NovelToon NovelToon
JAYABAYA : Perjalanan Menjadi Sang Legenda

JAYABAYA : Perjalanan Menjadi Sang Legenda

Status: tamat
Genre:Action / Tamat / Fantasi Timur / Dan budidaya abadi / Epik Petualangan / Perperangan / Ahli Bela Diri Kuno
Popularitas:1.8M
Nilai: 4.9
Nama Author: Ebez

Seri Ketiga Babat Negeri Leluhur. Sebelum mulai membaca, di sarankan untuk lebih dulu membaca Babat Negeri Leluhur dan Kembalinya Pendekar Pedang Naga Api.



Sebuah petaka terjadi di Istana Daha kala satu-satunya putra Prabu Bameswara yang baru berusia 7 purnama di culik dari istana. Ini membuat seluruh Kerajaan Panjalu gempar dan para prajurit pun dikerahkan untuk menemukannya tapi sang pangeran kecil itu seperti menghilang di telan bumi.


18 tahun kemudian, dunia persilatan Tanah Jawadwipa dikejutkan dengan munculnya seorang pendekar muda yang memiliki ilmu kanuragan tinggi dan sanggup menegakkan keadilan. Sepak terjangnya begitu mengagumkan hingga namanya menjadi salah satu pendekar muda berilmu tinggi yang di segani. Keberhasilan nya menumpas Gerombolan Gagak Hitam, membuat dia bertemu dengan Prabu Bameswara.


Siapakah dia sebenarnya? Ikuti perjalanan sang pemuda dalam mencari jati dirinya yang sebenarnya dalam cerita JAYABAYA : Perjalanan Menjadi Sang Leg

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ebez, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pakuwon Weleri

Gendol langsung pucat seketika mendengar suara orang yang baru saja menghajarnya habis-habisan ini. Naluri nya untuk bertahan hidup seketika itu juga mengingatkan nya bahwa nyawa nya bisa melayang kapan saja bila masih ngeyel untuk menghadapi Jaka Umbaran.

"A-aku ti-tidak berani...

A-aku menyerah.. I-iya aku menyerah. Ampuni nyawa ku pendekar, ampuni nyawaku..", Gendol langsung bersujud di hadapan Jaka Umbaran. Dia benar-benar pasrah dengan nasib yang akan di alaminya.

Kalau Gendol sudah lebih dulu sadar diri dengan kekuatan yang dimiliki oleh Jaka Umbaran, lain halnya dengan Ki Bengkong. Lelaki tua bertubuh bungkuk itu langsung meludahi punggung Gendol yang sedang bersujud di tanah.

Phhuuuiiiiiihhhhh...

"Memalukan sekali kau, Gendol..

Aku Ki Bengkong lebih baik mati daripada harus bersujud kepada bocah keparat ini. Hei bocah sinting, aku masih belum kalah. Ayo kita lanjutkan pertarungan kita", ujar Ki Bengkong sambil menepuk dadanya seolah menantang Jaka Umbaran untuk menghajarnya.

"Tua bangka tak tahu diri...

Kau memang sudah saatnya meninggalkan dunia fana ini..", jawab Jaka Umbaran yang mulai kesal dengan sikap keras kepala Ki Bengkong.

Mendengar itu, Ki Bengkong langsung mengerahkan seluruh tenaga dalam nya. Kedua tangan nya segera bersilangan di depan dada, lalu merentang lebar ke kiri dan kanan tubuhnya dan kemudian menangkup di depan dada nya. Cahaya merah menyala bergulung cepat di kedua lengan lelaki tua bertubuh bungkuk itu lalu mengumpul di telapak tangannya. Rupanya dia ingin mengeluarkan Ajian Cadas Ngampar yang merupakan ajian pamungkas milik nya.

"Mampus kau bocah keparat!!!

Hiiyyyyyyyaaaaaaaaaaaaaat.....!!!!", teriak lantang Ki Bengkong sambil menghantamkan tapak tangan kanan nya ke arah Jaka Umbaran.

Shhhhiiiiiiuuuuttthh....

Tepat sesaat sebelum cahaya merah menyala berhawa panas itu menghantam tubuh Jaka Umbaran, pemuda tampan itu segera menghirup udara dalam-dalam sambil memejamkan mata. Begitu membuka mata, manik mata nya berubah menjadi kuning keemasan.

