Menikahi Ayah Sahabatku

Vania telah selesai berkutat dengan peralatan dapur. Siang ini ia berencana untuk mengantarkan makan siang untuk suaminya.

Selesai berkemas makanan, kemudian Vania masuk ke kamar dan bersiap siap. Vania langsung memoles tipis wajahnya, ia hanya menggunakan kaos oblong hitam berlengan panjang dan rambutnya ia biarkan tergerai begitu saja.

"pak Arman mana? ini mobilnya ada.."

"maaf nyonya, Pak Arman semalam pulang kampung, dia dapat kabar kalau istrinya melahirkan"

"oh.. ya udah kalau begitu aku pergi naik taxi aja deh bik"

"nyonya gak papa pergi sendiri?"

"iya gak papa lah.. dari dulu mau kemana mana juga selalu sendiri"

"maaf nyonya saya gak tau.. hati hati dijalan nyonya"

Vania hanya mengangguk lalu keluar gerbang untuk menunggu taxi yang ia pesan lewat online.

Butuh waktu setengah jam untuk sampai ke perusahaan Farel jika jalanan tidak macet.

Vania berjalan dengan anggun dan santai , banyak karyawan dan karyawati yang menunduk pada sang istri big bos mereka.

Vania hanya tersenyum ramah.

Banyak yang tidak menyangka kalau Vania yang dulunya hanyalah seorang Cleaning Service, kini berubah 360 derajat jadi istri bos.

Padahal mereka semua tau dengan jelas bahwa Farel adalah lelaki yang tidah begitu terpengaruh wanita.

Saat memasuki ruangan presdir, Vania tak melihat ada Leo disana, Vania pun bergegas masuk.

"iya sayang.. nanti malam aku kesana"

Saat tangannya hendak memutar knop pintu, sayup sayup ia mendengar suara Farel sedang bercakap dengan ponselnya, entah siapa si seberang sana Vaniapun tak tau.

Tapi yang membuat penasaran dan sakit hati, kenapa Farel memanggil sayang?

Farel hanya memanggil sayang kepadanya dan terkadang pada Rossa.

Vania hanya ingin berfikir positif pada suaminya.

Ia pikir, Mungkin Farel akan main ke apartemen Rossa.

ceklek

Vania membuka pintu, Farel langsung menoleh kemudian membuang pandangannya kedepan. Hal itu sontak membuat Vania perih.

"mau apa kamu kesini?" tanya Farel acuh tanpa melihat Vania

"aku membawakan makan siang untuk kamu mas" Vania mencoba tetap tegar

"bawalah kembali, aku tidak lapar"

"tapi mas.. bukannya tadi pagi kamu juga gak sarapan?"

"tau dari mana kamu? aku berangkat aja kamu masih tidur, dasar istri tak berguna" tawa sinis muncul di bibir Farel

"maaf mas.. tapi aku.."

"ahh. sudahlah! kamu pulang sekarang dan bawa kembali makanan kamu itu, aku tak mau berdebat lagi denganmu!"

Hancur sudah hati Vania, air matanya tak dapat terbendung lagi, menetes dan membanjiri pipi mulusnya.

Tanpa berkata lagi, Vania mengusap lelehan air mata di pipi dan segera keluar dari ruangan yang menyesakkan itu.

"Van.."

"kak Leo.. ini untuk kakak" vania menyerahkan makanan yang ia bawa tadi dan segera berlari karena tak mau banyak menjawab pertanyaan Leo nanti.

Leo hanya mampu memandang punggung Vania yang bergetar dan asmakin menjauh. Ia yakin jika Vania sedang menangis.

"aku yakin ini semua karena Tuan Farel, yang sudah menemukan Angel si rubah betina itu! maafkan aku Vania.. aku belum bisa membantu kamu. Tapi aku sedang berusaha mempersiapkan yang terbaik untukmu nanti" gumam Leo dalam hati.

...****************...

Farel sengaja pulang sore, ia ingin mengistirahatkan tubuhnya sejenak karena nanti malam ia akan kerumah sakit. Biasanya Farel tidak pulang dulu dan langsung ke rumah sakit, tapi entah mengapa sore ini badannya terasa sangat tidak enak.

"kenapa dengan badanku? rasanya pusing dan mual" gumam Farel saat ia merasa ada yang aneh pada tubuhnya.

Farel clingak clinguk saat ia memasuki kamarnya dan tak mendapati Vania di dalam. Setahunya tadi saat ia melewati ruang depan Vania juga tak berada disana.

"kemana dia? atau mungkin berada di dapur?"

Farel tertidur selama 2jam. Dan saat ia bangun pun ia masih tak melihat istrinya. "Apa dia tidak pulang? Lalu dimana dia? awas saja kalau sampai pergi sama Abian"

Sebenarnnya Farel sudah rapi dan bersiap pergi, namun ia urungkan sejenak untuk menunggu iistri kecilnya pulang.

Dan benar saja, 15 menit kemudian Vania pulang.

Matanya masih terlihat sembab. Bagaimana tidak, sedari pulang tadi siang, Vania langsung berdiam diri dan mengurung dirinya di kamar kos yang ia tempati dulu sebelum menikah dengan Farel. Ia habiskan waktu siang dan sorenya hanya dengan menangis sampai tertidur.

"Dari mana kamu?" Suara Farel terdengar keras dan penuh amarah.

Sontak Vania langsung menghentikan langkahnya. Tanpa menoleh, ia hanya menjawab " dari tempat kos". Vania kemudian meninggalkan Farel begitu saja.

Vania sudah bertekat tak akan mengejar Farel lagi.

Namun saat beberapa langkah, tangan Vania dicekal Farel dan menariknya hingga hampir saja terjatuh. Beruntunglah Vania masih bisa menyeimbangkan tubuhnya.

"jawab yang jujur! kamu dari mana ha!!"

"aku harus jujur bagaimana lagi?"

"kamu tadi sedang bersenang senang dengan selingkuhanmu kan?"

"apa? Selingkuhan? aku tak pernah menghianatimu, kamu tau betapa besarnya rasa cintaku padamu, kamu pikir setelah aku bisa memilikimu, aku masih inginkan yang lain? hhh... pikiran konyol macam apa itu" Vania tersenyum perih.

"kamu sudah mulai berani ya..?!" Farel mencengkeram dagu Vania geram, lalu beberapa detik kemudian ia lepaskan dengan kasar.

"aku berfikir kamu sudah benar benar mencintaiku mas.. tapi nyatanya cintamu hanya sebuah kepalsuan. Kau jadikan aku sebagai pengganti saat kau kehilangan, kau jadikan aku sebagai alat pemuas nafsu untuk memenuhi syahwat dan birahimu, kau jadikan aku pelengkap saat hidupmu kekurangan, dan setelah kau puas, kau buang aku bagai sampah yang tak berguna" ujar Vania sambil mengusap air mata yang terus mengalir tanpa bisa ia hentikan.

Farel hendak menampar Vania, namun saat tangannya terangkat keatas, tiba tiiba ia urungkan kala ponsel disaku celana nya berdering.

"tunggu, aku kesana sekarang!" Farel menatap Vania lekat penuh amarah, namun ia langsung pergi berlalu meninggalkan Vania begitu saja dengan berjuta luka dan perih yang ia ciptakan.

Mobil Farel melaju cepat meninggalkan pekarangan rumahnya, dan saat itu juga tangis Vania pecah. Tubuhnya merosot ke lantai dan Vania tak sadarkan diri.