Dilarang memplagiat karya!
"Pernikahan kontrak yang akan kita jalani mencakup batasan dan durasi. Nggak ada cinta, nggak ada tuntutan di luar kontrak yang nanti kita sepakati. Lo setuju, Aluna?"
"Ya. Aku setuju, Kak Ryu."
"Bersiaplah menjadi Nyonya Mahesa. Besok pagi, Lo siapin semua dokumen. Satu minggu lagi kita menikah."
Aluna merasa teramat hancur ketika mendapati pria yang dicinta berselingkuh dengan sahabatnya sendiri.
Tak hanya meninggalkan luka, pengkhianatan itu juga menjatuhkan harga diri Aluna di mata keluarga besarnya.
Tepat di puncak keterpurukannya, tawaran gila datang dari sosok yang disegani di kampus, Ryuga Mahesa--Sang Presiden Mahasiswa.
Ryuga menawarkan pernikahan mendadak--perjanjian kontrak dengan tujuan yang tidak diketahui pasti oleh Aluna.
Aluna yang terdesak untuk menyelamatkan harga diri serta kehormatan keluarganya, terpaksa menerima tawaran itu dan bersedia memainkan sandiwara cinta bersama Ryuga dengan menyandang gelar Istri Presiden Mahasiswa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwidia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 22 Rival
Happy reading
Scrambeld egg, toast, dan dua cangkir susu hangat tersaji di atas meja, menyambut Ryuga yang baru saja muncul dari balik pintu kamar.
Sepasang manik mata lelaki berparas tampan itu berbinar ketika mendapati menu sarapan yang disiapkan oleh Aluna. Terlihat lezat dan menggugah selera.
"Thanks ya, udah bikinin gue sarapan," ucap Ryuga sambil membawa tubuhnya duduk di kursi, berhadapan dengan Aluna.
"Sudah menjadi kewajiban ku, Kak. Jadi, nggak usah berterimakasih. Harusnya, aku yang mengucap kata itu. Terimakasih karena sudah banyak membantu dan berperan sebagai malaikat penolong. Bukan hanya sekali, tapi berkali-kali. Sampai aku nggak tau, bagaimana dan dengan apa membalasnya."
Aluna menanggapi ucapan Ryuga diiringi sebaris senyum. Manis dan menambah nilai kecantikan seorang Aluna Kirana. Sayangnya, atensi Ryuga terfokus pada sepiring scrambeld egg dan toast, sehingga tidak menyadari keindahan yang tersuguh.
"Gue nggak butuh balasan, karena terbiasa nggak dapet balasan dan nggak berharap dibalas." Ambigu. Datar. Bernada khas seorang Ryuga Mahesa dan jauh dari kata lembut, apalagi sweet.
Parahnya, mengingatkan Aluna pada puisi yang dibacanya semalam. Berisi risalah hati seorang pemuda, yang cintanya tak terbalas.
Berkat puisi itu, Aluna mengetahui sisi lain Ryuga Mahesa. Presiden Mahasiswa yang dikenal galak, cuek, dan tak tersentuh, ternyata memiliki sisi lembut dan sweet.
Mungkin kedua sisi itu hanya disuguhkan untuk sosok spesial--wanita yang dicinta.
Wajah Aluna berubah sendu.
Celetukan Ryuga sukses merusak suasana hangat yang sejenak tercipta. Memudar sebaris senyum yang semula membingkai wajah.
Si Presiden Mahasiswa makan dengan lahap dan abai dengan perubahan mimik wajah Aluna.
"Lo nggak makan?" Pertanyaan itu terlontar setelah Ryuga menandaskan segelas susu hangat.
Aluna menggeleng pelan. Naf-su makannya hilang terkalahkan oleh rasa tak nyaman yang kembali hadir.
"Aku belum lapar, Kak. Nanti, aku bawa makanan-ku buat bekal."
Ryuga mengangguk, lalu mengusap bibirnya dengan tisu. Ia masih belum menyadari perubahan mimik wajah Aluna. Atau, memang dasarnya tidak peka.
Dasar Pak Ketu !!!
"Yuk berangkat! Gue ada kelas pagi." Ryuga beranjak dari posisi duduk dan menyampirkan tas punggungnya di pundak.
"Kak Ryu duluan saja. Aku masih mau beberes. Piring dan cangkirnya belum aku cuci."
"Gue bantuin nyuci."
"Nggak usah, Kak. Cuma sedikit."
"Lo nyiapin bekal. Gue yang nyuci. Ini perintah. Lo masih inget kan omongan gue semalam? Kalau lo nggak nurut --"
Sebelum Ryuga menyelesaikan ucapannya, Aluna bergegas membawa tubuhnya bangkit, lalu memasukkan scrambeld egg dan toast ke dalam lunch box berbahan plastik berkualitas.
