Kamu pernah bilang, kenapa aku ngga mau sama kamu. Kamu aja yang ngga tau, aku mau banget sama kamu. Tapi kamu terlalu tinggi untuk aku raih.
Alexander Monoarfa jatuh cinta pada Rihana Fazira dan sempat kehilangan jejak gadis itu.
Rihana dibesarkan di panti asuhan oleh Bu Saras setelah mamanya meninggal. Karena itu dia takut menerima cinta dan perhatian Alexander yang anak konglomerat
Rihana sebenarnya adalah cucu dari keluarga Airlangga yang juga konglomerat.
Sesuatu yang buruk dulu terjadi pada orang tuanya yang ngga sengaja tidur bersama.
Terimakasih, ya sudah mampir♡♡♡
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perasaan Bersalah yang amat sangat
"Om antar pulang, ya?" ucap Papi Alexander menawarkan. Dirinya jadi kasian melihat keterdiaman Rihana.
Sekarang rombongan Alexander, istrinya dan teman teman mereke sudah ngga ada lagi. Pasti sudah pergi mengantar Aurora ke rumah sakit.
Istrinya pun reflek mendekati Aurora yang sedang bersama Alexander, putranya, karena merasa sangat khawatir.
Sepertinya Aurora mengalami cedera yang cukup parah pada lengannya.
"Saya naek taksi online aja, om," tolak Rihana merasa ngga enak hati. Juga sebenarnya ingin sendiri. Alexander sudah cukup melukainya tanpa laki laki itu sadari.
"Kenapa? Ayoh, saya sekalian mau pulang juga," kata papi Alexander sambil berdiri. Ngga ingin ditolak.
Rihana akhirnya menurut dalam diam
Papi Alexander sepertinya tau kalo Rihana sedang terluka, sehingga ngga banyak bertanya.
Akhirnya mobil Papi Alexander sampai di depan mulut gang kost Rihana.
"Kost kamu masuk, ya?" tanya Papi Alexander sambil mengamati ke dalam gang.
"Iya, Om. Om, makasih, ya," ucap Rihana sebelum turun dari mobil. Bibirnya tersenyun tipis.
"Sama sama," kata Papi Alexander dengan senyum lembutnya mengiringi kepergian Rihana.
Ada rasa kasian di hati Afif Suhendrata-Papi Alexander melihat kepergian gadis itu.
Sepanjang perjalanan, dia hanya diam saja membuat Afif Suhendrata jadi sungkan untuk bertanya. Hanya alamat gadis itu saja yang sempat dia tanyakan.
Sementara Rihana hanya bisa menghembuskan nafasnya panjang panjang begitu sampai di kamarnya. Pesan yang dikirim buat Alexander saat di mobil tadi belum juga dibaca laki laki yang mengaku masih mencintainya. Bahkan sudah melamarnya jadi istri.
Tapi laki laki itu bisa dengan mudah melupakannya. Menganggapnya ngga ada. Hanya karena adiknya terluka.
Dan semua orang mengkhawatirkannya. Bahkan mami Alexander. Adiknya memang ratunya. Mean leadnya. Sedangkan dia secondleadnya. Air mata Rihana menetes begitu saja.
*
*
*
Alexander menatap lengan Aurora ngga tega. Begitu merah. Tadi sebelum berangkat, Alexander sudah mengguyurkannya dengan air dingin .
'Perih, kak," rintih Aurora pelan.
"Sabarlah, kita akan ke rumah sakit," kata Alexander sambil mengelap tumpahan air mineral di tangan Aurora dengan sapu tangannya.
"Sakit banget ya, Rora? Tahan ya," bujuk Iva prihatin.
"Sampai merah banget. Rora, kamu gadis yang kuat," sambung Jovanka.
Sementara tiga laki laki yang lain menatap lengan Aurora ngga tega.
Maminya menatapnya datar. Semua yang melihat perlakuan Alexander pada Aurora, pasti menduga kalo mereka sepasang kekasih.
Kekasihnya saja Alexander tinggal begitu saja.
Apa putranya belum sadar kalo perasaan cintanya sudah beralih ke Aurora?
Mungkin dengan Zira hanya kenangannya saja yang masih tertinggal.
"Ayo masuk," kata Alexander sambil membuka pintu mobil untuk Aurora dan mamanya.
"Kita, duluan, ya," pamit Alexander sambil masuk ke dalam mobil pada teman teman Aurora yang juga temannya juga
"Oke, hati hati, Lex," sahut Baim, Elvano dan Aziz serentak.
Alexander mengangguk sambil melajukan mobilnya cukup kencang membelah jalan raya.
Begitu sampai di rumah sakit milik sahabat papanya, Aurora langsing di tangani dokter spesialis kulit dan kecantikan yang sudah terkenal.
Penangan kulit Aurora dilakukan secara khusus, ngga bisa sembarangan. Karena Aurora seorang model. Ngga boleh ada bekas luka ditubuhnya.