Blllaaammmmmmmm!!!!

Ledakan keras itu terdengar hingga jarak ratusan depa. Sadewa, Permadi dan Locana yang sedang mencari tempat pertarungan, langsung saling berpandangan.

"Itu pasti tempat paman guru bertarung. Ayo kita ke sana, guru, paman guru", ucap Permadi seketika. Locana mengangguk setuju dan Sadewa pun juga sependapat. Ketiganya langsung melesat cepat kearah sumber suara itu berasal.

Ki Bengkong menyeringai lebar menatap ke arah kepulan asap tebal yang menutupi seluruh tempat Jaka Umbaran berada. Namun itu tidak berlangsung lama. Dalam kepulan asap tebal itu, ia dapat melihat jelas bahwa ada sesosok bayangan yang sedang berdiri tegak di dalam nya.

"Setan alas!! Rupanya kau masih bisa berdiri juga ya.. Baiklah kalau begitu, aku akan menghancurkan mayat mu hingga keluarga mu pun tak bisa mengenali lagi!!", teriak Ki Bengkong sambil kembali menghantamkan tapak tangan nya bertubi-tubi kearah bayangan di dalam kepulan asap tebal itu.

Whhhuuuggghhhh whhhuuuggghhhh whhhuuutthh...

Blllaaaaaarrr blllaaaaaarrr blllaaammmmmmmm!!!

Tiga ledakan keras beruntun terdengar. Asap tebal yang menutupi seluruh tempat itu kembali menebal dan membumbung tinggi ke udara. Ki Bengkong yang hendak menyombongkan dirinya sebagai pendekar hebat, tersentak ketika melihat Jaka Umbaran berjalan keluar dari kepulan asap tebal itu.

"Sudah cukup aku bersabar.. Sekarang giliran ku untuk menyerang", ucap Jaka Umbaran segera. Dia dengan cepat mengibaskan jemari tangannya. Seberkas cahaya putih kebiruan kecil dengan cepat melesat ke arah dada Ki Bengkong. Saking cepatnya, Ki Bengkong sampai tak sempat lagi menghindar kala cahaya putih kebiruan itu menghajar dada kirinya tembus ke punggung.

Saat dia menoleh ke bawah, tiba-tiba saja ada darah segar yang muncrat keluar dari luka sebesar biji nangka di dada kiri nya. Rasa dingin mulai dia rasakan. Sesaat kemudian dia roboh ke tanah. Perlahan di bawah tubuhnya, darah segar menggenang. Dia tewas bersimbah darah.

Saat yang bersamaan, Sadewa, Permadi dan Locana datang ke tempat itu. Ketiganya langsung melihat bekas-bekas pertarungan sengit di sekitar tapal batas barat Kota Kadipaten Kembang Kuning. Di tambah lagi, ada seorang lelaki bertubuh tinggi besar yang masih bersujud di tanah. Sedangkan tak jauh dari lelaki bertubuh besar itu, Jaka Umbaran perlahan berdiri di samping sesosok mayat lelaki tua.

"Kakang Umbaran, kau baik-baik saja?", tanya Locana segera.

"Tumben kau mengkhawatirkan keselamatan ku, Adhi Locana. Makan apa kau baru saja?", ucap Jaka Umbaran sambil tersenyum tipis.

"Aih Kakang Umbaran ini bisa-bisanya bercanda di saat genting seperti ini..

Adik seperguruan mu ini selalu mengkhawatirkan keselamatan mu. Kau saja yang selalu salah paham dengan apa yang ku lakukan", ujar Locana sambil menggaruk kepalanya yang terasa gatal tiba-tiba.

Hahahaha...

Terdengar suara tawa lepas dari mulut Jaka Umbaran, Sadewa dan Permadi melihat sikap Locana yang seperti itu. Memang sejak mengetahui bahwa Jaka Umbaran jauh lebih kuat daripada perkiraan sebelumnya, pria bertubuh gempal itu langsung menghormati pemuda yang usianya lebih pantas disebut dengan adik ini.

"Lantas bagaimana dengan nasib si tinggi besar ini Kakang?

Apa perlu kita cincang dia agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari?", Locana menunjuk ke arah Gendol yang ketakutan setengah mati sambil bersujud di tanah tanpa berani mengangkat kepalanya. Saking takutnya, si pendekar bergigi jarang dan besar-besar itu mengompol di celananya.

