JAYABAYA : Perjalanan Menjadi Sang Legenda
Jllleeeggggeeeeeeerrrrr!!!!
Jllleeeggggeeeeeeerrrrr!!!!!
Suara keras guntur menggelegar di langit membuat suasana seisi Kotaraja Daha begitu mencekam. Udara dingin bulan terakhir di penghujung tahun ini sangat menusuk tulang. Gelapnya malam bercampur dengan hujan deras yang mengguyur wilayah Kotaraja Daha semakin membuat semua orang enggan beringsut dari tempat tinggal mereka. Kotaraja Daha menjadi seperti kota mati.
Di tengah suasana hujan deras itu, dua orang sosok bayangan hitam berkelebat cepat kearah istana megah yang menjadi tempat tinggal Prabu Bameswara dan anggota keluarga nya. Sosok dua bayangan hitam ini seolah tak bisa ditembus oleh hujan deras yang terus menerus turun seolah-olah sedang tumpah dari langit.
Begitu sampai di atas tembok istana, dua sosok bayangan hitam ini berhenti. Mata keduanya segera mengedarkan pandangannya ke sekeliling istana negara ini. Setelah melihat pucuk bangunan utama dari Istana Daha, keduanya segera melesat cepat kearah tempat itu seolah terbang meskipun tanpa sayap. Mereka memang bukan manusia.
Di salah satu sudut bangunan besar yang merupakan tempat peristirahatan permaisuri raja, nampak Dyah Kirana sedang asyik menidurkan sang buah hatinya yang baru berusia 7 purnama. Bayi laki-laki yang dinamakan dengan nama Mapanji Jayabhaya ini nampak tidak tenang. Sejak tadi sore, bocah ini terus rewel. Berulang kali dia menangis meski sang ibunda telah menyusui nya seolah ingin mengatakan sesuatu.
Ooooeeekkkkk oeeeekkkkk!!
Tangis bayi Mapanji Jayabhaya kembali terdengar. Dyah Kirana segera menggendong putra laki-laki satu-satunya Prabu Bameswara ini untuk menenangkan nya.
"Cuppppppp cuppppppp...
Diam to Le.. Ibu mu ada disini loh, jangan rewel lagi ya..", bujuk Dyah Kirana sambil memasukkan ****** *********** ke mulut bayi Mapanji Jayabhaya dengan harapan dapat meredam kerewelan sang buah hati.
Dayang istana, Sundari dan Padmini yang ada di tempat itu turut bingung dengan sikap sang pangeran kecil yang begitu rewel tak seperti biasanya.
"Kog Ndoro Gusti Pangeran Jayabhaya rewel terus ya Yu? Tidak seperti biasanya, anteng dan enak momongannya", ujar Sundari pada Padmini yang lebih tua darinya. Keduanya adalah dayang istana yang bertugas melayani segala kebutuhan Dyah Kirana selaku permaisuri raja.
Prabu Bameswara mengangkat Dyah Kirana sebagai permaisuri utama setelah hanya dia yang melahirkan bayi laki-laki hingga saat ini. Memang selain Dyah Kirana, istri Prabu Bameswara alias Panji Tejo Laksono yang lain seperti Ayu Ratna, Luh Jingga, Gayatri dan Dewi Rara Kinanti semuanya melahirkan bayi perempuan. Hanya Song Zhao Meng alias Dewi Wulandari saja yang sampai saat ini masih belum melahirkan keturunan untuk sang Maharaja Panjalu.
"Mana ku tahu, Ri??
Wong biasanya kamu yang sering menggendong Ndoro Pangeran Mapanji Jayabhaya. Aku kan cuma sesekali saja to momong dia", balas Padmini setengah berbisik karena takut akan menjadi pengganggu istirahat majikan mereka.
Jllleeeggggeeeeeeerrrrr!!!
Suara keras guntur kembali terdengar. Padmini dan Sundari sampai menutup telinga mereka saking takutnya. Kilat yang menyambar begitu terang seperti hendak menerangi seluruh jagat raya terlihat mendahului bunyi keras sang guntur.
Ooooeeekkkkk oeeeekkkkk!!!
