Raju Kim Gadis Korea keturunan Indonesia yang merasa dirinya perlu mencari tahu, mengapa Ayahnya menjadi seorang yang hilang dari ingatannya selama 20 tahun. dan alasan mengapa Ibunya tidak membenci Pria itu.
Saat akhirnya bertemu, Ayahnya justru memintanya menikah dengan mafia Dunia Abu-abu bernama Jang Ki Young Selama Dua tahun.
Setelah itu, dia akan mengetahui semua, termasuk siapa Ayahnya sebenarnya.
Jang Ki Young yang juga hanya menerima pernikahan sebagai salah satu dari kebiasaannya dalam mengambil wanita dari pihak musuh sebagai aset. Namun Bagaimana dengan Raju Kim, wanita itu bukan hanya aset dari musuh, tapi benar-benar harus ia jaga karena siapa Gadis itu yang berkaitan dengan Janjinya dengan Ayahnya yang telah lama tiada.
Akankah Takdir sengaja menyatukan mereka untuk menghancurkan atau Sebaliknya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Oliviahae, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan dengan Ketua Jang
Mobil berhenti setelah tiba di kawasan yang luas dan kelam. Pintu terbuka otomatis, memperlihatkan bangunan besar dan gelap menyerupai benteng kuno, namun dengan sentuhan modern, seperti fasilitas militer yang dibungkus batu hitam.
Udara berubah drastis. Jauh lebih dingin, sunyi, dan padat. Saat Raju turun, ia langsung merasa tubuhnya mengecil. Tempat itu terlalu besar lebih dari mansion yang ia tinggali.
dan tempat itu juga, terlalu sunyi.Terasa seperti tempat di mana seseorang tidak keluar dengan mudah.
Ki Young berjalan terlebih dahulu, napasnya membentuk uap di udara dingin. Raju mengikutinya, sementara penjaga di sepanjang pintu masuk memberikan hormat.
Mereka menyusuri lorong-lorong panjang yang diterangi lampu putih redup. Tidak ada jendela, hanya dinding besi dan pintu-pintu tebal berlapis keamanan.
"Kenapa tempat ini seperti bunker perang?" gumam Raju pelan.
“Tentu saja,” jawab Sekretaris Lee. “Ini tempat paling aman di Korea. Hanya keluarga Jang yang dapat masuk .”
"Dan beberapa orang yang dipilih," tambah Ki Young. Nada suaranya datar. Tidak ada kehangatan.
Raju menunduk. Berarti dia adalah salah satu yang dipilih. Meskipun sudah menjadi cucu menantu tetap saja seperti sosok yang asing.
Mereka tiba di sebuah pintu besar yang dijaga empat orang. Penjaga mengetuk dua kali, lalu suara berat terdengar dari dalam, terdengar suara Ketua Jang, mereka berbicara seperti sedang basa basi namun, seperti sidang sebelum diizinkan masuk.
"Masuk."
Setelah suara Ketua Jang menyuruh mereka masuk. Pintu itu terbuka.
Ruangan itu luas, dengan meja kayu besar di tengahnya. Di salah satu sisi ruangan, pria tua duduk dengan tubuh tegap dan wajah keras—kerutan di wajahnya seperti pahatan batu.
Rambutnya putih namun tebal, sorot matanya tajam dan dingin.
Dialah Jang Geun Suk. Ketua keluarga Jang. Kakek Jang Ki Young dan Jang Woo Jin.
Ia tidak menatap Ki Young terlebih dahulu.
Ia menatap Raju, Selama beberapa detik, mata mereka bertemu, dan Raju merasakan kulit punggungnya meremang. Tatapan itu seperti seseorang yang sedang menimbang apakah ia perlu dihapus atau dibiarkan hidup.
Akhirnya pria itu bersuara.“Jadi ini… perempuan itu.” ucapnya setelah memindai dengan mata
Ki Young menunduk sedikit. “Ya, Harabeoji. Namanya Raju Kim.”
Kakek Jang mengetukkan jarinya ke meja. “Mendekat.”
Raju menatap Ki Young sekilas, meminta izin. Lelaki itu mengangguk pendek.
Ia melangkah maju.“Angkat kepalamu.”
Raju mengangkat muka.“Putri dari Kim Dae Hyun…” gumam Kakek Jang, matanya menyipit seakan melihat sesuatu yang tak disampaikan. “Wajahmu… mirip ibumu.”
Napas Raju tercekat. “Anda mengenal ibu saya?”
“Semua orang yang penting di dunia bawah tanah… pernah kutahu.” Jawabnya sederhana, namun menusuk.
Kakek Jang melirik Ki Young.“Apa kau tahu apa yang kau bawa masuk ke dalam rumahmu, Young?” Dia mengulangi ucapannya seperti sebelumnya, sebelum mereka diizinkan masuk
Ki Young mengencangkan rahangnya. “Aku masih menyelidikinya.”
“Menyelidiki?” suara Kakek Jang naik. “Kau menikahi seseorang yang tidak kau ketahui latar belakangnya secara menyeluruh. Keputusan ceroboh.”
Raju menelan ludah. Kata “ceroboh” membuatnya tiba-tiba merasa bukan hanya tidak diinginkan, melainkan ancaman.
“Duduk.” Perintah itu ditujukan padanya.
Ia duduk di kursi berhadapan dengan pria tua itu. Ki Young berdiri di sisinya, tegak seperti tentara.
