Ica semenjak di tinggal oleh Azzam tanpa alasan akhirnya memilih menikah dengan pria lain, syukurnya pernikahannya dengan suaminya yang awalnya tak begitu di cintainya berjalan dengan harmonis dan bahagia.
Tapi ternyata Ica di tipu mentah-mentah oleh sikap baik suaminya selama ini, justru suaminya ternyata pria yang suka berselingkuh dan gonta-ganti pasangan untuk memuaskan nafsu birahinya.
Bagaimana dengan rumah tangga Ica dan suaminya selanjutnya?
Apakah Ica tetap bertahan atau justru memilih berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hafizoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Di tempat lain.....
"Apa kedua mertuaku sudah mendengar semuanya dari Ica ya? Tidak, aku tidak mau itu terjadi. Besok aku akan pergi ke kampung halaman mertuaku dan bertemu dengan mereka, andai Ica sudah membeberkan semua bukti. Aku rela bersujud dan meminta maaf pada mereka" ucap Hendra dengan menggebu-gebu
Hendra memang sudah yakin kalau Ica telah kembali ke kampung halamannya, pasalnya tadi pagi Hendra mendatangi sekolahan Mentari dan guru di sekolahan Mentari mengatakan jika Mentari tidak masuk sekolah hari ini.
Tubuh Hendra terasa begitu penat, wajar saja karena seharian ini Hendra kembali sibuk mencari keberadaan istrinya dan kedua anak-anaknya. Hendra menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang. baru saja dirinya hendak memejamkan matanya.
Terasa getaran dari HP-nya yang tergeletak di samping kepalanya, Hendra mendengus kesal ketika melihat panggilan dari nomor yang tidak penting baginya yaitu nomor salah satu karyawan minimarket miliknya.
"Hallo" sapa Hendra dengan ketus
"Selamat malam, Pak. Maaf menganggu istirahat, Bapak. Pak sejak tadi pagi saya berusaha menghubungi Pak Rifky, beliau sama sekali tidak bisa di hubungi. Padahal ada keperluan yang sangat penting, seluruh pendapatan dari minimarket beliau bawa semua dan tidak meninggalkan uang buat bayar barang yang akan datang besok"
Rifky adalah rekan Hendra, yang di angkat Hendra menjadi orang kepercayaannya.
"Pakai saja uang pendapatan hari ini, kan bisa. Tinggal masukan ke laporan pembukuan, kenapa masalah seperti ini saja harus menghubungi saya?" sentak Hendra
"Hari ini kami di suruh tutup sama Pak Rifky, kabarnya minimarket yang lain juga begitu pada di suruh tutup semua dan hasil dari minimarket di bawa semua oleh Pak Rifky"
Setelah mematikan sambungan telepon dari karyawannya, Hendra menghubungi nomor Rifky. Namun beberapa saat panggilan terputus dengan sendirinya, padahal belum terhubung sama sekali membuat Hendra mengerutkan keningnya.
"Tumben Rifky ngilang kayak gini" ucap Hendra
Kemudian Hendra berusaha menghubungi kembali nomor rekan kerjanya itu untuk kedua kali namun hal yang sama terulang lagi, panggilan sama sekali tidak terhubung dan sampai detik ini Hendra masih berusaha menepis dugaan buruk yang bersarang di pikirannya.
Karena sadar nomornya di blokir oleh Rifky, Hendra keluar dari kamar dan mencari keberadaan mamanya. Bukan tanpa alasan, Hendra ingin menghubungi nomor rekan kerjanya itu mengunakan HP milik mamanya.
"Ma, Mama" teriak Hendra
Di sepanjang perjalanan Hendra terus memanggil-manggil nama mamanya dengan nada suara yang tinggi, mamanya Hendra yang semulanya berbaring di atas ranjang mendengar jelas suara teriakan putranya bergegas turun dari ranjang dan keluar kamar.
"Ada apa, Hendra? Kenapa teriak-teriak begitu?" tanya Mamanya Hendra dengan raut wajah khawatir
"Mau pinjam HP Mama" sahut Hendra
"Astaga, Hendra. Ketimbang mau pinjam HP saja kok teriak-teriak kayak di kejar maling, tunggu sebentar Mama ambilkan"
Mamanya langsung berbalik dan masuk ke dalam kamar, Hendra melangkah maju memindai kamar yang cukup luas dan yang saat ini di tempati oleh mamanya. Hendra mencari keberadaan papanya, namun Hendra tidak menemukannya.
