Blurb :
Seseorang yang pernah hancur cenderung menyebabkan kehancuran pada orang lain.
Aku pernah mendengar kalimat itu, akan tetapi aku lupa pernah mendengarnya dari siapa. Yang jelas, aku tahu bahwa pepatah itu memang benar adanya. Aku yang pernah dihancurkan oleh rasa terhadap seseorang, kini telah menghancurkan rasa yang orang lain berikan terhadapku.
Aku sungguh menyesal karena telah membuat dia terluka. Oleh karena itu, aku menulis semua ini. Dengan harapan suatu saat dia akan membacanya dan mengetahui bahwa aku pun mempunyai perasaan yang sama.
Meskipun mungkin sudah sangat terlambat.
Hai, Lelaki yang Telah Kupatahkan Hatinya, tulisan ini untukmu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri Ghina Fithri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23. I Miss You
Aku baru bisa mewujudkan keinginanku untuk berlibur sebulan setelah pikiran itu muncul di dalam benak ini. Bukan karena apa-apa, akan tetapi memang disebabkan oleh kepadatan aktivitas saja. Kesempatan datang di saat jadwal minggu tenang mahasiswa sebelum ujian semester. Tidak ada lagi materi yang akan dibahas. Tidak ada lagi jadwal masuk ke kelas. Soal ujian pun sudah selesai kupersiapkan. Yang tersisa hanya pelaksanaannya saja.
Dang it. Aku merasa benar-benar bangga dengan apa yang bisa kukerjakan jika aku berusaha sekuat tenaga untuk menyatakan impianku. Andai saja semua hal dapat dilakukan dan dicapai dengan cara seperti itu.
Ah, for the love of God, Kqyra. Stop! Jaga pikiran kamu jangan samapi ngelantur ke mana-mana. Malu sama tahun yang udah ganti. Masa kamu masih enggak bisa move on, sih?
Okay, then. Seharusnya kita tetap berada di jalur dan membahas rencana liburanku saja.
Delapan hari penuh. Delapan hari penuh yang akan kujalani seorang diri. Hm, secara teknis memang tidak benar-benar seorang diri karena akan ada orang lain di sana, akan tetapi yang kumaksudkan di sini adalah dalam delapan hari itu aku hanya akan berkonsentrasi pada diriku sendiri, tanpa orang-orang yang kukenal dan mengenalku. Aku akan menghabiskan waktu-waktu tersebut untuk mengunjungi beberapa tempat wisata yang sudah lama ingin kukunjungi di salah satu daerah Timur Indonesia dengan tiket berangkat gratis dari Bang Rian.
Aku sudah bilang kalau aku akan membuatnya membayar soal pertunangannya, kan?
Aku berangkat pada hari sabtu setelah mendengarkan banyak pesan, saran, dan peringatan serta kalimat yang berbau-bau ancaman dari keluarga dan teman-teman soal dunia per-backpacker-an—yes, that's what I am trying to do, backpacking, aku menghabiskan enam hari mengitari tempat wisata yang rarely touch di Nusa Tenggara Barat dengan sangat-sangat-sangat puas. Bahagia. Sebulan menunggu untuk mengurus persiapan sepertinya tidak terlalu buruk. Penantian itu terbayar sudah oleh suguhan yang diberikan oleh alam semesta.
Aku menemukan seorang freelance tour guide yang lumayan bagus (menurut penilaian pertamaku ketika melihat profilnya dan cerita yang beredar) dengan bantuan seorang teman di media sosial. Namanya adalah Bang Jek. Dialah yang akan memanduku dan beberapa orang lain yang kebetulan sudah menghubunginya terlebih dahulu untuk mengunjungi tempat-tempat keren di sana.
Selama menjelajah (anggap saja begitu), aku tidak mengaktifkan ponsel dan menyembunyikan benda itu di saku terdalam ransel demi kekhidmatan perjalanan. Aku mengaktifkannya kembali setiba di penginapan. Atau saat sebelum tidur. Sebenarnya aku berniat untuk tidak menggunakannya sama sekali selama seminggu ini, akan tetapi rasanya itu tidak terlalu adil bagi keluarga dan teman-teman si rumah yang pasti juga sangat cemas. Aku juga tidak mau mereka khawatir setengah mati menunggu kabar dariku.
