NovelToon NovelToon
Penyesalan Anak Dan Suami

Penyesalan Anak Dan Suami

Status: tamat
Genre:Tamat / Keluarga / Penyesalan Suami
Popularitas:4.7M
Nilai: 4.9
Nama Author: D'wie

Sikap anak dan suami yang begitu tak acuh padanya membuat Aliyah menelan pahit getir segalanya seorang diri. Anak pertamanya seorang yang keras kepala dan pembangkang. Sedangkan suaminya, masa bodoh dan selalu protes dengan Aliyah yang tak pernah sempat mengurus dirinya sendiri karena terlalu fokus pada rumah tangga dan ketiga anaknya. Hingga suatu hari, kenyataan menampar mereka di detik-detik terakhir.

Akankah penyesalan anak dan suami itu dapat mengembalikan segalanya yang telah terlewatkan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PAS 23

Sekeluarnya dari ruangan dokter, Amar langsung menuju ruangan dimana Aliyah mendapatkan perawatan intensif. Ia duduk di kursi di samping brankar. Berbagai alat medis saling terhubung di tubuh sang istri. Digenggamnya tangan Aliyah, perlahan, tangis Amar pun pecah. Air matanya berderai membayangkan segala kesakitan yang ia beri pada istrinya selama ini.

"Al, maafkan aku. Maafkan aku, maafkan aku, maafkan aku," lirihnya seraya terisak.

Tak pernah terpikirkan olehnya selama ini betapa ia telah membuat wanita yang ia persunting belasan tahun yang lalu tersiksa lahir dan batin. Amar sadar, dirinya benar-benar suami yang dzalim. Tak pernah sekalipun ia memikirkan perasaan sang istri yang selalu ia salahkan atas segala sesuatu.

Sikapnya yang merasa paling benar, harus paling dihormati, kasar, ketus, tak ingin dibantah, yang merasa paling lelah, menganggap tugas seorang istri itu hanya bersantai saja, tidak melelahkan seperti pekerjaannya. Amar selalu menyepelekan tugas Aliyah sebagai seorang istri sekaligus ibu. Tak pernah sekalipun Amar mencoba meringankan pekerjaan sang istri meski di kala senggang. Yang ada ia hanya bisa memerintah ini dan itu, tanpa memikirkan kalau istrinya itu kelelahan.

Bahkan di kala sakit pun Aliyah tetap harus mengerjakan segala pekerjaannya. Amar menganggap itu memang tugas seorang istri, termasuk mengurus anak-anaknya. Padahal, tugas mengurus anak itu bukan hanya tugas seorang istri, melainkan ayahnya juga. Suami istri saling bahu membahu mengurus rumah tangga berikut anak-anak. Bukan melulu semua diserahkan pada sang istri.

Tapi dengan angkuhnya, Amar mengatakan itu memang tugas Aliyah. Ia sudah cukup lelah mencari uang, jadi jadi tugas Aliyah lah yang mengurus segala te tek bengek dalam rumah tangga tanpa mau tahu menahu segala kesulitan yang mendera sang istri. Bila ada yang kurang menurut kacamatanya, maka Amar akan marah. Menuding istrinya tak becus. Padahal dirinya lah selaku kepala keluarga yang tak becus mengurus anak-anaknya. Ah, betapa dzalimnya Amar selama ini.

"Al, bangunlah! Kau boleh pukul aku, jambak aku, tampar, apapun yang ingin kau lakukan aku akan terima, tapi aku mohon ... bangunlah. Bangunlah, Sayang. Aku mohon, maafkan aku. Bangunlah. Jangan siksa aku seperti ini. Dan jangan juga pergi dariku. Aku tahu aku salah. Aku jahat. Aku kejam. Aku dzalim. Aku sadar kalau diriku tak pantas dimaafkan, tapi ... Aku akan terus mengucapkan permohonan maaf. Bila perlu, setiap hari seumur hidupku aku akan mengatakannya asalkan kau kembali. Jangan pergi. Jangan tinggalkan aku. Aku mohon," melas Amar dengan derai air mata yang mengalir di pipi kanan dan kirinya.

