NovelToon NovelToon
Inspace

Inspace

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Percintaan Konglomerat / Diam-Diam Cinta
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: camey smith

Dalam keheningan hidup yang terasa hampa, Thomas menemukan pelariannya dalam pekerjaan. Setiap hari menjadi serangkaian tugas yang harus diselesaikan, sebuah upaya untuk mengisi kekosongan yang menganga dalam dirinya. Namun, takdir memiliki rencana lain untuknya. Tanpa peringatan, ia dihadapkan pada sebuah perubahan yang tak terduga: pernikahan dengan Cecilia, seorang wanita misterius yang belum pernah ia temui sebelumnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon camey smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

A Coincidence

Pagi itu, ketika cahaya matahari pertama menyelinap masuk melalui celah tirai, Thomas terbangun dari tidurnya. Ia merasa kehangatan di sampingnya telah menghilang, dan ketika ia membuka matanya, ia mendapati bahwa Cecilia sudah tidak ada di sampingnya. Kamar itu terasa lebih luas dan sepi tanpa kehadirannya.

Thomas duduk di tepi tempat tidur, mengusap matanya yang masih berat. Ia memandang sekeliling, mencari tanda-tanda keberadaan Cecilia. Pakaian yang mereka kenakan malam sebelumnya rapi terlipat di kursi, dan aroma kopi yang baru diseduh mulai menyebar dari dapur, menggantikan kesunyian dengan harapan. Ia mendengar suara Cecilia dan Margareta yang sedang sibuk menyiapkan sarapan, terlibat dalam percakapan yang akrab dan dan juga tawa dari keduanya.

Thomas bangkit dari kasur dan berniat untuk turun menemui mereka. Tapi matanya tertuju pada dinding di ujung sana. Thomas yang awalnya berniat untuk segera bergabung dengan Cecilia dan Margareta, terhenti oleh pemandangan yang tidak terduga. Di dinding kamar, terpampang berbagai macam kartu undangan yang menarik perhatiannya. Mereka berwarna-warni dan beragam desain dan ukuran.

Dengan langkah yang lebih pelan, ia mendekati dinding tersebut, tangannya menyentuh salah satu kartu undangan yang tampak lebih mencolok dari yang lain. Thomas merasakan detak jantungnya berdebar sedikit lebih cepat saat jari-jarinya menyentuh kartu undangan yang menonjol itu.

Hiasan bunga mawar yang indah menghiasi tepi kartu, dan dengan huruf-huruf elegan, terukir inisial nama “C❤️F”. Sejenak, rasa penasaran menguasai pikirannya, bertanya-tanya tentang kisah di balik nama-nama tersebut.

Dengan lembut, ia melepaskan kartu itu dari dinding, membalikkannya untuk mencari petunjuk lebih lanjut, namun tidak ada penjelasan lebih jauh. Thomas merenung, apakah F adalah teman lama atau mungkin bagian dari kenangan yang Cecilia simpan dalam hatinya.

Thomas melihat ada sesuatu di balik tumpukan buku, dengan rasa penasaran yang masih bersarang dia pun mengambilnya. Thomas memegang foto yang lusuh dengan hati-hati, kertas itu tampak terkena siraman kopi dan juga bekas terbakar di beberapa titik tepiannya. Thomas memperhatikan setiap detail yang bisa memberinya petunjuk tentang pria asing yang berdiri di samping Cecilia. Wajah Cecilia tampak ceria, dan pria itu—dengan senyum yang lebar dan mata yang bersinar—sepertinya memiliki tempat khusus dalam kenangan Cecilia.

Dengan rasa ingin tahu yang mendalam, Thomas memanggil Cecilia ke kamar. “Cecilia?” berkali-kali Thomas memanggil tapi Cecilia tidak nampak ataupun sekedar menyahut.

Thomas dengan rasa penasaran yang memuncak, berjalan cepat menuju dapur. Namun, ketika ia sampai, dapur itu sunyi; tidak ada tanda-tanda Cecilia atau Margareta. Hanya aroma kopi yang masih tersisa di udara dan panci-panci yang telah dingin di atas kompor.

“Margareta? Cecilia?” panggilnya lagi, suaranya bergema di dinding-dinding rumah yang sepi. Tidak ada jawaban. Thomas mulai merasakan kegelisahan yang tumbuh di dalam dadanya. Ia melangkah keluar dari dapur, memeriksa setiap ruangan, namun setiap sudut rumah itu tampak kosong dan hening.