Ryuga mendengus geli.
"Lo beneran nggak mau gue cium?" godanya--menyematkan seutas senyum di bibir.
Aluna mengangguk samar sambil memasukkan lunch box ke dalam tas. Wajahnya sedikit menunduk, sembunyikan raut sendu.
"Kenapa nggak mau?"
"Nggak pa-pa. Aku ... masih trauma --"
dan takut terbawa perasaan ... lanjutnya yang hanya tercetus di dalam benak.
"Trauma gara-gara perbuatan be-jat yang pernah dilakuin Hamdan?"
"Jangan menyebut nama itu lagi, Kak. Dia sudah meninggal. Aku juga nggak mau mengingat perbuatan yang pernah dia lakuin."
"Alright." Ryuga mengamini permintaan sekaligus ucapan Aluna sambil meletakkan tas-nya di kursi, kemudian membawa peralatan makan yang akan dicuci ke wastafel.
Aluna tidak hanya duduk diam ketika suaminya mencuci peralatan makan. Ia membantu menata di rak piring.
Tak ada obrolan.
Keduanya diam dan terlihat canggung.
Detik mesin waktu terus berputar. Memaksa Ryuga dan Aluna untuk segera berangkat ke kampus.
Selama berada di perjalanan, Aluna lebih banyak diam dan menikmati pemandangan yang tersuguh di sepanjang jalan. Tak ada keinginan untuk berbincang dengan lelaki bergelar suami yang tengah fokus memainkan setir mobil.
"Lo ada kelas pagi?" Ryuga memecah hening dan coba alihkan perhatian Aluna. Sekilas menoleh, memperhatikan istrinya yang sedari tadi melempar pandangan ke luar jendela dan tampak melamun.
Tak ada jawaban.
Aluna membisu.
Entah tidak mendengar atau enggan memberi tanggapan.
"Lun, lo ngelamun?" Ryuga kembali bertanya, berharap Aluna menanggapi.
Helaan napas terdengar dari indera penciuman Aluna, seiring gerakan kepala--menoleh ke arah lawan bicara.
"Aku ada kelas pagi, Kak. Setelah mengikuti kelas, aku izin ke studio. Banyak berita yang belum selesai disortir dan aku diminta untuk membantu," ucapnya bernada khas. Lembut. Namun jauh dari kata semangat.
"Pulang jam berapa?"
"Belum tau. Nanti aku kabari."
"Nggak sampai malam kan?"
"Bisa jadi sampai malam, karena anak-anak Cakrawala Media banyak yang izin. Termasuk Kak Ayu."
"Kenapa dia izin?"
Aluna mengendikkan bahu. "Aku nggak tau. Tadi ... Kak Hani yang ngasih info di grup."
"Jadi, lo mau nyortir berita sama siapa?"
"Mungkin cuma sama Kak Aksara, Kak Hani, dan Lingga."
"Pembagian tugas kalian nggak bener. Masa announcer disuruh bantuin nyortir berita. Itu kan tugas tim redaksi."
"Ya mau gimana lagi, Kak. Tim redaksinya banyak yang izin. Cuma Lingga yang bisa bertugas hari ini. Kasian kan?"
Tidak ada sahutan yang tercetus. Ryuga mengatupkan bibir setelah membuang napas--sedikit kasar.
Keheningan kembali menyelimuti seisi mobil dan mencipta rasa tak nyaman.
Aluna mengerti jika Ryuga kurang berkenan. Namun sebagai seorang Announcer Cakrawala Media, ia tidak tega membiarkan teman-temannya kewalahan menyortir berita.
"Nanti malam, Kak Ryu nggak usah jemput. Aku bisa pulang naik taxi --"
"Gue jemput. Lo udah jadi tanggung jawab gue. Nggak mungkin gue ngebiarin lo pulang sendiri."
Aluna pasrah. Menolak pun tidak bisa, karena perkataan Ryuga bagai sabda seorang raja yang tidak kuasa dibantah.
Begitu tiba di depan gerbang Gedung A Fakultas Sasindo, Ryuga menghentikan laju kendaraan besinya lalu membantu Aluna melepas seatbelt.
Sebentuk perhatian kecil yang bisa ditunjukkan olehnya sebagai seorang suami.
"Makasih." Usai mengucap kata itu, Aluna meraih tangan Ryuga dan melabuhkan kecupan di punggung tangan. Lantas mengucap salam dan segera membawa tubuhnya keluar dari dalam mobil.