Bayi Mapanji Jayabhaya kembali menangis keras bersamaan dengan kilat yang kembali terlihat. Dari arah luar jendela, terlihat dua pasang mata merah menyala mengintip ke dalam kamar tidur Dyah Kirana. Sosok dua makhluk menyeramkan itu segera menerjang masuk ke dalam kamar.
Brruuaaaakkkkkkkh!!!
Dyah Kirana yang sedang menyusui bayi Mapanji Jayabhaya seketika melompat menjauh dari datangnya dua bayangan hitam ini.
"Setan alas!!!
Dua makhluk halus seperti kalian berani masuk ke dalam Istana Kotaraja Daha. Apa ingin dimusnahkan ha?", hardik Dyah Kirana segera.
"Ehehehehehehe...
Kami hanya suruhan. Apapun yang diperintahkan oleh junjungan kami adalah kewajiban yang harus dilakukan. Dyah Kirana, serahkan bayi itu pada ku sekarang! Jika tidak, aku tidak akan segan untuk membuat mu hidup segan mati tak mau", ucap salah seorang diantara mereka berdua.
Ya, keduanya adalah dua orang utusan dari Ratu Laut Selatan, Dewi Angin-angin yang bernama Wingit dan Kundala. Kelahiran Mapanji Jayabhaya yang sempat menggegerkan dunia siluman tempo hari membuat Dewi Angin-angin Sang Ratu Siluman Laut Selatan ingin mengangkat nya sebagai putra angkat. Dewi Angin-angin tahu, bahwa keinginan itu harus di dapatkan dengan jalan kekerasan karena tidak mungkin Prabu Bameswara akan menyerahkan putra laki-laki satu-satunya untuk dijadikan sebagai putra angkat nya.
"Setan bodoh!
Kau benar benar sudah bosan hidup rupanya", setelah berkata demikian, sambil menggendong bayi Mapanji Jayabhaya, Dyah Kirana menerjang maju ke arah Wingit dan Kundala. Putri angkat Resi Ranukumbolo dari Pertapaan Gunung Mahameru ini sudah melapisi tubuhnya dengan mantra penghancur siluman.
Whhhuuuggghhhh..
Dhhaaaassshhh dhhaaaassshhh!!
Dua serangan beruntun Dyah Kirana membuat dua makhluk halus dari Laut Selatan ini terdorong mundur. Pertarungan sengit antara mereka pun segera terjadi. Adu kepandaian ilmu beladiri, adu kekuatan dan kelincahan menghancurkan seisi ruangan ini.
Plllaaaakkkkk plllaaaakkkkk!!
Dhhaaaassshhh!!!
Wingit yang lebih unggul dalam ilmu kanuragan menoleh ke arah Kundala untuk membuat serangan bersama-sama agar memecah konsentrasi Dyah Kirana.
Dua utusan Ratu Laut Selatan ini pun melesat cepat kearah Dyah Kirana. Di tengah pergerakan, Wingit merubah gerakan tubuhnya dan langsung menyerang sisi bawah sedangkan Kundala mengincar bagian tubuh atas Dyah Kirana.
Mendapati dirinya sedang diincar dari dua arah berbeda, Dyah Kirana mundur beberapa langkah sebelum bergerak cepat menghindari dua serangan makhluk halus Laut Selatan ini. Namun begitu ia mendarat, Wingit sudah muncul di dekatnya sambil menghantam perut sang Ratu Panjalu.
Dhhaaaassshhh..
Aaauuuuggggghhhhh!!!
Dyah Kirana tersurut mundur beberapa langkah ke belakang dan bayi Mapanji Jayabhaya terlepas dari gendongan nya. Kundala langsung menyambar bayi yang masih berselimut kain biru ini. Setelah mendapatkan nya, Kundala langsung bergerak ke samping Wingit.
Tepat di saat itu, Panji Tejo Laksono datang ke kamar Dyah Kirana. Padmini yang tidak pingsan saat kedua makhluk halus itu menerjang masuk ke dalam kamar tidur Dyah Kirana, langsung berlari keluar dari tempat itu dan memberitahu Panji Tejo Laksono yang sedang menerima pisowanan Tumenggung Ludaka dan Demung Gumbreg.
"Kurang ajar kalian berdua!!
