Diajeng, Gadis remaja yang mulai memasuki dunia Sekolah menengah Kejuruan.
Merasakan pengalaman yang baru dan jauh dari saat ia masih SD, dan SMP.
Pengalaman sehari - hari yang menceritakan tentang kehidupan sekolah menengah kejuruan yang di penuhi dengan intrik persahabatan, persaingan, permusuhan dan CINTA
WARNING: berisi sedikit cerita bubun dulu yang dibumbui dengan khayalan.
bijaklah dalam membaca, kesamaan nama dan kota sedikit - sedikit nyerempet, mohon di maklumi.
tidak untuk menyinggung oknum - oknum terkait, HAPPYREADING🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bubun ntib, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
selesai ujian
Hari pertama ujian berlalu begitu saja, keesokan harinya rutinitas di tempat ujian kembali berulang hingga mereka selesai melaksanakan ujian tengah semester. Bahkan ternyata bukan hanya didalam ruangan Ajeng sajam bahkan semuanya sama.
Bahkan, di ruangan Fajar dan Fajri, ada kejadian lucu yang terjadi. Beberapa kakak kelas bahkan menuliskan beberapa rumus pelajaran Mtk di pinggiran meja, dibalik lipatan Dasi seragam sekolah bahkan ada yang lebih ekstrim, diantara rimbunnya bulu – bulu pada kaki mereka.
Ajeng dan yang lainnya dibuat terperangah dengan cara unik bin ajaib tersebut.
Keluar dari Lab komputer, menandakan akhir dari masa ujian, semua siswa tak kuasa untuk tidak menghela nafas lega mereka. Ujian pertama ini memang tidak jauh berbeda dengan ujian harian yang diberikan kepada guru mereka.
Tetapi, ketika memikirkan jika nilai ini akan masuk ke Raport penilaian dan mungkin juga mempengaruhi nilai mereka nantinya, mereka sedikit tertekan.
“ Haaahhh.. rasanya seminggu ini otakku terasa ngebul,” desah Anggara sambil menyenderkan kepalanya ke pundak Desi dan langsung didorong jauh dari sang empunya.
“ Rasanya kayak melepas beban,” tambah Fajri mendramatisir keadaan.
Sekelompok siswa ini tengah duduk di bawah pohon rindang di depan mushola sekolah. Setelah ujian, mereka merasa perlu mengisi asupan spiritual mereka dengan berkunjung ke tempat ibadah ini.
“ Tapi teman sebangkuku gokil sih,” celetuk Bli dengan semangat.
“ Oh, beliau kan kakak Osis yang pas MOS itu bukan?” sahut Adi yang memang 1 kelas juga dengan Bli dan Anggara.
“ Hooh, mereka mah nggak pada sok. Mau nurun ya nurun aja, nggak ada tuh drama sok ngelarang – ngelarang ato ngecengin kita – kita,” julid Anggara. Ia juga merasa senang dengan senior teman duduknya ini.
“ Haaahh, kayaknya yang songong Cuma yang di ruangan kita aja nih, yakan gaes?” Rinjani yang sedari tadi terdiam akhirnya buka suara yang diangguki oleh Pratiwi dan Radin. Empat gadis dengan nomor absen terakhir ini memang terpisah dari teman – temannya yang lain dan lebih kurang beruntung lagi karena mendapatkan ruangan yang cukup menyesakkan dan ketat.
“ Huum, senior kelas 3nya udah kayak orang bener semua. Sementara kelas 2nya juga sungkan kalau mau pada nanya,” cibir Pratiwi sambil mendesah.
Yang lainnya tergelak dengan gerutuan para gadis ini, mereka cukup terhibur dengan raut wajah keempatnya yang tampaknya tertekan.
“ Haaah, senin katanya ada Class Meeting?” ucap Aji dan menatap ke arah Adi.
“ Hmmm, Bu Friska tadi info di pesannya,” ucap Ajeng yang memang selalu menjadi perantara Friska dengan anak – anaknya lewat pesan ponsel. Kenapa tidak Adi sebagai ketua? Rasanya tidak etis saja jika ada acara berbalas pesan antara guru dan murid lelaki. Nanti malah dikira ada apa – apa.
“ Bakal ada lomba apa aja?” tanya Budi dengan antusias.
“ Kayaknya futsal laki sama cewek, sama voli aja deh. Nantinya akan ditutup sama jalan santai sampai kecamatan,” jawab Ajeng sambil mengangkat kedua bahunya.
“ Hah? Dikit amat?” protes Fajri.
“ Yeelah, Class Meeting mah kita bakalan ngurusin remidian,” cibir Fajar yang bagaikan seember air dingin dituangkan di hati teman – teman sekelasnya.
Mereka semua tampaknya lupa jika mereka masih harus berurusan dengan Remedial ujian yang nggak mencapai KKM.
“ Allahu, lupa akuu...” Fajri memasang wajah bagaikan sayuran layu tersiram air panas.
