Kisah cinta yang rumit antara Fajar Mahardika dan Cahaya Senja. Karena suatu alasan dan segala rasa yang berkemelut dalam hati,
Fajar tak pernah menyentuh istrinya.
Sedangkan Senja, ia harus bertahan memendam luka demi menjaga keutuhan rumah tangga. Suami yang tak pernah menyentuhnya, serta mertua yang selalu memojokkannya.
Di tengah keputusasaan, Kenzo Antonio Putra, lelaki dari masa lalu datang menguji kesetiaannya.
Mampukah Senja bertahan pada pernikahannya? Ataukah ia akan tergoda oleh kekasih lamanya?
Temukan jawabannya, hanya dalam novel Kesucian Cinta Yang Ternoda
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Hana Dan Lelaki Misterius
"Ada apa ini Ma?" tanya Senja memberanikan diri, melihat reaksi Fajar tampaknya masalah ini tidak sepele.
"Jangan katakan apapun Ma!" kata Fajar masih dengan nada tinggi.
"Diam Fajar! Mama harus membicarakan ini dengan Senja!" bentak Bu Rani.
"Kak, biarkan saja Mama bicara." ucap Senja sebelum Fajar sempat menyahut perkataan Ibunya.
"Tapi sayang..."
"Jika memang penting kenapa tidak boleh dibicarakan, biarkan saja Mama mengatakannya padaku. Silakan duduk Ma!" kata Senja sambil menarik kursi di sebelahnya.
"Kau tidak tahu apa yang akan Mama bicarakan sayang, itu akan sangat melukaimu." ucap Fajar dalam hatinya.
"Tidak perlu, aku akan berdiri saja, lagipula ini tidak lama kok." kata Bu Rani sambil menatap Senja.
Senja tidak menjawab, ia hanya membalas tatapan Bu Rani, dan menunggu kalimat yang akan beliau ucapkan.
"Senja semalam aku dan Fajar sudah membicarakan hal ini, tapi mungkin Fajar tidak memberitahukannya padamu. Jadi begini, kau dan Fajar sudah satu setengah tahun menikah, tapi belum ada tanda-tanda kau hamil. Mungkin selama ini Fajar memang menutupi kekuranganmu, baiklah aku mengerti." kata Bu Rani sambil menghela nafas panjang.
"Senja aku tidak menyalahkan kamu atas kekurangan kamu, tapi kuharap kamu juga tidak egois. Fikirkan masa depan Fajar, dia juga berhak memiliki keturunan. Izinkan dia menikah lagi dengan wanita lain yang tidak mandul sepertimu." sambung Bu Rani karena Senja masih terdiam tanpa kata.
Ucapan Bu Rani bagaikan petir yang menyambar tepat diulu hati Senja. Kalimatnya begitu menyakitkan, dan juga menyesakkan.
"Tapi Ma, aku tidak mandul. Semua ini keinginan Kak Fajar, dia yang belum menginginkan anak." jawab Senja dengan nada yang sedikit bergetar.
"Senja benar Ma, aku yang menundanya, aku juga sudah mengatakan hal itu berkali-kali pada Mama." sahut Fajar.
"Cukup! Dulu aku bisa percaya dengan kalian, tapi sekarang tidak. Aku tidak sebodoh itu untuk kalian bohongi. Kalian sudah dewasa, juga sudah mapan, untuk apa menundanya. Fajar aku tidak mau tahu, dalam waktu dekat kau harus menikah lagi! Kau cari sendiri calonnya, atau aku yang mencarikannya." kata Bu Rani dengan tegas.
"Ma jangan egois, itu menyakiti Senja! Kenapa Mama sangat memaksaku, bukankah Farah juga sudah memberikan cucu untuk Mama!" bentak Fajar, kesabarannya sudah habis. Sejak semalam Ibunya memaksa untuk menikah lagi.
"Itu tidak menyakitinya. Aku hanya ingin dia ikhlas dimadu, dan sadar diri dengan kekurangannya. Aku tidak menyuruh kalian berpisah, jadi itu tidak menyakitinya." ucap Bu Rani dengan santainya.
"Ma..."
"Sudah Kak jangan berkata kasar pada Mama. Aku ikhlas kok seandainya Kak Fajar menikah lagi." ucap Senja sambil berusaha tersenyum.
"Sekarang aku benar-benar lelah Kak dengan pernikahan ini." batin Senja sambil menggigit bibirnya.
"Senja, apa yang kau bicarakan!" bentak Fajar sambil menatap istrinya.
"Itu yang terbaik untuk kita semua." jawab Senja.
"Senja benar Fajar, dia saja bisa bersikap dewasa kenapa kamu tidak. Sudah aku harus pergi, ada rapat pagi ini! Ingat Fajar, dalam waktu dua bulan kau tidak membawa calon, aku yang akan mencarikannya!" kata Bu Rani sambil menatap Fajar dengan tajam. Lalu beliau melangkah pergi tanpa permisi.