Ryuga tercenung. Sepasang indera penglihatannya tak lepas dari punggung Aluna yang kian menjauh dan hilang dari pandangan mata.
Batinnya merutuki diri, karena belum bisa menjadi suami yang baik untuk Aluna. Wanita berparas cantik spek bidadari.
.
.
Usai mengikuti kelas pagi, Aluna bergegas membawa ayunan kakinya menuju studio, sebab ketiga rekannya sudah menunggu di sana. Mereka Aksara, Hani, dan Lingga.
Benar kata Hani, banyak berita yang masuk dan belum sempat disortir oleh tim redaksi.
Selesai menyortir, mereka masih harus mengolahnya menjadi naskah siap siar.
"Lun, nanti malam ... kamu bisa nemenin Aksara siaran kan? Kita bakal kedatangan tamu spesial. Wakil Jendral BEM dari Universitas Angkasa Dirgantara, buat ngisi acara DIMA--Dialog Mahasiswa," ujar Hani di sela-sela aktivitasnya menyortir berita.
"Aku ... nggak janji, Kak."
"Diusahain bisa ya! Harusnya sih Si Ayu. Tapi dia izin karena ada keperluan. Urgent katanya."
"Insya Allah, Kak," sahut Aluna--ragu. Lalu kembali fokus menyortir berita. Abaikan suara getaran dan notif pesan yang berasal dari ponselnya.
"Lun, ponselmu berdering. Diangkat dulu! Siapa tau penting," tutur Aksara sambil menggeser posisi duduknya, tepat di sisi Aluna.
"Nanti saja, Kak. Lagi nanggung."
"Okey. Terserah kamu. Ngomong-ngomong, kamu sudah makan siang belum?"
Aluna menggeleng. "Belum. Tapi, tadi pagi aku sudah sarapan di kelas."
"Aku pesenin makan siang ya. Kamu mau makan apa?"
"Nggak usah, Kak. Aku belum lapar. Kalau mau pesan makanan, buat Kak Aksara saja."
"Jangan telat makan. Nanti asam lambungmu kambuh."
"Ehem. Aku sama Lingga nggak ditawarin nih?" Hani menginterupsi dan mengedipkan mata. Menggoda Aksara yang tengah menunjukkan perhatian pada Aluna.
"Kalian mau makan apa? Aku pesenin sekalian."
"Mie gacoan aja dech. Yang level empat."
"Aku juga, Kak. Tapi level lima. Level empat kurang pedes." Lingga menyahut.
Aksara mengejapkan mata, lantas kembali fokuskan perhatiannya pada Aluna.
"Kamu juga mau dipesenin mie gacoan, Lun? Biar dapat promo. Beli tiga gratis satu."
"Aku ngikut saja, Kak --"
"Ngikut ke rumahku?" Aksara tertawa kecil. Niatnya bukan hanya ingin mencandai Aluna, tapi mengutarakan sebentuk keinginan yang telah lama dipendam. Membawa wanita spek bidadari pulang ke rumah untuk dikenalkan pada kedua orang tuanya dan dijadikan sebagai kekasih halal.
Gagalnya rencana pernikahan Aluna dan Baskara sudah menjadi rahasia umum di kalangan warga kampus Cakrawala.
Namun masih banyak yang belum mengetahui, jika Aluna sudah memperoleh pengantin pengganti dan telah melaksanakan akad nikah. Terlebih Aksara, yang baru pulang dari Jakarta--kemarin sore, setelah satu minggu berada di kota itu.
Aksara hanya mendengar kabar mengenai berakhirnya hubungan Aluna dan Baskara dari Hani, tadi sebelum Aluna datang ke studio. Itu pun hanya sekelumit.
🍁🍁🍁
Bersambung
kreatif. Tapi nilai kreatifnya akan bermakna jika digunakan ke arah hal yg lbh positif. ngritik boleh. Tapi lbh baik jika energinya dibuat utk ikut membangun aja kan... membangun bukan yg berarti harus ini dan itu, terjun di politik atau apalah..berpikiran kayak anak muda di kisah ini, itu udah bagian dari membangun. membangun mental bangsa yang udah terlalu banyak dicekoki parodi---yang sementara dianggap lucu, tapi justru tanpa sadar menanamkan nilai tidak mrncintai negeri ini....
ah..kok ngomongnya jadi kemana2 ya..
aku nyimak ya..sambil goleran
kalau di lingkup personal gak. Tapi itu emang udah sesuai porsi. kan judulnya sandiwara cinta Presma...😍😍
nyonya kaya raya ketipu arisan bodong bisa darting juga ya😄😄
ada sesuatu nih dgn nama ini