Azalea Safira tidak pernah menyangka bahwa ia akan terikat oleh pesona Kevin. Boss arogan, angkuh dan menyebalkan.
Awalnya, hubungan mereka hanya sebatas atasan dan asisten pribadi saja. Tanpa Kevin sadari, ia mulai bergantung pada asisten pribadinya itu.
Kevin pikir, selama bersama dengan Safira setiap hari, itu sudah cukup. Namun, siapa sangka kisahnya tidak berjalan sesuai rencana.
Akankah Kevin berhasil mendapatkan hati Safira? Mengingat sikap Kevin yang selalu seenaknya sendiri padanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meyda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 23
"Jala—ng itu, apa yang dia masukkan ke dalam minumanku?" Kevin berjalan dengan sempoyongan.
Tatapannya lurus ke depan mengikuti kemana Kiara pergi.
Sialnya, calon adik iparnya yang gagal itu malah masuk ke dalam kamar Vip yang ada di klub.
"Gadis nakal itu. Apa Safira tidak mengawasinya. Kenapa malah membebaskannya begini?" Kevin merogoh ponselnya untuk menghubungi manager klub.
Tak lama, manager klub datang menghampiri Kevin. Dengan nafas naik turun, pria itu berdiri menunduk tak berani menatapnya.
"Siapa pemilik kamar ini?" tanya Kevin menunjuk pintu yang berada di depannya.
"Saya tidak bisa memberitahu anda, Tuan. Ini privasi," jawab pria itu.
Kevin terkekeh sinis. "Privasi katamu? Adikku ada di dalam sana dan kamu bilang privasi, hah?!" bentaknya.
Manager klub meneguk kasar ludahnya. Keringat sebesar biji jagung menetes keluar. Jika dulu ada Sean yang mengancamnya, sekarang ada adiknya yang sama-sama menyebalkan.
"Tuli? Mau dipecat?"
"Saya mohon, saya tidak bisa—" belum selesai ia bicara. Kevin sudah menarik kerah kemejanya lebih dulu.
Menatapnya tajam, seakan-akan manager klub adalah mangsa yang siap Kevin lahap kapan saja.
"Suruh anak buahmu membukanya atau kamu mau kejadian seperti dulu terulang lagi?" Kevin menyeringai.
Ia masih ingat dengan jelas dulu Sean pernah membuat pria yang ada di hadapannya ini hampir menjadi gembel.
Kalau bukan karena kebaikan Sean, mungkin sekarang dia sudah menjadi gelandangan di luar sana.
"B—baiklah, saya akan meminta anak buah saya untuk membawa kuncinya. Tapi saya harap anda bersabar sebentar," ucapnya dengan nada ketakutan.
"Hmm. Cepatlah. Karena aku benci menunggu." Kevin mendorong kasar manager klub. Membiarkan pria itu pergi begitu saja.
•••
Di dalam kamar, Kiara duduk di sofa yang tidak jauh dari tempat tidur. Lampu redup dan sedikit remang-remang membuatnya sedikit merinding.
Ini pertama kalinya Kiara datang ke tempat seperti ini.
Jika Safira tahu, mungkin Safira bisa memecatnya sebagai adik dan mengusirnya dari rumah.
"Kak, apa masih lama?" tanya Kiara pada pria yang sedang duduk di sampingnya.
Pria yang diketahui bernama Bram itu terlihat santai. Lalu menoleh ke arah Kiara. "Udah nggak sabar? Dia ada di kamar mandi." Bram menunjuk ruangan yang berada di sudut kamar.
Sementara tangan kanannya sudah menggagahi paha mulus dengan rok span di atas lutut milik Kiara.
"Kamar mandi? Maksud kakak?" gugup, itulah yang Kiara rasakan. Mendapat tawaran menggiurkan, membuat pendirian Kiara goyah.
Awalnya, Kiara hanya coba-coba. Tapi Kiara malah ketagihan. Pertemuannya dengan Bram hanya satu kebetulan belaka.
Siapa yang menyangka jika kedekatan mereka selama ini membuat Kiara jatuh cinta pada sosok Bram.
Kiara pikir, dia hanya berdua saja dengan Bram. Namun nyatanya, Bram bersama orang lain.
Klik!
Tak lama, pintu kamar mandi terbuka. Keluarlah seseorang yang Bram katakan ada di dalam tadi.
"Aku sudah membawanya," sahut Bram sembari menyesap satu batang rokok. Ia lalu bangkit dan menghampiri pria itu. "Masih perawan," bisiknya.
"Yakin?" tanyanya, menatap Kiara dari atas ke bawah. Kondisi ruangan yang sedikit gelap membuat Kiara tidak bisa melihat jelas pria itu.
"Kok suaranya nggak asing ya," batin Kiara.
Kiara ingin sekali keluar dari tempat ini, tapi semua sudah terlanjur. Ia harus menyelesaikan semuanya dan segera pulang.
"Kak, bisa dipercepat nggak? Aku harus buru-buru pulang," pinta Kiara. Gadis polos ini tidak tahu kalau dirinya sedang dalam bahaya.
"See, lihat sendiri kan. Dia bahkan nggak tahu kamu mau ngapain dia." Bram menahan tawanya. "Sekarang aku serahkan gadis ini padamu. Jangan lupa transfer ke rekeningku. Oke?"
Pria itu mengangguk. Merogoh ponselnya dan tak lama menunjukkannya pada Bram.
"Cukup?"
Bram mengacungkan jempol. Ia bergegas keluar dari sana. Meninggalkan mereka berdua.
Di luar, Bram tanpa sengaja melihat Kevin yang berdiri tak jauh darinya dengan wajah tertunduk ke bawah. Bram jelas tahu siapa Kevin.
Sekali membuat gara-gara dengan Kevin, tak hanya dirinya yang hancur bahkan keluarganya.
"Mampus, ngapain si Kevin kesini?" Ia cepat-cepat menutup pintunya dan kabur dari sana.
"Kak Bram, tunggu!" Kiara berteriak, ingin mengejar Bram. Namun, pria langkahnya sudah lebih dulu tertahan.
"Aku sudah membeli kamu darinya. Jadi, malam ini kamu milikku," sahut pria itu menarik Kiara dan mendudukkan di pangkuannya.
"Milik kamu? Nggak! Aku kesini karena kak Bram. Kalau dia nggak ada, lebih baik aku mph...!" bibir Kiara dibungkam begitu saja tanpa diizinkan mengeluarkan kalimat protes.
Kedua bola matanya membulat sempurna saat tahu, siapa pria yang ada di hadapannya. "Kak Ryan?" gumamnya.
Ryan mengernyit. Cepat-cepat ia menjauh dan menjaga jarak dari gadis itu. "Kiara?! Apa yang kamu—"
Ceklek!
Tak hanya mereka berdua yang terkejut. Bahkan kini dua pasang mata yang melihat keduanya juga tak kalah terkejutnya.
"Apa yang kalian lakukan?!" pekik Safira menutup mulutnya tak percaya.
kok udah end aja????????
tetap semangat jangan patah semangat!! 🤗