Jiang Shen, seorang remaja berusia tujuh belas tahun, hidup di tengah kemiskinan bersama keluarganya yang kecil. Meski berbakat dalam jalan kultivasi, ia tidak pernah memiliki sumber daya ataupun dukungan untuk berkembang. Kehidupannya penuh tekanan, dihina karena status rendah, dan selalu dipandang remeh oleh para bangsawan muda.
Namun takdir mulai berubah ketika ia secara tak sengaja menemukan sebuah permata hijau misterius di kedalaman hutan. Benda itu ternyata menyimpan rahasia besar, membuka pintu menuju kekuatan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Sejak saat itu, langkah Jiang Shen di jalan kultivasi dimulai—sebuah jalan yang terjal, berdarah, dan dipenuhi bahaya.
Di antara dendam, pertempuran, dan persaingan dengan para genius dari keluarga besar, Jiang Shen bertekad menapaki puncak kekuatan. Dari remaja miskin yang diremehkan, ia akan membuktikan bahwa dirinya mampu mengguncang dunia kultivasi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DANTE-KUN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33 : Membayar Hutang Darah
Langkah-langkah Jiang Shen semakin dalam menembus hutan Yulong. Semakin jauh ia masuk, semakin mencekam atmosfer di sekitarnya. Di permukaan, hutan itu tampak tenang dengan cahaya matahari sore yang menembus celah dedaunan, tetapi di dalamnya, penuh dengan aura buas yang menunggu setiap saat untuk menerkam.
Sepanjang jalan, Jiang Shen bertemu dengan beberapa beast spiritual tingkat 2. Seekor serigala berkulit hitam melompat dari semak, taringnya berkilat ganas—namun satu tebasan pedangnya cukup untuk membelah tenggorokannya. Seekor ular berbisa sebesar pohon kelapa mencoba melilitnya, tapi kilatan petir dari kakinya membuat tubuhnya melesat lincah, lalu bilah pedangnya menancap tepat di kepalanya.
Satu demi satu, beast itu jatuh. Darah mereka mengalir di tanah, sementara Jiang Shen dengan tenang mengumpulkan inti jiwa dari tubuh mereka. Baginya, ini bukan hanya latihan, melainkan sumber keuntungan. Inti-intinya bisa dijual, dan ia butuh dana untuk membiayai ibunya.
Namun ketika malam mulai merayap, hutan Yulong memperlihatkan wajah aslinya. Kabut tipis turun, suara raungan dari kedalaman semakin sering terdengar, dan hawa dingin bercampur dengan aura pembunuhan. Jiang Shen tidak mundur—justru ia sengaja melangkah lebih jauh ke area yang lebih dalam.
Dan di sanalah ia melihatnya.
Sosok besar, lebih tinggi dari dua pria dewasa yang ditumpuk, dengan tubuh penuh otot kekar dan bulu gelap yang memantulkan cahaya bulan. Ekor emas panjang melambai di belakangnya seperti cambuk, memancarkan aura menekan yang membuat udara di sekitar bergetar. Sepasang mata merah menyala menatap Jiang Shen dengan penuh kebencian.
Gorila Ekor Emas. Beast spiritual tingkat 3.
Dada Jiang Shen naik turun, bukan karena takut, melainkan karena ingatan lama yang menyeruak. Ingatan tentang hari kelam empat bulan lalu—hari ketika ia pertama kali menginjakkan kaki di hutan ini.
Ia masih bisa merasakan teror itu … raungan gorila ini yang menghancurkan hati, tubuh para pengawal bayaran yang remuk dihantam tinju, dan jeritan orang-orang kamar dagang yang berakhir dengan kematian mengenaskan. Hanya dirinya yang selamat, bukan karena keberanian, tetapi karena keberuntungan.
“Kalau bukan karena kau … mungkin aku tidak akan jadi seperti sekarang.” Bisiknya lirih. Matanya menyipit, dingin, tanpa getar ketakutan. “Sudah saatnya … aku membalaskan rasa sakit itu.”
Aura Jiang Shen melonjak. Pedang pusaka tingkat Bumi miliknya—berwarna ungu gelap dengan ukiran halus di sepanjang bilah—bergetar, memancarkan energi tajam yang menusuk udara. Ia mengalirkan elemen api ke dalam pedang itu, hingga bilahnya terbakar dengan kobaran merah-oranye yang menyala garang.