"Papa belum pulang, Ma?" tanya Hendra
Terlihat mamanya yang saat ini berjalan mendekat ke arahnya dengan tangan yang membawa HP, begitu sampai di depan Hendra Mamanya langsung menyerahkan HP tersebut, hembusan napas berat terdengar dari arah mamanya.
"Belum, Papa kamu mana pernah pulang jam segini" jawab Mamanya Hendra
"Pulang jam berapa biasanya, Ma?"
"Paling cepat tengah malam, kadang juga menjelang subuh" terang Mamanya Hendra membuat Hendra mendesah, ternyata papanya masih saja seperti itu
"Hendra bawa dulu ya, HP Mama"
"Ya bawa saja"
Hendra segera meninggalkan kamar mamanya, Hendra melangkahkan kaki menuju kamar yang saat ini di tempatinya. Sesampai di kamar Hendra langsung mengetik satu persatu angka di HP milik Mamanya, yang merupakan nomor rekan kerjanya.
Selanjutnya Hendra memilih ikon gagang telepon warna hijau untuk menghubungi nomor yang sudah di ketiknya itu, tidak menunggu lama sambungan langsung terhubung jadi FIX nomor Hendra telah di blokir oleh Rifky.
"Hallo, siapa ya?"
"Brengsek!! Dimana kamu, Rif? Kata anak-anak kamu bawa semua uang hasil penjualan ya?"
Tut......
Panggilan terputus dan membuat perasaan Hendra jadi tidak enak, Hendra tak tinggal diam. Dirinya kembali menghubungi nomor Rifky, terhubung tapi tidak kunjung di angkat. Ketika terputus, HP di genggaman Hendra berdenting pertanda ada pesan masuk.
[Aku pakai dulu, aku butuh sekali uang ini. Aku sedang terjerat hutang, nanti kalau aku sudah kaya aku kembali kan semua uang kamu]
Setelah membaca isi pesan emosi Hendra pun terasa memuncak, tanpa sadar Hendra meremas HP yang berada dalam genggamannya. Setelah meluapkan emosinya Hendra kembali menghubungi nomor Rifky, tapi ternyata nomor Mamanya juga sudah di blokir.
"Brengsek!! Sialan" umpat Hendra
Entah mengapa Hendra merasa masalah datang bertubi-tubi datang menghampirinya, belum selesai masalah dengan istrinya dan kini ada lagi masalah soal orang kepercayaannya yang membawa kabur uang penghasilan minimarket.
Hendra segera mengembalikan HP tersebut pada mamanya, setelah itu Hendra langsung kembali ke dalam kamar. Sepanjang malam Hendra terus terjaga kepalanya terasa pusing dan berdenyut nyeri, Hendra sama sekali tidak bisa memejamkan mata.
Bahkan ketika suara alarm berbunyi dari HP-nya yang telah di setting pukul enam pagi, Hendra sama sekali tidak terganggu karena begitu nyenyak tidurnya, sebab Hendra baru bisa tidur ketika hari menunjukan pukul lima pagi.
.
.
.
Seperti pembahasan semalam, hari ini Ica dan Putra sudah bersiap-siap menuju sekolahan Mentari. Mereka hendak mengurus surat kepindahan sekolah Mentari, butuh waktu cukup lama untuk sampai di sekolah sebab itu mereka berangkat masih pukul enam pagi.
"Selamat pagi, Bu" sapa Ica ketika dirinya telah berada di depan pintu ruang kantor para guru berada
"Pagi juga, Bu Ica. Mari masuk, Bu"
Ica dan Putra mengangguk kemudian keduanya mengikuti langkah sosok guru yang mempersilahkan mereka masuk ke dalam ruangan tersebut, Ica segera mengutarakan tujuannya datang kesini.
"Wah sayang sekali, Bu. Padahal Mentari termasuk murid yang pintar" ucap Sang Guru
"Iya, Bu. Tapi mau bagaimana lagi, tidak ada pilihan lain" jawab Ica tidak mungkin membeberkan masalah rumah tangganya penyebab kepindahan Mentari
"Baiklah, Bu. Tidak apa-apa, semoga Nak Mentari di sana betah dan semakin berprestasi"
Ica mengaminkan ucapan sang guru, setelah itu sang guru menyiapkan surat-surat yang di perlukan dan menjelaskan pada Ica apa yang harus di lakukan Ica setelah ini untuk mengurus kepindahan sekolah putri sulungnya.
Setelah semuanya selesai, Ica meminta putri sulungnya untuk berpamitan pada teman-temannya disekolah.