Akhirnya, ia menemukan sebuah catatan di meja ruang makan, tertulis dengan tulisan tangan “Tommy, Ibu pergi ke toko jahit dan aku pergi ke pasar untuk mengambil beberapa bahan segar. Kami akan segera kembali.. - C.”

Dengan langkah yang masih diliputi rasa penasaran, Thomas melangkah kembali ke dalam kamar. Pikirannya terpaku pada teka-teki yang mengharapkan jawaban. Thomas menatap ponselnya yang tergeletak di atas meja samping tempat tidur. Layar berkedip-kedip menunjukkan nama “Mateo” dan jumlah panggilan tak terjawab yang terus bertambah. Dalam hatinya, Thomas sudah tahu topik yang akan dibahas Mateo—sesuatu yang mungkin penting, namun pada saat ini, dia memilih untuk menunda. Ada sesuatu yang lebih mendesak yang memerlukan perhatiannya.

Ia memutuskan, sudah saatnya untuk pergi mandi. Perlahan, ia melepaskan pakaian yang menempel di kulitnya, merasakan setiap serat kain yang terlepas. Kakinya yang terkilir, yang sempat membuatnya merasa tak berdaya, kini telah menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Ada rasa lega yang mengalir bersamaan dengan peningkatan kekuatan pada otot-otot yang sempat terluka.

Thomas memasuki kamar mandi, menutup pintu di belakangnya dengan lembut. Air mengalir dari keran, dan uap mulai memenuhi ruangan, menciptakan kabut yang menenangkan.

Setelah selesai mandi ponsel Thomas masih berdering tapi kali ini bukan dari Mateo, melainkan dari Camila. Dengan rambut yang masih basah dan pikiran yang segar, Thomas meraih ponselnya dan melihat nama “Camila” terpampang di layar. Ia segera menekan tombol hijau untuk menjawab.

“Camila, apa kabar?” sapa Thomas dengan suara yang tenang.

Di ujung sana, Camila menjawab dengan nada yang terburu-buru, “Thomas, akhirnya kamu mengangkat juga. Ada sesuatu yang penting yang perlu kita bicarakan. Bisakah kita bertemu hari ini?”

"Aku sedang berada di Meridian.” kata Thomas.

“Benarkah? Itu pasti mengejutkan,” jawab Camila dengan nada terkejut. “Apa yang membawamu ke Meridian?”

Thomas merasakan desir angin yang lembut melalui jendela terbuka, “Aku di sini untuk urusan bisnis,” jelasnya. “Tapi jangan khawatir, kita bisa mengatur video call jika itu mendesak.”

"Kebetulan macam apa ini? akujuga di Meridian." kata Camila.

"Benar sekali, Camila. Sungguh kebetulan yang luar biasa," jawab Thomas dengan rasa takjub. "Aku di sini untuk beberapa urusan, dan tidak menyangka kita bisa berada di kota yang sama secara kebetulan."

Camila tertawa ringan. "Dunia ini memang kecil, ya? Di mana tepatnya kamu berada di Meredian? Mungkin kita bisa bertemu dan membahas hal itu secara langsung."

Thomas merenung sejenak, memikirkan kemungkinan pertemuan itu. "Aku di Selatan saat ini. Bagaimana denganmu?"

"Selatan? Itu tidak jauh dari tempatku," sahut Camila dengan semangat. "Mari kita atur waktu dan tempat untuk bertemu."

Thomas merasakan rasa urgensi dalam suara Camila, dan ia tahu bahwa ini bukan sesuatu yang bisa ditunda. “Tentu, Camila. Aku akan siap dalam satu jam. Di mana kita akan bertemu?”

Mereka berdua sepakat untuk bertemu di sebuah kafe yang terletak di tengah-tengah kedua lokasi mereka, tempat yang nyaman untuk percakapan yang katanya penting. Thomas merasa lega dan bersemangat, menantikan pertemuan yang tidak terduga ini dengan Camila.

1
Leo6urlss
Camila bener bener lu yeeee 🤣🤣
Leo6urlss
Wkwk andai menikah semudah itu pasti gw udh punya anak 5
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!