Amar terus melontarkan permohonan maaf. Entah berapa lama laki-laki itu menangis lirih di samping sang istri. Hingga tanpa sadar laki-laki itu terpejam.

Tak ada pergerakan apapun dari sesosok perempuan yang terbaring di sampingnya. Aliyah seakan menjelma menjadi putri tidur. Tidurnya terlampau lelap hingga tidak merespon Amar sama sekali.

***

Adzan subuh berkumandang. Terdengar jelas dari musholla yang tak jauh dari kamar dimana Aliyah dirawat. Amar menggeliat. Ia perlahan membuka mata dan menguceknya. Diperhatikannya wajah wanita yang telah belasan tahun mendampinginya. Tak ada perubahan. Meskipun terlihat pucat, tapi tetap nampak cantik.

Sungguh Amar merasa dirinya sangat bodoh. Bagaimana ia menyia-nyiakan istri sesempurna Aliyah demi wanita lain yang belum tentu bisa menjadi seperti istrinya. Padahal kalau dipikir, apa yang tidak dimiliki sang istri? Ia yakin, apa yang dimiliki wanita lain pun juga dimiliki istrinya. Sebaliknya, apa yang dimiliki istrinya belum tentu dimiliki wanita lain.

Aliyah begitu sempurna. Ia istri yang Sholehah, lembut, dan berbakti. Ia juga sebenarnya sangat cantik. Mungkin efek kelelahan dan keuangan yang tidak memadai membuat penampilannya tidak secantik wanita di luar yang hanya fokus pada diri sendiri. Berbeda dengan Aliyah yang memiliki banyak pertimbangan.

Seorang ibu, rela terlihat berantakan, rela mengikat perut, rela lelah dan kurang tidur, rela kehilangan kesenangannya hanya demi membahagiakan anak-anaknya. Begitu pula dengan Aliyah. Ia rela menahan keinginannya untuk membeli bedak dan lipstik agar tampil cantik. Ia rela lingkar matanya tampak hitam karena begadang saat anak-anaknya menangis di tengah malam. Ia rela menahan lapar saat anaknya ingin di gendong atau ingin makan yang enak. Begitulah perjuangan seorang istri sekaligus seorang ibu, tapi sayang banyak tidak disadari laki-laki yang bergelar sebagai seorang suami. Mereka selalu menganggap sepele perjuangan dan pengorbanan sang istri.

Amar berdiri. Ia mengecup dahi sang istri yang tidak sedingin saat sebelum dibawa ke rumah sakit. Kemudian ia berbisik lirih, "Mas sholat dulu ya, Sayang. Sudah lama Mas tidak menghadap sang pemilik raga ini. Sebenarnya Mas malu sebab selama ini Mas terlalu abai akan kewajiban Mas sebagai seorang hamba. Tapi di saat seperti ini, Mas baru mengingat-Nya. Tapi dengan menekan rasa malu, Mas ingin menghadap-Nya dan memohon agar Ia mengembalikan mu pada Mas."

Setelah mengucapkan itu, Amar kembali mengecup dahi Aliyah. Kemudian ia melangkahkan kakinya keluar. Untuk pertama kalinya, setelah sekian lama abai, Amar ingin menghadap sang pencipta dan memohon agar istrinya diberikan kesembuhan. Memohon agar dirinya diberikan kesempatan untuk menebus segala salah dan dosanya.

Di dalam mushola, Amar berdoa dengan khusyuk. Bahkan air matanya terus berlinang menandakan betapa doa yang ia panjatkan begitu tulus keluar dari dalam hatinya.

Setelah menyelesaikan kewajibannya, Amar kembali lagi ke kamar. Di saat bersamaan ada seorang suster yang sedang menggantikan cairan infus sang istri.

"Apa belum ada tanda-tanda kalau istri saya akan bangun, Sus?" tanya Amar setelah suster tersebut menyelesaikan tugasnya.

Suster tersebut menghela nafasnya, lalu menggeleng.