Kembalikan putra ku sekarang! Jika tidak, akan ku hancurkan kalian berdua menjadi abu!!", ucap Panji Tejo Laksono alias Prabu Bameswara dengan penuh amarah. Dada sang raja mengeluarkan cahaya kuning keemasan dan Keris Nagasasra muncul di sana. Prabu Bameswara segera menggenggam erat gagang pusaka yang sanggup membunuh makhluk halus ini.
Wingit dan Kundala saling berpandangan sejenak karena gentar dengan keampuhan Keris Nagasasra. Segera Wingit membuat keputusan sendiri dengan mengedipkan sebelah matanya ke arah Kundala. Mata Kundala langsung melebar karena tahu apa yang akan di lakukan oleh saudaranya itu.
Dengan cepat, Wingit bersedekap tangan di depan dada. Tubuhnya seketika mengembang. Semakin lama semakin besar. Kundala langsung mundur selangkah demi selangkah ke belakang.
"Hidup Gusti Ratu Laut Selatan!!!!", ucap Wingit lantang.
Dan...
Blllaaammmmmmmm!!!!
Ledakan dahsyat terdengar saat tubuh Wingit meledak. Prabu Bameswara segera mengeluarkan Ajian Tameng Waja untuk melindungi Dyah Kirana dari ledakan dahsyat ini. Seluruh kamar tidur Dyah Kirana dan separuh bangunan hancur porak poranda akibat ledakan ini. Saat Prabu Bameswara melihat ke belakang bekas ledakan dahsyat itu, Kundala telah menghilang bersama dengan bayi Mapanji Jayabhaya.
"Kangmas Prabu, Jayabhaya...", setelah berkata demikian, Dyah Kirana langsung pingsan seketika. Prabu Bameswara alias Panji Tejo Laksono langsung menoleh ke arah Padmini dan Sundari yang bersembunyi dibalik bangunan tak jauh dari tempat pertarungan.
"Kalian berdua, urus Gusti Ratu mu.. Aku akan mengejar penculik itu!!".
Panji Tejo Laksono alias Prabu Bameswara pun segera menyerahkan Dyah Kirana yang pingsan pada Padmini dan Sundari. Menggunakan Ajian Halimun nya dia mengejar Kundala yang telah kabur membawa bayi Mapanji Jayabhaya ke arah selatan.
Dalam pelarian nya membawa bayi Mapanji Jayabhaya, Kundala yang merupakan siluman terbang dengan cepat kearah barat daya karena tahu bahwa Panji Tejo Laksono alias Prabu Bameswara tidak akan membiarkannya begitu saja.
Saat hendak melintas di kaki Gunung Wilis sebelah selatan, tiba-tiba...
Shhiuuuuttthh!!
Cahaya putih kebiruan meluncur cepat kearah Kundala. Siluman ini yang tak menduga bahwa akan ada serangan ini, langsung terkena hantaman cahaya putih kebiruan ini
Blllaaaaaarrr..
Hoooaaarrrrrrggggghhhhh!!!
Tubuh Kundala langsung terpelanting ke tanah. Masih dengan menggendong bayi Mapanji Jayabhaya yang tertidur pulas karena sirep yang telah dia gunakan, Kundala langsung bangkit sambil menatap ke arah datangnya serangan cepat yang telah menjatuhkannya.
Seorang lelaki tua berjanggut putih panjang dengan tubuh kurus dan pakaian layaknya seorang pertapa, terlihat sedang berdiri di atas pucuk pohon sambil menatap tajam ke arah bayi yang sedang di gendong Kundala. Cahaya bulan purnama yang cukup terang menerangi sekitar wilayah selatan Gunung Wilis karena daerah ini tidak hujan, membuat pandangan mata lelaki tua itu jelas melihat sosok bayi yang sedang tertidur pulas ini.
"Siluman, kenapa kau membawa-bawa bayi manusia itu ha?!!
Lekas serahkan kepada ku", kakek tua itu segera mengulurkan tangannya ke arah Kundala yang perlahan terbang ke langit sehingga sejajar dengan nya.
"Manusia bau tanah!!