Fajar dan Senja memandang kepergian Bu Rani dengan tatapan nanar. Mereka saling mematung di tempatnya, dan mereka larut dalam fikirannya masing-masing.
Tak berapa lama kemudian, Bu Rani sudah keluar dari apartemen. Senja memjamkan matanya sambil menghela nafas panjang, ia menata hatinya sebelum berbicara dengan suaminya.
"Kak Fajar!" panggil Senja sambil menoleh, menatap suaminya.
"Sayang, jangan fikirkan omongan Mama. Yang kucintai hanya kamu, aku tidak akan menikah lagi." ucap Fajar sambil melangkah mendekati Senja.
"Aku memang tidak memikirkan omongan Mama." jawab Senja sambil tertawa hambar.
"Baguslah kalau begitu."
"Karena yang kufikirkan adalah sikap kamu Kak!" bentak Senja sambil melotot tajam.
"Apa maksud kamu?"
"Kamu masih bertanya apa maksudku, dimana otak kamu Kak! Sekian lamanya kita menikah, tapi kamu tidak pernah menyentuhku. Kenapa? Kenapa Kak Fajar?" teriak Senja sambil menangis, ia sudah tidak sanggup lagi menahan air matanya.
"Sayang tenanglah! Aku..."
"Apa! Aku sudah capek dengan pernikahan ini Kak. Setahun lebih aku bertahan dengan sikap kamu yang tidak masuk akal, setahun lebih aku ditindas oleh Ibu kamu. Itu menyakitkan Kak, kenapa kamu tidak pernah memikirkan perasaan aku!" teriak Senja dengan penuh amarah. Batas kesabarannya sudah habis, saat ini ia telah sampai diujung lelahnya.
"Jangan pernah bilang lelah Senja!" geram Fajar sambil memegang kedua bahu Senja.
"Kenapa? Memang itu yang sedang kurasakan Kak. Sekarang aku beri kamu dua pilihan. Katakan padaku apa yang sebenarnya kamu sembunyikan, atau ceraikan aku, dan kembalikan aku pada Kak Alvin. Aku sudah tidak sanggup hidup dengan kamu yang seperti ini." kata Senja sambil menatap Fajar dengan tajam.
"Aku sudah tidak sanggup bertahan dengan cinta yang seperti ini Kak." batin Senja dalam hatinya.
Fajar tak langsung menjawab, namun ia mengeratkan cengkeramannya, dan mendorong tubuh Senja hingga merapat di dinding. Tatapan matanya sangat tajam, dan menyala, seolah ia ingin menghabisi Senja saat itu juga.
"Aku sudah pernah bilang padamu. Jangan sekalipun mengatakan cerai, aku sangat benci dengan kalimat itu!" bentak Fajar tepat di depan wajah Senja.
"Kamu egois Kak, kamu tidak mau menceraikan aku, tapi kamu masih berhubungan dengan Adara. Aku juga punya hati Kak, aku..."
"Diam! Jangan menyebut namanya! Kamu dengar baik-baik Senja, aku sudah tidak punya hubungan apa-apa lagi dengan Adara. Hanya kamu wanita yang kucintai, kamu dengar itu!" bentak Fajar.
"Aku tidak bodoh Kak, kamu selalu pergi ke Singapura, dan kamu tidak pernah menyentuhku! Jika dia bukan Adara, pasti dia adalah wanita lain yang menjadi simpananmu! Aku sudah lelah, ceraikan aku sekarang juga Kak!" teriak Senja.
"Tidak! Itu tidak akan pernah terjadi! Berapa kalipun kamu meminta cerai, aku tidak akan pernah mengatakan iya. Aku melakukan semua ini demi kamu, karena aku mencintai kamu! Kamu tidak pernah tahu betapa sulitnya posisiku Senja!" bentak Fajar dengan mata yang berkaca-kaca.
Senja tertegun, ia menatap raut wajah Fajar yang tampak frustasi. Dan buliran bening mulai merembas dari kedua sudut matanya. Namun belum sempat Senja bertanya, Fajar sudah lebih dulu berbicara.
"Semua ini tidak seperti yang kamu fikirkan, jadi berhenti bicara tentang perceraian." kata Fajar seraya melepaskan cengkeramannya. Lalu ia pergi meninggalkan Senja sendirian. Fajar menyambar kunci mobilnya, dan melangkah keluar dari apartemen.
Senja menangis sendirian, ia menggenggam bahunya yang sedikit nyeri akibat cengkeraman Fajar yang terlalu keras. Dibalik sikapnya yang lembut, ternyata Fajar juga memiliki sifat yang keras, dan temperamental.
Setelah beberapa menit kemudian, Senja menyeka air matanya. Dengan pelan ia melangkah menuju ke kamarnya. Tanpa mandi terlebih dahulu, Senja mengganti bajunya dengan dress selutut warna hijau. Ia menyambar tas selempangnya, dan bergegas pergi dari apartemennya, tujuannya adalah rumah Alvin.