"Terus saja berdoa, Pak. Insyaallah doa yang tulus akan diijabah oleh Allah SWT."

Amar menundukkan kepalanya sembari tersenyum miris. Berharap doa-doanya benar dikabulkan.

...***...

Kini Amar sedang dalam perjalanan pulang ke rumah. Setelah menemui sang istri, ia menyempatkan menitipkan Aliyah pada suster yang berjaga. Ia harus ingat, ada anak-anaknya yang masih membutuhkannya. Tidak mungkin ia menyerahkan segala keperluan Gaffi dan Amri pada Nana. Mau bagaimanapun, Nana pun masih termasuk anak-anak. Ia belum sepantasnya dibebankan mengurus adik-adiknya yang masih kecil.

Setibanya di pekarangan rumah, Amar langsung disambut dengan tangisan Amri. Amar pun bergegas turun dari dalam mobil dan mengeluarkan kunci cadangan rumah mereka. Setelah pintu terbuka, Amar langsung disambut penampakan Nana yang sangat kacau sambil menggendong Amri. Entah sudah berapa lama anak gadisnya itu menggendong Amri, tapi dari lingkar matanya, Amar bisa menebak kalau itu sudah berlangsung cukup lama.

Amar pun gegas mengulurkan tangan untuk menyambut Amri. Tapi anak bungsunya itu menggeleng. Yang keluar dari bibirnya hanyalah ibu, ibu, dan ibu. Betapa berdosanya dirinya selama ini. Seluruh tugas mengurus anak-anaknya ia serahkan pada Aliyah hingga membuat anak laki-lakinya itu tidak begitu dekat dengannya.

Setelah perjuangan hampir 30 menit, akhirnya Amri kembali tertidur.

Beberapa waktu kemudian, tampak Nana telah keluar dari dalam kamar dengan mencangklong tasnya di pundak. Lalu ia mendudukkan dirinya di seberang sang ayah yang sudah menghidangkan nasi uduk yang dibelinya tak jauh dari rumah tadi.

"Yah, ayah kenapa sih nyuruh nenek sihir itu kemari?" tanya Nana tiba-tiba. Nana memang tipe gadis yang ceplas-ceplos hingga Amar pun tak lagi aneh mendengarnya.

"Nenek sihir? Siapa?" tanya Amar bingung.

"Nggak usah pura-pura nggak tahu deh, Yah. Siapa lagi coba kalau bukan rekan kerja ayah yang bermuka seribu itu. Aku yakin, kemarin saat aku telepon terus nomor ayah sibuk terus itu pasti nenek sihir itu yang udah duluan telepon ayah. Dia pasti ngadu yang enggak-enggak ke ayah, iya kan?" cerocos Nana membuat Amar seketika tersedak karena tebakan sang anak yang begitu tepat.

...***...

...HAPPY READING ❤️❤️❤️...

1
Mirani Rani
Lumayan
Mirani Rani
Luar biasa
Husnul Khalifah
baru baca pala udah puyeng apalagi kalo ada di posisi aliyah
Yovita Vita
gak seru,polisinya polisi india
Yovita Vita
pasti si penjahat budi
Yovita Vita
ayahnya amar yg datang
Yovita Vita
budibyg mukul amar
Yovita Vita
dasat nafisa sundal
Yovita Vita
aliyah😭😭😭
Yovita Vita
alaram yg berbunyi di ponsel aliyah
Yovita Vita
amar dn fisa kakak beradik
Yovita Vita
baru tau rasa,amar laki brengsrk
Vivi Abdi Aza
Luar biasa
Vivi Abdi Aza
Lumayan
Yovita Vita
gk tega q,Ikutan 😭😭
CikCintania
perkara paling menakutkn di dunia kehilangan org paling d sayang.. 😭😭
CikCintania
lah kenapa xpenjarakn saja.. nanti d luar makin teruk pula🤭🤭
CikCintania
Ayok adik beradik kali🤭🤭
Yovita Vita
batu baca bab 1 udh mancing emosi
CikCintania
Didikn Bundanya sdh betul anaknya sendiri yg maw jadi setan ..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!