Aku Diceraikan Suamiku Di Depan Selingkuhannya

“Niken, tunggu,” panggil Mas Pras.

“Ada apa?” aku menoleh sebentar lalu meneruskan langkahku menuju lift.

“Kenapa kau ambil Sanjaya? perjanjian kita kan satu minggu aku mengasuhnya,” ujarnya ikut masuk saat pintu lift terbuka.

“Kau tidak tanya kepada istrimu, kenapa aku mengambilnya?” kesalku. Sepertinya Hani mengatakan sesuatu yang berbanding terbalik dengan kejadian aslinya.

“Itu cuma salah paham saja, kamu jangan terlalu bawa perasaan dong,” ujarnya dengan enteng.

“Salah paham, memangnya apa yang istrimu katakan?” tanyaku penasaran.

“Kau takutkan Sanjaya lebih menyayangi Hani,” ucapnya.

Aku menutup mulutku saat tertawa mendengar perkataan dari Mas Pras, “Mas, asal kamu tahu, Hani menyiram Sanjaya dengan susu panas di tangannya.”

“Aku tahu kamu tidak suka dengan Hani, tapi jangan menuduhnya keterlaluan seperti itu dong," kata Pras. “Jelas-jelas kamu yang mengambil paksa, aku akan mengambil hak asuh anak lewat pengadilan,” katanya dengan keluar lift lebih dulu.

“Apa-apaan, bisa-bisanya mau mengambil anakku yang sudah kau sia-siakan,” ujarku.

Sihir apa yang membuat Mas Pras percaya begitu saja dengan omongan Hani. Sampai tidak memedulikan anaknya yang sudah dianiaya olehnya.

“Ada apa sayang?” tanya suamiku ketika aku masuk dengan wajah yang kecut.

“Tadi aku ketemu dengan Mas Pras, dia bilang ingin mengambil hak asuh anak kita,” ujarku sembari menjatuhkan tubuhku ke sofa.

“Kamu tidak perlu takut, memangnya dia bisa berjalan sampai mana?” katanya sambil duduk di sampingku. Mengusap lembut kepalaku.

“Sayang, aku mau mereka berdua hancur,” rengekku. Aku mendadak tidak sabar ingin membuat Hani terutama bersujud-sujud di kakiku meminta belas kasihan.

Mas Naufal menelpon seseorang untuk masuk ke ruangannya, aku membelalakan kedua mataku melihat seseorang yang mirip denganku.

“Siapa dia?” tanyaku. Aku tidak memiliki saudara kembar.

“Perkenalkan nama dia Maya, dia orang yang akan bekerja sama dengan kita,” jelas Naufal.

“Benar Bu Niken, saya yang akan membantu melancarkan rencana Ibu,” jawabnya dengan tersenyum.

Aku menatap Naufal bingung, sedangkan dia hanya menjawab kebingunganku dengan senyuman.

“Kamu butuh orang ketiga kan untuk keluarga mantan suamimu,” katanya dengan memegang tanganku.

“Iya, tapi kenapa wajahnya bisa mirip denganku?” Aku belum bisa mengalihkan pandanganku dengan perempuan yang bernama Maya ini.

“Justru ini akan membuat dia lebih mudah tertarik dengan saya, Buk,” katanya.

Memang wajahnya lumayan mirip denganku, tapi tetap ada perbedaan dengan tinggi dan postur tubuhku.

“Kau boleh bekerja lagi,” suruh Naufal.

Aku melipat kedua tanganku di dada, menatap manik mata suamiku lekat-lekat, “Ini bukan akal-akalan kamu yang mau selingkuh dengannya kan?”

Aku justru berpikiran negatif dengan suamiku, bisa saja dia yang selingkuh dengan perempuan yang mirip denganku. Dengan begitu orang-orang tidak akan menyadari kalau perempuan itu bukan selingkuhannya.

“Hai, kenapa kamu jadi cemburu begitu sih. Maya itu pegawai kantorku yang lama. Kamu jangan mikir yang macam-macam," katanya dengan mengacak-acak rambutku.

