Pesona Sang Janda

Dengan senang hati, Moohan menyetujui permintaan Thalia yang ingin membalaskan rasa sakit hatinya pada orang-orang yang telah menghina wanita cantik itu. Setelah Thalia kembali ke kamarnya, Moohan langsung memanggil sang asisten untuk membahas rencana yang akan dia lakukan. Rencana untuk membantu sang wanita masa depan, calon ibu dari anak-anaknya.

Moohan meminta Asisten Zack untuk merapat ke kamarnya karena dia tidak mungkin meninggalkan Princess tidur seorang diri di dalam kamar yang luas. Pria tampan itu memandangi wajah tanpa dosa yang tertidur pulas dengan seulas senyuman. "Kita akan menjadi keluarga yang bahagia sebentar lagi, Sayang. Daddy janji, daddy akan menyayangi mommymu dan tidak akan membuat mommy menangis lagi." Moohan lalu mencium kening gadis kecil yang akhirnya diijinkan oleh Thalia tidur bersama Moohan, dengan penuh kasih.

Zack yang baru saja datang, berdeham lalu tersenyum melihat kedekatan Moohan dengan Princess. "Kamu memang calon ayah yang baik, Hendrick. Kamu tidak membeda-bedakan Princess dan King meskipun dia bukan ...."

"Dia putriku, Zack! Tidak perlu kamu membahas apakah aku ayah biologisnya atau tidak! Bagiku, Princess adalah putriku!" tegas Moohan seraya mendudukkan diri di sofa, membuat seorang wanita yang baru saja hendak masuk ke kamar pria tampan tersebut yang tidak ditutup rapat oleh Zack, tersenyum lalu menyandarkan tubuh pada dinding di samping pintu kamar Moohan.

'Benarkah yang barusan aku dengar? Apakah aku harus mulai mempercayaimu, Hendrick? Melihat ketulusanmu selama ini dan juga cerita dari banyak orang yang mengatakan bagaimana kamu merasa sangat kehilangan ketika aku pergi, rasanya aku ingin percaya kalau kamu memang benar-benar cinta padaku. Tapi, aku masih butuh waktu untuk meyakinkan hatiku, Hendrick,' monolog Thalia dalam hati.

Thalia hendak ke kamar Moohan untuk mengantarkan susu buat Princess. Wanita cantik itu lalu menghela napas panjang dan kemudian memberanikan diri mengetuk mengetuk pintu kamar mewah milik pria yang tiba-tiba menyita sedikit perhatiannya. Dia tidak mau mendengarkan bagaimana rencana Moohan untuk membantunya.

Biarlah itu menjadi urusan pria yang merupakan ayah kandung dari putranya dan juga Zack, asisten pribadi Moohan yang sekaligus sahabatnya. Thalia juga harus segera kembali ke kamar karena Maria sudah berangkat tidur. Pintu kamar Moohan lalu dibuka sendiri oleh sang empunya kamar.

"Thalia, duduklah dulu," pinta Moohan seraya mengambil botol susu dari tangan wanita yang telah mampu membuat seorang casanova seperti Moohan, berubah.

"Tidak, Hendrick, terima kasih. Aku harus segera kembali ke kamar karena King sendirian," tolak Thalia sambil berlalu karena tidak ingin berlama-lama bertatap mata dan berdekatan dengan Moohan, yang bisa membuat jantungnya tiba-tiba berdetak lebih kencang.

Moohan hanya tersenyum lalu mengangguk, mengerti.

"Apa yang ingin kamu bicarakan, Bos?" tanya Zack setelah punggung Thalia menghilang di balik pintu. "Apa ada hubungannya dengan Thalia?" tebaknya, kemudian.

"Tepat dugaanmu, Zack. Thalia menyetujui untuk menikah denganku jika aku mau membantunya untuk membalaskan rasa sakit hatinya pada orang-orang yang telah merendahkan dan menghinanya," terang Moohan.

"Lalu, apa dia ingin agar kau membuat mereka bangkrut dan jatuh miskin? Atau, membuat mereka semua lenyap dari muka bumi ini, Hen?" tebak Zack. "Aku akan melakukannya untukmu, Hendrick!" lanjutnya, penuh semangat.

Moohan menggeleng. "Apa kamu pikir, Thalia wanita yang tidak punya hati, Zack? Bukan, bukan itu yang diinginkan Thalia karena jika yang diinginkan Thalia demikian, maka dengan mudah dapat aku lakukan."

"Lalu, membalas yang seperti apa yang dia mau?" Zack mengerutkan dahi, tidak mengerti.

Moohan tidak langsung menjawab, tetapi pria tampan itu malah mengingat percakapannya tadi dengan Thalia. Bibir Moohan mengulas sebuah senyuman.

"Aku mau menikah denganmu, Hendrick, asalkan kamu mau membantuku untuk membuat mereka semua sadar bahwa tidak selamanya orang akan berada di atas. Agar mereka lebih bisa menghargai orang lain dan tidak semena-mena pada kaum yang mereka anggap sebagai kaum sudra, kasta yang paling rendah," pinta Thalia.

Hendrick mengerutkan dahi, menatap tidak mengerti pada Thalia. "Hanya itu? Kenapa ingin membuat mereka sadar? Kenapa tidak membuat mereka merasakan seperti yang kamu rasakan?"

"Jika aku membalas kejahatan dengan kejahatan, lantas apa bedanya aku dengan mereka? Bukankah, itu artinya aku sama jahatnya dengan mereka?" balas Thalia seraya menatap Hendrick, membuat pria tampan tersebut semakin jatuh hati pada wanita di hadapannya.

"Bos, aku bertanya padamu! Kamu bukannya menjawab, tetapi malah senyum-senyum enggak jelas gitu!" protes Zack.

"Thalia hanya ingin memberikan sedikit pelajaran buat mereka agara mereka jera dan tidak lagi merendahkan atau meremehkan orang lain, Zack. Thalia juga menginginkan agar mereka semua bisa berubah menjadi orang-orang yang lebih baik lagi," terang Moohan.

"Lalu apa rencanamu, Hen?" tanya Zack.

"Paman Hilbert, dia memiliki saham di Thompson Group. Coba kamu hubungi dia dan katakan bahwa aku ingin membeli sahamnya di sana. Minta tolong juga pada Paman untuk membujuk teman-temannya yang lain agar mau menjual saham mereka di sana, padaku. Aku akan beli saham mereka di atas harga pasaran," terang dan titah Moohan.

Zack mengangguk-angguk. Dia langsung bisa mengerti permainan yang akan dimainkan oleh sang sahabat di perusahaan milik Alexander, mantan suami Thalia. "Siap, Bos. Malam ini juga, aku akan hubungi Paman Gilbert."

"Oke, Zack. Aku tunggu kabar baiknya besok pagi. Aku harap, saat kita sarapan besok, aku sudah memiliki jawaban yang bagus untuk membantu Thalia." Moohan segera beranjak yang kemudian diikuti oleh sang asisten.

Zack menganggukkan kepala lalu segera keluar dari kamar sang bos. Meninggalkan Moohan yang tersenyum sendiri. "Aku yakin, kamu pasti akan menyukai permainan kita nanti, Thalia. Permainan yang akan membuat mantanmu terkejut dan mantan mertuamu mati berdiri," gumamnya.

☕☕☕☕☕☕☕☕☕☕ tbc.

Maaf, yah... masih mode rempong di RL, up nya dikit 🙏🙏