“ Nggak apa, katanya sih nggak ada remedial, cuman ya nilainya tetap dipajang,” ucap Adi menenangkan tetapi kalimat terakhirnya kembali membuat semangat teman – temannya pupus.
“ Betapa malunya aku nanti,” rintih Budi.
“ Coba nanti aku minta Bu Friska buat bawa langsung ke kelas aja,” usul Ajeng.
“ Hmm,, bener tuh Jeng. Masa iya Bu Friska nggak malu kalau ternyata nilai kita malah jelek,” jawab Kurniasih setuju dengan usulan Ajeng.
“ Ya nggak malu, palingan kita ntar diomelin,” gidik Novi sambil mengingat moment ketika untuk pertama kalinya Friska menunjukkan taringnya karena mereka sekelas becanda dan tidak ngeh saat Friska sudah mulai hilang kesabaran.
Saat itu 1 kelas dihukum dengan wajib melakukan percakapan full menggunakan bahasa inggris selama pelajaran Friska 1 bulan.
Kali ini mereka tidak akan berani macam – macam dengan sifat baik dan penyayang Friska karena mereka tahu jika ini adalah kedok semata.
“ Haaaaahh, seenggaknya jangan sampai kurang dari KKM deh,” rintih Dewa.
“ Udah, udah..santai aja, kita udah berusaha kok yang penting tuh,” ucap Radin menenangkan.
Raut wajah ciwi satu ini terlihat ceria. Seminggu yang lalu setelah Ajeng memberikan sampel gabahnya kepada Wahid, keesokan harinya Wahid kembali datang bersama dengan sang Bapak yang kebetulan pulang kerumah. Jangan lupakan Ajeng yang ikut karena ‘Di paksa’ ikut oleh Wahid.
Wahid memberitahukan kepada keluarga Radin jika sang Bapak ingin membeli semua Padi yang selesai dipanen dan diayak oleh keluarga Radin dengan bantuan Ajeng kemarin.
Tentu saja Radin dan keluarga sangat senang. Mereka tidak harus mencarikan tengkulak untuk memborong hasil panen mereka disaat situasi kaki Bapak Radin belum sepenuhnya sembuh.
“ Benar, lebih baik kita mikir kostum apa yang akan kita pakai nanti pas Class Meeting,” celetuk Ikhsan mencerahkan pikiran teman sekelasnya.
“ Mengapa dibikin ribet? Pakai seragam olahraga ajalah,” ucap Pratiwi si paling simpel dalam berpikir. Kalian tentu masih ingat bagaimana ia membawa sayur daun pepaya hanya karena mamaknya yang menyusui memakan sayur tersebut, bukan?
“ Yaaah kan biar kita kelihatan beda aja dari yang lain, kompak gitu,” sahut Ikhsan lagi.
“ Ya mau gimana, kaos kelas juga belum tampak hilalnya kan,” sergah Pratiwi lagi.
“ Yang paling kompak ya emang seragam olahraga sih, kompak kan tuh? 1 angkatan lagi,” tambah Pratiwi diikuti dengan kikikan Ajeng dan Ciwi – ciwi yang lain sementara para lakik hanya memutar mata mereka ketika melihat adu argumen antara Ikhsan dan Pratiwi.
“ kalian ada kaos training putih nggak?” celetuk Novi yang sudah meredakan kikikannya.
“ Buat apa?” tanya Edi.
“ Kita pakai kaos training putih aja, nah buat bawahan pakai celana olahraga. Sementara yang ciwi berkerudung pakai kerudung seragam hari Rabu,” usul Novi.
Semua memasang wajah berpikir, mereka mencoba untuk membayangkan padu padan seragam yang diusulkan oleh Novi.
“ Hmmm, keren kayaknya ye, udah kayak mau kampanye aja kan,” kekek Anggara yang sudah selesai membayangkan bagaimana penampilan mereka yang bakal anggun itu.
“ Hmmm, lakik pada pake tuh topi osis,” seru Ranata menambahkan ikon style buat para lakik.
“ Hooh, mayan buat melindungi rambut kalian,” angguk Novi setuju.
“ Okelah.. jadi itu aja yaa dresscode kita,” putus Adi.
“ Ciss.. udah kayak apaan aja pake dresscode segala..” kikik Ajeng dalam hati.
Tetapi dalam hatinya, ia cukup menantikan bagaimana penampilan mereka semua.
bukan estafet olahraga yaa say...
thanks mbak 💪💪
cowok, tapi Ng tau flashback nya.
thanks mbak 💪💪
Monika, masalah cowok,gadun
apa maknya novi pelakor.
dah lah pusing gua,mana pensnya
Fuji sama pensnya keluarga gledek
sedang panas.padahal barusan
selesai mikirin Toriq haji dua bulan.
thanks mbak 💪💪
thanks mbak 💪💪
thanks mbak 💪💪
padi di sawah apalagi hembusan angin sepoi-sepoi.
thanks mbak 💪💪
thanks mbak 💪💪