Tak membutuhkan waktu lama, kini Senja sudah berdiri di halaman apartemen. Ia menunggu taxi yang baru saja dipesannya.
Sekitar lima menit kemudian, taxi pesanannya sudah datang. Senja bergegas naik, dan memberitahukan alamat yang ia tuju.
"Kak Alvin harus tahu tentang semua ini. Tidak peduli dia akan marah, atau tidak. Jika memang harus berpisah, sekarang aku sudah siap. Aku sudah tidak kuat lagi bertahan dengan pernikahan yang menyakitkan." ucap Senja dalam hatinya.
Mendengar mertuanya yang selalu mengatakannya mandul, dan bahkan sekarang mertuanya menginginkan Fajar untuk menikah lagi. Tidak, Senja masih punya harga diri untuk selalu mengalah. Seorang suami yang tak pernah menyentuhnya, dan tak mau jujur dengannya. Lalu apa artinya ia bertahan dengan pernikahan itu?
Hampir setengah jam perjalanan, namun Senja belum sampai di tempat tujuan. Taxi yang ditumpanginya masih terjebak kemacetan panjang. Senja mendengus kesal. Hatinya sudah dongkol, kenapa masih ada saja yang mengganggunya.
Senja memalingkan wajahnya ke samping, menatap pusat perbelanjaan dari balik kaca. Selang beberapa detik, matanya menangkap sosok wanita yang selama ini dicarinya. Senja memicingkan matanya, menilik wajah wanita itu, sekedar mirip, atau memang benar itu wanita yang dicarinya.
"Pak saya berhenti di sini saja, ia uangnya, dan ambil kembaliannya!" kata Senja dengan cepat pada supir taxi, sambil menyodorkan dua lembar uang ratusan ribu.
"Terima kasih Non." jawab supir itu, namun Senja tak mendengarnya. Ia sudah keluar dari taxi, dan melangkah pergi.
Senja terus mempercepat langkahnya, mendekati seorang wanita yang menggendong bayi, sambil membawa kantong belanjaan.
"Hana!" panggil Senja sambil berdiri tepat di depan Hana, seorang wanita yang sejak lama ingin ia temui.
"Kamu siapa ?" tanya Hana sambil menatap wajah Senja.
"Kamu Hana temannya Adara kan?"
"Iya."
"Aku Senja, istrinya Fajar Mahardika, kamu pasti mengenalnya." ucap Senja dengan cepat.
"Iya, aku mengenal Fajar. Tapi ini ada apa ya?" tanya Hana dengan sedikit heran.
"Aku ingin tahu dimana Adara sekarang. Tolong beri tahu aku!" kata Senja.
"Adara? Kenapa kamu ingin tahu tentang dia?" Hana balik bertanya.
"Aku ingin berbicara empat mata dengan dia." jawab Senja.
"Dia tidak akan menemuimu." ucap Hana sambil tersenyum.
"Kenapa? Aku tahu dulu hubungannya dengan Kak Fajar memang cukup dekat, tapi sekarang Kak Fajar sudah menikah, aku tidak mau rumah tanggaku diganggu." kata Senja dengan cepat.
"Adara mengganggu rumah tanggamu, itu tidak mungkin. Adara sudah bahagia dengan kehidupannya, ia tidak mungkin menemui Fajar, apalagi mengganggunya." ucap Hana.
"Tapi Kak Fajar selalu menemuinya."
"Itu tidak mungkin, kamu pasti salah paham." ucap Hana sambil menggelengkan kepalanya.
"Kenapa kamu bisa seyakin itu?" tanya Senja.
"Karena aku tahu betul bagaimana keadaan Adara sekarang." jawab Hana.
"Beritahu aku dimana alamatnya, atau nomor ponselnya." kata Senja.
"Dia tidak punya ponsel, dan alamatnya sekarang dia berada di..."
"Sudah sayang." sahut seorang lelaki yang tiba-tiba datang mendekati Hana.
Lelaki yang kemungkinan besar adalah suaminya Hana itu menatap Senja lekat-lekat.
"Sudah Mas." jawab Hana.
"Ayo pulang!" ajak lelaki itu.
Hana mengangguk, kemudian ia melangkah di depan lelaki itu. Senja hendak memanggil Hana, namun belum sempat ia berteriak, tiba-tiba lelaki itu sudah berbisik di telinganya.
"Dia mencintaimu, untuk itu berhenti mencari tahu. Terkadang kenyataan lebih menyakitkan dari yang kita fikirkan." bisik lelaki itu saat dia berdiri tepat di samping Senja.
Bersambung.....
nebak² nih, penasaran 😅😅
ceritanya bagus, keren dan banyak pelajaran yang bisa diambil, selalu sehat dan selalu semangat dalam berkarya ❤️💪💪💪