“Ceritakan. Dari mulutmu sendiri.” Kata Kakek Jang. “Siapa kau?”
Pertanyaan itu sederhana. Namun untuk pertama kalinya, Raju merasa ia tidak punya jawaban.
“Aku… hanya seseorang yang dibesarkan Bibi dan Paman,” katanya hati-hati. “Ayahku… jarang datang. Dan sekarang aku berada di sini karena..”
“Karena ayahmu menjual mu,” potong Kakek Jang tanpa emosi. “Karena ingin menyelamatkan dirinya sendiri. Dan karena kau… memiliki sesuatu yang ingin mereka jaga.”
Raju menegang.
“‘Mereka’…?” Raju merasa Ketua Jang sebenarnya tahu dia siapa tapi sengaja bersikap menyelidik, memancing atau sengaja.
Kakek Jang tidak menjawab. Ia hanya memperhatikan Raju layaknya intelijen yang sedang menganalisis objek berbahaya.
Lalu ia berbicara pada Ki Young.“Kau tahu dia tidak selemah itu.”
Ki Young menatap kakeknya dengan kening berkerut. “Apa maksud Anda?” Jang Ki Young juga memainkan perannya, padahal dia sendiri juga terus menekan Raju betapa curiganya dia.
Raju merasakan sesuatu dingin mengalir di tulang punggungnya.
Kakek Jang menyilangkan tangan.“Dia punya potensi… atau lebih tepatnya, insting yang tidak muncul pada orang biasa. Kau melihatnya kemarin.”
Ki Young mengingat adegan Raju yang melawan Jin Hwa, kecepatan yang tiba-tiba, keberanian tak masuk akal, matanya yang berubah, seolah sedang bertarung karena kenangan yang ia sendiri tak paham.
"Apa maksud Kakek?" Jang Ki Young hanya bertanya, tidak berniat menjelaskan perasaan yang sama.
Ketua Jang menatap Raju begitu lama, membuatnya tak nyaman.
Raju merasa tubuhnya panas. “Aku… tidak tahu apa itu. Benar-benar tidak.”
“Justru itu masalahnya.” Suara Kakek Jang berat. “Insting yang tidak diketahui asalnya lebih berbahaya daripada insting yang dilatih.”
Raju menggenggam roknya kuat-kuat.
Pria tua itu bangkit dari kursinya dan berjalan mengitari meja, berhenti tepat di belakang Raju.
Langkahnya berat. Nafasnya terdengar.“Anak muda… kau harus tahu satu hal.” Suaranya turun menjadi lebih dalam. “Di keluarga ini, kelemahan adalah pintu kematian. Dan misteri adalah alasan untuk dicurigai.”
Ia menaruh tangan di bahu Raju.
Dan tanpa emosi, ia berkata “Aku belum memutuskan apakah kau adalah ancaman… atau aset.”
Raju membeku.
Ki Young memberi langkah maju, refleks ingin melindungi, namun kakeknya mengangkat tangan, menghentikannya tanpa menoleh.
“Jangan terlalu cepat, Ki Young ah. Kau sendiri pun belum memutuskan siapa dia untukmu.”
Ki Young mengepal. Tatapan kakeknya menusuknya dengan kesadaran menyakitkan,
bahwa kecurigaan yang sempat ia rasakan… kini dilihat oleh kakeknya sebagai bukti ketidakstabilan.
Raju menelan ludah, suaranya bergetar. “Apa… apa yang harus saya lakukan agar Anda percaya saya bukan ancaman?” Kalimat itu mengalir begitu saja.
Kakek Jang berjalan kembali ke kursinya. Duduk. Mengambil teh. Lalu menjawab dengan tenang. “Kau tidak harus membuatku percaya.”
“Kau hanya perlu… bertahan.”
Raju mengerutkan kening. “Bertahan…?”
“Sampai rahasiamu sendiri terbuka,” jawabnya. “Entah oleh dirimu… atau oleh keadaan.”
Ki Young melangkah maju. “Harabeoji..”
“Bawa dia kembali.” Kakek Jang memutus pembicaraan. “Tapi mulai sekarang… aku akan mengawasinya sendiri.”
Raju merasakan darahnya berhenti mengalir sejenak.
Dari cara pria itu mengatakannya…
“dia akan mengawasinya” terdengar lebih seperti ancaman daripada perlindungan.
Saat mereka berjalan keluar ruangan, Raju menunduk. Di lorong gelap itu, suara langkah kaki mereka bergema panjang.
Dan meski tidak menatapnya, Ki Young akhirnya berkata pelan
“Mulai hari ini… kau tidak boleh menjauh dariku.”
Raju mengangkat muka, terkejut. “Kenapa?”
Tanpa menoleh, Ki Young menjawab“Karena semua orang di tempat ini… kini ingin tahu apa yang kau sembunyikan.”
Raju menggigit bibir.
"Aku paham, kau sudah sering mengatakan nya" karena sebelumnya Ki Young selalu bilang dekat tapi mereka hampir tidak bertemu sehari an, jadi tak ada pengaruh apapun.
Bagian yang paling menyakitkan bukan ancaman itu.
Tapi kenyataan bahwa Ki Young mengatakannya bukan dengan empati, melainkan dengan kehati-hatian.
Seolah Raju sendiri adalah teka-teki yang bisa meledak kapan saja.