Entah mengapa aku merasa tidak percaya kali ini dengan suamiku sendiri, aku mendadak takut kalau sampai dia selingkuh, dan aku dicampakan untuk yang kedua kalinya.

Wajah tampan, kedudukan tinggi juga kaya pasti akan banyak perempuan yang mengincarnya. Sama halnya dengan Pras, dia yang hidup pas-pasan aja berani selingkuh.

Bagaimana dengan Naufal?

“Kau ini kenapa?” tanya Ela.

Aku mengusap wajahku dan menarik tangan ke kepala, mengacak-acak rambutku, “Bingung aku ceritanya,” jawabku.

“Memangnya masalah apa? Aku lihat kau baik-baik saja dengan Naufal,” katanya.

Memang benar, selama aku menikah dengan Naufal semua berjalan baik-baik saja. Rumah tangga kita adem ayem. Aku selalu cerita hal-hal yang menggembirakan.

“Menurutmu, Naufal bakalan selingkuhi aku tidak?” tanyaku.

“Fifty-fifty,” jawab Ela, dia pasti juga bingung jawabnya karena tidak bisa memberikan jawaban yang tegas untuk pertanyaanku.

“Kenapa mendadak bertanya seperti itu?” tanya Ela.

“Aku tidak bisa melihat Hani dan Mas Pras hidup baik-baik saja, aku ingin membuat keluarga mereka hancur. Dan Naufal membawa perempuan mirip denganku," paparku panjang lebar.

“Lalu hubungannya apa dengan Naufal bakalan selingkuh atau tidak?” Ela tampak menautkan alisnya.

"Aku takut, kalau Naufal selingkuh dengannya," kataku dengan menelungkupkan kepalaku di meja.

Aku mendengar dengusan keras dari hidung Ela, sepertinya dia tidak setuju dengan pernyataanku.

"Ken, kau pikir yang benar deh. Kalau memang Naufal mau dengan cewek itu. Aku kira, dia tidak akan mengejarmu sampai satu tahun lebih," Ela memberikan penjelasan yang logis.

Maya karyawannya sejak dulu sebelum ketemu aku lagi pastinya, kalau dia memang mau pasti tidak perlu mencariku.

"Tapi, kenapa harus orang ketiga?" Ela tanya alasan pilihanku memasukan orang ketiga di rumah Mas Pras.

"Aku mau Hani merasakan sakit hati ini. Bagaiamana sakitnya diceraikan, dicampakan tanpa harta sepeser pun," kataku dengan menghembuskan napas panjang.

"Mereka harus membayar kerusakan tokoku waktu itu, aku mau mereka hancur lebur. Sampai menjadi gembel kalau perlu," imbuhku dengan mengepalkan kedua tanganku.

Aku pernah menjadi orang naif untuk tetap diam tidak membalas perbuatan mereka. Kini aku tak lagi.

"Kau hati-hati, takutnya kebablasan dan malah masuk penjara," saran dari Ela.

"Ela, Mas Pras ingin meminta hak asuh anak. Dia akan membawa ke pengadilan," ceritaku lagi.

"Wah, Pras memang keterlakuan. Bisa-bisanya masih punya keberanian untuk mengambil hak asuh," Ela menggelengkan kepala.

"Tenang, aku akan menjadi saksimu nanti di pengadilan," imbuh Ela.

Yah, Ela adalah sahabatku paling mengerti rumah tanggaku. Sehingga dia akan menjadi saksi yang paling kuat menurutku.

"Niken, kenapa kau tidak meminta harta gono-gini. Kau juga ikut andil membuat rumah," kata Ela.

"Benar juga, selama ini mereka enak-enakan tidak memberikan nafkah untuk Sanjaya," kataku sembari mengangguk-anggukan kepala.

Sewaktu aku keluar dari rumah itu, aku berkata jika bisa menghidupi anakku tanpa uang darinya. Aku pun melakukan itu, dan Mas Pras juga tidak ada inisiatif untuk memberikan nafkah itu.

"Niken, kau bisa gunakan semua ini untuk menghancurkan mereka, harta gono-gini, orang ketiga," ujar Ela.

Aku menganggukan kepala, "Terimalah pembalasan dari mantan istri yang kau sakiti."