tahu siapa nama asli pria tersebut. Bukan hanya itu, Lulu juga tidak tahu asal usul pria ini. Dit, nama itu tertulis di sebuah kertas yang ada di kantong bajunya. Sebagian kertas lainnya sudah robek karena terkena air.
Sebulan yang lalu, Lulu yang tengah pergi ke sungai untuk mencari beberapa batu sangat terkejut ketika melihat seorang tergeletak di pinggir sungai. Awalnya Lulu sangat takut untuk mendekat karena dia mengira orang itu telah meninggal. Namun saat melihat orang tersebut terbatuk, Lulu langsung bergegas mendekat.
Hanya saja, ketika menemukan pria tersebut, tidak ada identitas di dalam dirinya. Dit, itu lah kata yang dia temukan dalam sebuah kertas yang tampak seperti kartu nama. Sehingga Lulu memanggilnya demikian.
"Bawa saja dia ke kantor polisi,"ucap salah satu warga.
"Jangan, takutnya malah nggak bener. Kalian tahu lah isilop suka kagak bener kalau urus kasus. Ya walaupun nggak semua sih, tapi kita mah nggak percaya. Udah di rawat aja di rumah, panggil dokter yang tugas di klinik desa kita,"ucap warga lainnya.
Lulu pun akhirnya memutuskan untuk merawat Dit yang kemudian dipanggilnya Didit agar lebih nyaman. Dia meminta bantuan seorang sepupu jauh yang merupakan seorang pria untuk membantu merawat Didit.
Saat Lulu mencuci baju Didit, meski dia tidak tahu soal brand mahal, tapi Lulu bisa melihat bahwa pakaian terakhir yang dipakai oleh Didit adalah pakaian yang mahal. Maka dari itu dia menyimpan pakaian itu dengan sangat rapi.
Setelah 3 hari pria itu tidak sadarkan diri, akhirnya di suatu pagi Didit bangun juga. Hanya bangunnya Didit bukannya membuat Lulu tenang melainkan semakin bingung.
"Mbak, aku lapar," itulah kalimat pertama yang Didit katakan saat membuka mata. Wajah dan tatapan mata Didit sepeti seorang bocah.
"Maaf, apa kamu ingat siapa nama kamu?" tanya Lulu.
"Nama? Namaku? siapa ya namaku, tapi Mbak, aku lapar sekali,"sahut Didit.
Di dalam kebingungan itu, Lulu langsung memanggil dokter. Sebuah fakta mengejutkan bahwa Didit mengalami amnesia. Bukan amnesia biasa, pria itu bahkan merasa bahwa dirinya adalah bocah kecil.
Awalnya Lulu tidak percaya namun hari demi hari setelah Didit sadar, ucapan sang dokter terbukti.
Didit benar-benar seperti anak kecil berusia sekitar enam, tujuh atau delapan tahun. Dia suka merengek, dan juga sangat senang bermain dengan anak-anak tetangga yang berusia sekitar itu.
"Kamu beneran jadi kayak ngerawat bayi gede. Wajah, tubuh dan mungkin usianya nggak sesuai sama sikap dan tingkah lakunya,"ucap Dito yang merupakan sepupu jauh Lulu.
Awalnya Lulu sangat sulit, tapi sekarang setelah satu bulan Didit ada di rumahnya, dia sudah sangat terbiasa dengan tingkah pria itu.
Pun dengan Nek Asih, Nek Asih adalah nenek dari Lulu. Nek Asih tadinya sangat tidak suka dengan keputusan Lulu untuk terus merawat Didit. Tapi sikap Didit yang memang seperti anak-anak membuat Nek Asih menjadi luluh. Nek Asih seperti mengingat cucunya yang dulu tiada saat masih kecil.
"Kenapa Didit, Lu? Kok mukanya kayak gitu?" tanya wanita yang usainya sudah lebih dari setengah abad itu ketika melihat wajah Didit yang cemberut.
Haaah
Sebelum menjawab pertanyaan Nek Asih, lebih dulu Lulu menghembuskan nafasnya panjang. Dia lalu duduk di kursi kayu rumahnya itu.
"Dia minta mainan lagi! Setiap lewat toko mainan Bang Poltak, dia selalu minta mainan. Padahal kan mainannya masih ada dan masih bagus." Lulu menjawab dengan setengah mengomel. Dia juga melayangkan tatapan tajam ke arah Didit yang duduk meringkuk di samping Nek Asih.
Didit benar-benar terlihat seperti bocah yang baru saja dimarahi oleh kakak perempuannya. Didit sama sekali tidak berani melihat ke arah Lulu karena dalam pandangan Didit, Lulu saat ini sangat menakutkan.
"Jangan gitu, Lu. Didit kan masih kecil,"sahut Nek Asih. Dia mengusap kepala Didit.
"Apa, masih kecil?Masih kecil dari mananya. Nenek nggak lihat apa badan dia segede kingkong begitu! Bahkan sama pintu rumah ini aja tinggian dan gedean dia. Dia tuh yang kecil otaknya!"
Sraak
Drap drap drap
Lulu beranjak dari duduknya dan melenggang pergi. Rasanya begitu lelah dan capek saat ini. Bagaimana tidak, dia harus mengurus pria dewasa yang pikirannya seperti bocah.
"Nek, Mbak Lulu marah ya sama Didit?" ucap Didit sendu.
"Nggak, Mbak cuma capek aja. Didit jangan nakal ya, kasihan Mbak udah ngurus kita dengan baik,"sahut Nek Asih menenangkan.
TBC
semoga Didit ngomong ke keluarga pas di rumah, apa yg dirasakan ke Steven tadi