Dulu Aurora juga pernah terluka waktu mereka berada di Inggris. Jadi ini adalah pengalaman kedua Alexander menolong Aurora.
Mamanya sedang menemani Aurora, sedangkan Alexander menunggu di luar.
Tiba tiba dia tersadar lupa berpamitan pada Ziranya sebelum pergi membawa Aurora ke rumah sakit. Situasi tadi membuatnya cukup panik. Wajah mama dan teman temannya yang khawatir juga wajah kesakitan Aurora membuatnya lupa kalo di sini juga ada Ziranya yang sudah dibuatnya menunggu
"Aarrgghhh! Huuffhh." Alexander menghembuskan nafas kasar.
Dia menghembuskan nafas kasar. Kemudian meraih ponselnya. Dan ternyata ada satu pesan dari Zira. Sejak setengah jam yang lalu.
Zira
Aku udah di kost. Tadi diantar papi kamu.
Alexander dengan cepat membalasnya.
^^^Alexander^^^
^^^Maaf ya, sayang. Tadi aku ngga pamit ke kamu. Nih aku dtemani mami di rumah sakit.^^^
Alexander menunggu. Sedetik, sepuluh detik, bahkan dua menit berlalu. Tapi Zira belum membaca pesannya.
Apa dia sudah tidur? batin Alexander ngga tenang.
Marah apa engga, ya?
"Alex, kamu lagi ngapain?" tanya Mami heran melihat Alexander seperti orang bingung sambil menatap layar ponselnya.
Alexander mengangkat wajahnya dan tersenyum melihat mama dan Aurora yang berjalan mendekatimya.
"Gimana? Sudah mendingan?" tanya Alexander sambil melihat lengan yang sudah diobati.
"Masih sedikit perih."
"Sabar, ya. Bentar lagi juga sembuh. Ayo, sekarang kita pulang."
Alexander ingin secepatnya bertemu dengan Ziranya biar perasaannya bisa tenang. Tapi dia harus mengantar maminya dan Aurora pulang dulu.
"Oke," sahut Mama Alexander.
Ketiganya pun berjalan beriringan menuju tempat parkir.
Kali ini Alexander menyetir dalam diam. Mami dan Aurora hanya saling pandang. Saat keduanya membuka obrolan, Alexander seakan ngga dengar dan menjawabnya dengan asal asalan.
Sikap full attentionnya pada Aurora sudah menghilang. Mami jadi heran melihatnya.
Kenapa anaknya jadi seperti bunglon?
Karena Alexander agak ngebut, ngga membutuhkan waktu lama mereka sampai di rumah megah Aurora.
Alexander pun membukakan pintu mobil buat maminya dan Aurora.
"Mampir dulu, tante, Kak Al," ajaknya dengan suara lembutnya
"Ayo, Alex," ajak maminya seperti titah yang ngga bisa ditolak
"Mami di sini aja, ya. Mami telpon papi minta dijemput, ya," tolaknya sambil membuka pintu mobilnya.
"Alex, kamu mau kemana?" tanya mami kaget. Reaksi yang sama juga ditunjukkan Aurora.
"Alex mau ke kost Zira, mau pastiin dia udah sampai di sana, mam," katanya sambil masuk ke dalam mobil.
"Pasti sudah sampai, sayang. Kamu ngga percaya sama papi kamu?" debat mami kesal.
"Zira juga udah ngasih kalo dia udah sampai di kost, mam. Hanya saja Alex ingin melihatnya sebentar," kata Alex dengan suara memohon agar maminya langsung melepasnya, ngga menahannya lebih lama lagi.
Maminya terdiam mendengarnya. Dia tau Alex pasti merasa bersalah karena sudah meninggalkan kekasihnya begitu saja.
"Ya, udah, kamu hati hati."
"Makasih, mam," katanya sambil menghidupkan mesin mobil dan kembali melaju dengan cepat ke kost Zira.
Dia pun ngga butuh waktu lama untuk sampai di sana. Setelah memarkirkan mobilnya, setengah berlari Alexander menuju ke depan pagar kost Rihana.
Dia agak kecewa melihat lampu kamar gadis itu nampak redup.
Dia sudah tidur?
Alexander kembali menekan nomer Rihana.
Tetap tersambung tapi ngga ada tanda tanda akan diangkat pemiliknya.
Alexamder melakukannya sampai tiga kali. Tapi tetap aja seperti tadi.
Dia beneran sudah tidur? Atau marah?
Alexander menyandarkan punggungnya di pagar kost Rihana. Dia menghela nafas berkali kali.
"Maaf. Maafkan aku," gumamnya sangat pelan.
Entah berapa lama Alexander di situ. Dia.kembali melihat pesannya yang belum atau mungkin ngga mau dibaca Zira-nya. Kemudian melangkah lunglai kembali ke mobilnya.