"Ampuni nyawa ku, Kanjeng Majikan Ndoro Pendekar. Aku kapok jadi antek bangsawan lagi. Tolong ampuni nyawa ku. Kalau kau melepaskan nyawa ku, aku bersumpah setia akan menjadi pengikut mu", ujar Gendol dengan penuh harapan.

Hemmmmmmm...

Jaka Umbaran nampak terdiam sebentar mendengar kata-kata Gendol. Sadewa pun segera mendekati nya.

"Sudah ampuni saja dia Kakang..

Kalau dia mau jadi pengalasan (pesuruh pribadi) mu, lumayan kau punya pengikut setia yang bisa kau suruh angkat beban berat", bisik Sadewa segera.

"Baiklah..

Aku ampuni nyawa mu, heh si tinggi besar. Siapa nama mu?", Jaka Umbaran menatap ke arah Gendol yang masih bersujud di tanah.

"Hamba Gendol, Kanjeng Majikan Ndoro Pendekar...", jawab Gendol yang terlihat lega mendengar pengampunan dari Jaka Umbaran.

"Baik Gendol, kau boleh menjadi pengikut ku. Tapi jika sampai kau berani mengkhianati kepercayaan ku, aku tidak akan segan untuk mencabut nyawa mu.

Sekarang bangun, jangan bersujud kepada ku seperti ayam ketakutan begitu", ujar Jaka Umbaran segera. Mendengar perintah itu, Gendol langsung bangkit dan menghormat pada Jaka Umbaran.

"Terimakasih atas kesempatan nya, Kanjeng Majikan Ndoro Pendekar. Gendol janji, tidak akan berkhianat dan patuh pada perintah Kanjeng Majikan Ndoro Pendekar", janji Gendol sembari tersenyum memamerkan gigi nya yang jarang-jarang.

"Iya-iya, aku percaya padamu.

Sekarang kau cuci dulu celana mu. Bau pesing ompol mu membuat ku ingin muntah. Lekas sana..", Jaka Umbaran segera menunjuk ke arah celana pendek selutut berwarna hitam yang di kenakan Gendol. Celana pendek itu terlihat basah oleh air kencingnya.

Mendengar itu, Gendol langsung ngacir ke arah sungai kecil yang berada tak jauh dari tempat itu sementara itu Jaka Umbaran, Sadewa, Permadi dan Locana tertawa terpingkal-pingkal melihat ulah Gendol yang berlari kencang sambil membekap celananya yang basah.

Bersama Gendol, Jaka Umbaran dan para murid Perguruan Bukit Katong kembali ke istana Kadipaten Kembang Kuning. Meninggalkan mayat Ki Bengkong yang masih tergeletak bersimbah darah di tempat itu.

Sesampainya di istana, mereka langsung di papak oleh Dewi Seruni yang sedari tadi hanya mondar-mandir di depan gapura istana saking khawatirnya dengan keselamatan Jaka Umbaran.

"Kakang Umbaran, kau baik-baik saja?", tanya Dewi Seruni sembari memperhatikan kondisi tubuh pendekar muda ini.

"Seperti yang kau lihat, Gusti Putri. Aku tidak apa-apa", jawab Jaka Umbaran sembari menghormat pada Dewi Seruni.

"Syukurlah, Hyang Akarya Jagat pasti akan selalu melindungi setiap umatnya yang baik.

Lantas siapa orang ini?", Dewi Seruni menunjuk ke arah Gendol yang berdiri paling belakang.

"Panjang ceritanya..

Tapi sebaiknya kita bicara di dalam balai tamu saja. Nanti aku ceritakan semuanya", ujar Jaka Umbaran sambil tersenyum simpul. Dewi Seruni mengangguk mengerti dan mereka pun bergegas masuk ke dalam istana sebelah barat dimana balai tamu kehormatan berada.

Sesuai dengan janjinya, begitu senja menghilang di langit barat digantikan oleh malam, Dewi Seruni datang lagi ke balai tamu kehormatan. Rasa penasarannya dengan apa yang telah terjadi tadi siang, membuat putri Adipati Kembang Kuning itu jadi seperti seorang gadis remaja yang sedang di mabuk cinta. Dia rela cepat-cepat mandi di keputren, berdandan cantik secepat mungkin dan kembali mendatangi balai kehormatan hanya untuk bisa mendengar cerita dari pendekar tampan yang kini telah hadir di dalam hatinya.