Jangan ikut campur urusan ku. Pergi kau dari sini. Aku tidak punya waktu berurusan dengan mu. Minggir!!!", hardik keras Kundala segera.
"Aku tidak akan ikut campur urusan dunia siluman jika kau tidak membawa bayi itu.
Kau boleh pergi setelah menyerahkan bayi itu padaku karena bayi itu bukan dari kalangan bangsa siluman", ucap kakek tua ini dengan tenang.
"Keparat bau tanah!!
Rupanya kau ingin merebut bayi ini dari ku. Jangan harap aku akan menyerahkan nya walaupun nyawa ku menjadi taruhannya", ucap Kundala sembari memamerkan gigi taringnya yang perlahan memanjang.
"Siluman bodoh, kau cari mati!!"
Sekali hentak, tubuh kakek tua berjanggut panjang itu segera melesat ke arah Kundala dan pertarungan sengit di atas udara antara mereka langsung tak dapat dihindarkan lagi.
Whuuuggghh whuuuggghh..
Dhasshhh dhasshhh dhasshhh!!
Oouuugghhhhhh!!!
Kundala langsung melengguh tertahan kala tendangan keras kaki kanan kakek tua itu telak menghantam perutnya. Tubuh siluman asal Laut Selatan ini langsung meluncur jatuh ke tanah dan menghantam bumi dengan keras. Namun Kundala belum juga mau menyerah. Siluman berwujud manusia setengah anjing laut ini hendak bergerak maju ke arah kakek tua itu namun tubuh nya tak bisa digerakkan. Dia langsung menatap tajam ke arah kakek tua yang sedang komat kamit membaca mantra. Tasbih biji genitri berwarna kecoklatan di tangan kanannya terus berputar satu persatu.
Selusin rantai yang tercipta dari untaian huruf Jawa Kuno mengikat tubuh Kundala dari berbagai penjuru. Sekuat tenaga Kundala meronta, dia tidak juga bisa melepaskan diri dari ikatan rantai ghaib ini. Malahan rantai ghaib ini semakin erat mengikat tubuhnya.
Hhoooaaaaaaaarrrrrgggghhhhh!!!
"Aku sudah baik-baik meminta mu agar menyerahkan bayi manusia itu kepada ku tapi sayang kau keras kepala. Jadi terpaksa aku harus melakukannya", ucap sang kakek tua berjanggut panjang ini sembari melayang turun ke hadapan Kundala.
"Bajingan tua bangka!!
Lepaskan aku! Ratu Laut Selatan pasti tidak akan memaafkan perbuatan mu jika kau berani membunuh ku hoooaaarrrrrrggggghhhhh!!!!", teriak Kundala sembari terus menerus meronta.
"Rupanya kau anak buah Dewi Angin-angin. Huhhhhh, bahkan ratu gusti mu itu akan berlari ketakutan jika berjumpa dengan ku. Aku ampuni nyawa mu tapi sebagai gantinya,
aku mengambil bayi manusia ini", tangan kakek tua itu segera bergerak mengambil bayi Mapanji Jayabhaya yang masih dalam gendongan tangan kiri Kundala. Hebatnya, tangan kakek tua itu mampu menembus tubuh siluman Kundala dan mengambil bayi Mapanji Jayabhaya tanpa kesulitan sama sekali.
Begitu dalam gendongan kakek tua itu, bayi Mapanji Jayabhaya menguap lebar dan terbangun dari tidurnya.
"Bocah yang tampan.. Aku akan membawa mu pulang ke tempat tinggal ku hehehehe..", ucap kakek tua berpakaian pertapa ini sambil terbang ke arah Utara. Meninggalkan Kundala yang masih terikat rantai mantra ghaib yang diciptakan nya.
Setelah cukup lama Kundala terikat pada rantai mantra ghaib ini, menjelang pagi tiba, perlahan rantai ini menghilang dengan sendirinya.
Kundala yang bebas dari belenggu rantai mantra ghaib ini segera bergegas terbang menuju ke arah selatan.
"Aku harus melaporkan hal ini pada Gusti Ratu Laut Selatan!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 213 Episodes
Comments
Wy Ky
ok
2024-06-04
0
babygirl♡
...
2024-05-31
0
babygirl♡
keren.
2024-05-31
0