Gorila itu meraung, suaranya mengguncang hutan, membuat burung-burung beterbangan panik. Tanah di bawah kakinya bergetar ketika ia menghantamkan tinjunya ke dada, lalu dalam sekejap, aura spiritual meledak dari tubuh besarnya.
Seperti yang Jiang Shen tahu, beast spiritual tingkat 3 sudah menguasai seni menyerap dan menggunakan energi alam. Tubuh gorila itu diselimuti cahaya emas samar, otot-ototnya mengeras, setiap gerakannya penuh dengan kekuatan destruktif.
Pertarungan pun pecah.
WUUUSH!
Jiang Shen melesat maju, tubuhnya dipercepat oleh petir di kakinya. Pedangnya meluncur dari samping, sebuah tebasan cepat menyambar pinggang gorila itu. Namun, tangan besar gorila yang dilapisi energi spiritual menahan bilahnya dengan keras. Percikan api dan energi berhamburan, menyalakan gelapnya hutan seperti kilatan perang.
CLANG! CLANG! CLANG!
Denting logam melawan daging yang diperkuat spiritual terdengar keras. Jiang Shen mendorong sekuat tenaga, api di pedangnya berkobar semakin ganas. Kulit gorila itu mulai terbakar, meski ia bertahan dengan kekuatan spiritualnya.
Gorila mengayunkan tinjunya. Tanah bergetar saat serangan itu meluncur, memaksa Jiang Shen berbalik dengan cepat. Ia menjejakkan kaki, petir menyambar di belakangnya, dan tubuhnya melompat ke udara. Dari atas, pedangnya kembali berayun, kali ini disertai teriakan penuh tekad.
“Teknik Pedang Matahari — Tebasan Fajar!”
Api berkobar indah dengan merah keemasan di bilah pedangnya, menghasilkan tebasan yang bahkan membelah udara.
SWISHH!
Serangan itu menghantam bahu gorila, menorehkan luka dalam yang menyemburkan darah panas. Gorila itu meraung marah, ayunan ekornya melesat seperti cambuk emas yang memecahkan udara. Jiang Shen terhantam di lengan, tubuhnya terdorong mundur, darah segar mengalir dari mulutnya.
Namun ia tidak gentar. Matanya tetap fokus, tajam, seolah dunia di sekitarnya lenyap, hanya ada dirinya dan musuh di depannya.
Pertarungan berlanjut sengit. Tebasan pedang Jiang Shen terus menekan, api di pedangnya menghancurkan pertahanan spiritual gorila sedikit demi sedikit. Setiap kali gorila mencoba menghantam, Jiang Shen menghindar dengan bantuan petir, lalu membalas dengan serangan tajam penuh kemarahan.
Hingga akhirnya, saat tubuh gorila itu mulai melemah, Jiang Shen melihat celah. Dengan sisa tenaga, ia berteriak dan mengerahkan semua api dalam tubuhnya ke dalam pedang pusaka. Bilah itu menyala seperti matahari mini di tengah kegelapan hutan.
Ia menebas dari bawah ke atas—tebasan penuh kekuatan penghancur. Pedang itu membelah dada gorila, kobaran api membakar organ dalamnya.
Raungan terakhir mengguncang hutan, sebelum tubuh besar gorila itu jatuh menghantam tanah, menggetarkan bumi dengan debu berhamburan.
Jiang Shen berdiri di depan bangkai itu, napasnya berat, tubuhnya penuh luka. Namun sorot matanya dingin dan puas. Perlahan, ia menunduk, menusukkan pedangnya ke dada gorila itu dan mengeluarkan sebuah inti jiwa berbentuk seperti bola kecil berwarna emas pekat yang berdenyut dengan energi luar biasa.
Ia menggenggam inti itu erat, menatapnya dengan senyum getir.
“Akhirnya … hutang itu lunas, dan aku berhasil mendapatkan apa yang aku butuhkan saat ini.”
MC nya belom mengenal luas nya dunia karena belom berpetualang keluar tempat asal nya,hanya tinggal dikota itu saja
Jangan buat cerita MC nya mudah tergoda pada setiap wanita yg di temui seperti kebanyakan novel2 pada umum nya,cukup 1 wanita.