"APPAAAAAAAAAAAA????!!!

Jadi si gigi jarang ini adalah orang bayaran Raden Sanjaya yang di utus mencelakai mu? Huhhhhh, kenapa tidak kau penggal saja kepalanya Kakang?", Dewi Seruni seketika mendelik kereng pada Gendol yang duduk bersila sambil menundukkan kepalanya dalam-dalam.

"Sabar, Gusti Putri... Jangan buru-buru menjatuhkan hukuman pada orang ini. Dia hanya orang suruhan. Aku sudah memberinya pelajaran dan dia juga sudah mengaku kalah. Hamba juga sudah bersedia untuk menjadikannya sebagai pengikut ku. Jadi Gusti Putri Dewi Seruni tidak perlu repot-repot untuk menghukumnya lagi", Jaka Umbaran tersenyum penuh arti.

"Huhhhhh...

Kalau sampai kau mengkhianati kepercayaan Kakang Umbaran, awas saja kau..", ancam Dewi Seruni sembari mendelik kereng pada Si Gendol.

"Tidak berani tidak berani...

Selamanya Gendol ikut Kanjeng Majikan Ndoro Pendekar Umbaran kemanapun beliau melangkah", sahut Gendol segera.

"Aku pegang kata-kata mu...

Sekarang lebih baik aku memberi pelajaran pada Raden Sanjaya. Lelaki bajingan yang sok terlihat baik itu harus menerima pembalasan yang setimpal atas perbuatannya", ujar Dewi Seruni sembari mengepalkan tangannya erat-erat. Dia sangat geram karena ada orang yang berani mengganggu Jaka Umbaran.

"Sudah cukup, Gusti Putri..

Hamba tidak ingin menambah musuh lagi. Mohon Gusti Putri bersabar. Dan biarlah masalah ini berlalu begitu saja", ujar sang pendekar muda sambil membungkuk hormat tanda permohonan.

"Tapi..."

"Kakang Umbaran benar, Gusti Putri. Kami datang ke Istana Kembang Kuning ini adalah untuk berteman dengan orang orang istana, bukan menambah musuh. Bukan kami takut dengan setiap tindak kejahatan akan tetapi kami lebih suka jika semua masalah di selesaikan dengan cara baik-baik.

Mohon Gusti Putri Dewi Seruni mengerti posisi kami sekarang", Sadewa langsung membungkuk hormat kepada Dewi Seruni. Permadi, Juwana, Locana, Surtikanti, Niluh Wuni, Sekar Kantil dan para murid Perguruan Bukit Katong pun segera ikut membungkuk pada Dewi Seruni.

"Huh baiklah..

Karena aku memandang kalian, aku akan melepaskan Raden Sanjaya kali ini. Lain kali jika aku mendapati dia berbuat jahat lagi, aku pasti tidak akan mengampuninya", ucap Dewi Seruni segera. Putri Adipati Dewanata ini benar-benar menunjukkan dirinya sebagai putri bangsawan yang tegas dan berani.

Hari dengan cepat berganti. Keesokan paginya, rombongan murid Perguruan Bukit Katong meninggalkan Istana Kadipaten Kembang Kuning setelah berpamitan pada Dewi Seruni. Sang putri terlihat tidak begitu rela melihat sang lelaki tampan pujaan hati meninggalkan tempat itu.

"Aku pasti akan mampir kemari lagi, jika lewat tempat ini, Gusti Putri", Jaka Umbaran tersenyum tipis.

"Kakang janji?", mata Dewi Seruni mulai basah oleh air mata.

"Semoga Hyang Agung memberikan kesempatan itu. Kami permisi Gusti Putri", Jaka Umbaran segera menepuk punggung kuda tunggangan nya. Kuda berwarna coklat kehitaman itupun langsung berlari kencang meninggalkan pintu gerbang Istana Kadipaten Kembang Kuning. Para murid Perguruan Bukit Katong pun segera mengikuti langkah sang pendekar muda, meninggalkan Dewi Seruni yang terus memandangi kepergian mereka dengan tatapan mata yang terus dibasahi oleh airmata.