Setidaknya ada dua orang yang rutin mengirimiku pesan. Mimi dan Ghani. Mimi kemungkinan besar menjadi informan bagi Bang Rian dan keluarga lainnya. Mungkin dia juga nyinyir menceritakanku pada para Teletubbies karena pada hari kedua, aku mendapati sebuah pesan dari Wide.
Wide : aku udah bilang sama dia buat jangan ganggu kamu dulu, tapi kamu tahulah dimana persistennya Mimi
Wide : kadang emang susah banget menembus kepala batunya
Wide : dibilangin berulang kali masih aja gak mau dengar
Wide : apa kupingnya yang dari batu ya?
Wide : kalau gitu pantas kalau apa yang diomongin selalu mental sama dia
Wide : Sabar ya, Neng
Wide : apa mungkin insting ke-kakak-annya yang udah numbuh subur sama calon adik ipar?
Dia memasukkan emoji si kuning bulat yang sedang menutupi mulutnya.
Wide : Maklum
Wide : wkwk
Wide : gak sabar pengen dengar cerita kamu nih!
Wide : hati-hati ya Kay
Wide : Nanti ke Jkt dulu sebelum balik ke Pdg, ok?
Yeah, Mimi can be that overbearing sometimes. Apalagi setelah, hm, you know what ini. Tingkat kenyinyirannya malah semakin menjadi-jadi. Entah karena itu atau karena rata-rata pesannya hanya kubalas dengan singkat.
Mimi : Kay, di mana?
Mimi : Lagi apa? Udah mandi? Udah sarapan? Aman kan di sana?
Mimi : Hati-hati yaaaa
Mimi : Hari ini rencananya mau ke mana? Sama siapa?
Dia mulai terdengar seperti lirik lagu salah satu band itu.
Mimi : Kayyyy
Mimi : kok kamu diam sih?
Mimi : balas dongggg
Dia menambahkan emiji cemberut.
Mimi : Ada berapa orang yang bareng sama kamu nginap di sana?
Mimi : Yang nanti pergi bareng kamu siapa aja?
Mimi : Hati-hati ya, Kay, di sana
Mimi : Keluarga di sini udah kangen banget sama kamu
Mimi : maafin aku gak bisa ikut
Well, tidak ada juga yang mengajak dia.
Mimi : Udah sore gini kamu juga belum baca pesannya
Mimi : kaaaaaay
Dia menutup serentetan pesannya dengansebuah emoji yang bermuka sedih, dengan satu air mata di mata kanan.
Hadeeeh.
Dari awal, aku memang hanya ingin berlibur seorang diri. Menenangkan pikiran. Menggadangkan hati. Menikmati perjalanan, benar-benar menikmati tanpa harus memikirkan masalah lain. Dan setelah menjelaskan keadaannya kepada Papa dan Mama serta memohon-mohon pada Bang Bian dan Bang Rian, mereka akhirnya membolehkanku berangkat dengan syarat hanya untuk kali
ini saja. Ini kesempatan yang pertama untukku sekaligus yang terakhir kalinya. Padahal saat itu aku juga mencoba meyakinkan mereka kalau aku akan baik-baik saja, jadi mereka tidak usah cemas dengan menelepon atau mengirimiku pesan berlebihan. Namun, mereka sepertinya menjebakku melalui Mimi. Seharusnya waktu itu aku juga membuatnya ikut berjanji.
Meskipun demikian, aku berterima kasih karena dengan begini aku yakin bahwa orang-orang itu sangat mencintai aku.
Kalaudi satu sisi ada kenyinyiran Mimi, di sisi lain ada satu orang yang mengerti dengan tugasnya. Unlike Mimi who insisted I have to replay her gazillion texts right away, there’s Ghani, the one who had enough patient to wait. Dan, jumlah pesannya pun tak sefantastis Mimi. Dan, pesan-pesannya juga berisikan perhatian biasa yang terkesan tidak membutuhkan balasan.
Ghani : Good morning
Ghani : Jangan lupa makan ya
Ghani : Hati-hati
Dia menambahkan emoji hati di akhir pesannya.
Ghani : have a good adventure, Kay!
Ghani : Miss you
Ah.
To be continued ....
terimakasih ya kak ❤️❤️❤️❤️