Selepas meninggalkan tapal batas barat Kota Kadipaten Kembang Kuning, mereka terus menerus memacu kuda mereka sekencang-kencangnya melintasi jalan raya yang menghubungkan Kota Kembang Kuning ke Kota Pakuwon Weleri. Ditambah dengan kehadiran Gendol, rombongan itu bergegas menuju ke arah barat. Setelah melewati Wanua Kaliwungu, mereka terus memacu kuda mereka masing-masing seolah dikejar waktu. Debu-debu jalanan beterbangan mengiringi derap langkah kaki kuda mereka mencecah jalan raya.

Lepas tengah hari, mereka memasuki wilayah Kota Pakuwon Weleri. Melihat kuda-kuda mereka yang telah kelelahan setelah setengah hari perjalanan, Sadewa mengangkat tangan kanannya. Seluruh anggota rombongan langsung menarik tali kekang kudanya hingga rombongan itu tepat berhenti di tugu tapal batas Kota Pakuwon Weleri.

"Kita berhenti sebentar disini..

Kuda-kuda kita perlu beristirahat dan makan rumput", ujar Sadewa sang pimpinan rombongan itu segera.

Semua orang mengangguk mengerti. Busa di sudut mulut kuda memang menjadi penanda bahwa kuda mereka telah mencapai batasnya. Segera mereka turun dari atas kuda mereka masing-masing dan menuntun tunggangan nya ke rerumputan hijau yang tumbuh subur di samping sungai kecil dekat persawahan yang luas terbentang.

Seorang lelaki bertubuh kekar yang sedang ditugaskan untuk mengintai segala sesuatu yang dianggap mencurigakan, sejenak terus menatap ke arah rombongan itu sebelum perlahan meninggalkan tempat persembunyian nya menuju ke arah dalam pepohonan yang tumbuh subur di sebelah tapal batas wilayah Kota Pakuwon Weleri ini.

Setelah beberapa saat lamanya, dia mendekati seorang lelaki bertubuh kekar yang sedang rebahan di atas dedaunan pohon pisang.

"Gusti Bekel.. Bangun Gusti..

Gusti Bekel Raharja, cepat bangun..!!", ujar si prajurit itu sedikit keras menggoyangkan tubuh lelaki yang sedang rebahan ini. Pria bertubuh kekar itu segera membuka matanya.

"Ada apa? Kenapa kau ganggu istirahat ku?", tanya si lelaki bertubuh kekar yang bernama Bekel Raharja ini sembari menatap wajah prajurit itu dengan tatapan mata tidak senang.

Si prajurit itu segera menghormat sebelum berbicara,

"Ada serombongan orang berpakaian biru langit sedang beristirahat di dekat tapal batas Kota Pakuwon Weleri. Hamba curiga, jangan-jangan mereka adalah...

Anak buah Si Kalajengking Biru".

1
pak rudy
Wkwkwkwkwk...
Manggut²...
🤣🤣
Akbar
Luar biasa
andi irvan abubakar
inspiratif
atin budiatin
Luar biasa
Wan Trado
tidak adil... di wilayah tengah bukan hanya dua Perguruan ini saja kann, bagaimana dg yg lain tidak diberikan kesempatan untuk pemilihan..?? bagaimana ini Prabu.. prabu.. 🤔
Wan Trado
nambah stock selimut hidupnya prabu yaa😁
Wan Trado
tawaran yg manis..
Wan Trado
nyamar teroosss..
Wan Trado
ndak ada kata abhiseka dalam gelarnya yg panjang itu...??
Wan Trado
kenapa gurunya maharesi siwamurti tidak diundang dalam acara besar ini.. 🤔
Wan Trado
😱😱😱😱😱😱😱 ngak bisa dibayangin rasanya ituu, terbakar dalam keadaan sadar... 🥶🥶
Wan Trado
ngeri ya ngebayanginnya, dibakar hidup-hidup, demi cinta dan pengabdian.. 😱😱
Wan Trado
puluhan ribu mayat mau dikuburkan, wuiih berapa lama tuh baru selesai..
Wan Trado
eehh bikin cemburu ajaa nih si picak.. 😁
Wan Trado
wuihh gusti selir dah sepuh yaa.. 🤣🤣
Wan Trado
ndak dibekali ilmu tambahan untuk umbaran ya, biasanya kan ada aja satu ilmu yg diberikan buat si pendekar
Wan Trado
suaminya butho ijo
Wan Trado
Mapanji jayabhaya
nurul hidayat
Lumayan
nurul hidayat
Kecewa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!