Najla anerka ariyani arutama
Nama dia memang bukan nama terpanjang di dunia tapi nama dia terpanjang di keluarga dia
Memiliki 4 saudara laki laki kandung dan 3 saudara sepupu dan kalian tau mereka semua laki laki dan ya mereka sangat overprotektif akhh ingin sekali menukar merek semua
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon biancacaca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PART 22
IT'S A PRANK......

Hari berikutnya dimulai… mencurigakan normal.
Tidak ada pintu digedor,
tidak ada teriakan,
tidak ada bunyi panic dari dapur,
bahkan minyak goreng di meja aman tak tersentuh.
Arlen berdiri di tengah ruang tamu, menatap semua teman yang duduk manis seperti siswa les pagi.
Kenzi minum air putih tanpa drama.
Kaelan makan biskuit tanpa meledak.
Damar tidak menghakimi siapa pun hari itu.
Najla duduk sopan tanpa melempar sarcastic punchline.
Keheningan itu membuat Arlen tidak tenang.
“Jujur aja,” katanya perlahan.
“Kalian mau apa?”
Semua saling pandang.
Lalu serempak, dengan nada terlalu rapi:
“Kita mau ngobrol.”
Arlen langsung mundur selangkah.
“Tidak. Itu lebih bahaya dari sabotase dapur.”
Lingkaran Curhat Paksa
Tanpa sempat kabur, Arlen sudah didudukkan di karpet, dikelilingi mereka.
Kaelan tepuk tangan sekali.
“Agenda hari ini: bicarain perasaan yang biasa kita kubur biar nggak virusan!”
Kenzi menghela napas berat.
“Kalimat lo bikin gue mual sih, tapi poinnya betul.”
Damar mengeluarkan notes kecil.
Najla menatap lantai, pura-pura nggak peduli, tapi dengernya paling serius.
Kaelan menunjuk Arlen seperti moderator acara seminar:
“Bang Arlen, ada yang mau lo keluarin?”
Arlen menatap mereka tajam.
“Saya sehat.”
Kenzi: “Bang, lo ngomong gitu sambil mata berkedut.”
Najla: “Kayak wajan yang mau meledak.”
Damar: “Dan jujur, kita semua udah pernah lihat lo lompat dari gedung. Jadi definisi ‘sehat’ lo itu… kita ragu.”
Arlen kalah voting.
Ia diam cukup lama, lalu berkata:
“…Gue cuma lagi belajar nafas tanpa siapin rencana kabur.”
Hening sebentar.
Tidak ada yang bercanda kali ini.
Karena itu bukan lelucon.
Satu per satu mulai terbuka
Najla angkat tangan pelan.
“Gue dulu tidur sambil dengerin apakah ada langkah orang. Sekarang kalau rumah sepi… gue malah nggak bisa tidur karena takut kalian semua udah pergi.”
Kaelan nyengir kecil, tapi matanya gak bercanda.
“Gue ribut terus bukan karena seneng… tapi karena gue takut kalau gue diem, dunia mulai nyuruh gue ingat semua yang gue hindari.”
Kenzi menggaruk belakang kepala.
“Gue… kalau nggak ngelucu dikit, kepala gue berisik sendiri, ngerti kan?”
Damar, paling hening, bicara paling dalam:
“Kita semua bukan gak takut. Kita cuma kompak aja pura-pura berani.”
Sunyi.
Bukan sunyi yang dingin.
Tapi sunyi yang akhirnya jujur.
Respons Arlen yang jarang keluar
Arlen berdiri perlahan.
Semua siap dikasih pidato bijak.
Tapi yang keluar justru:
“Laper nggak?”
Kaelan blink. “Hah?”
Arlen jalan ke dapur sambil bilang,
“Ngobrol kayak gitu contoh hal yang kita gak pernah dilatih buat hadapin. Tapi makan bareng? Kita jago.”
Najla tertawa kecil duluan.
Lalu semua ikut berdiri, mengikuti langkahnya.
Karena memang benar.
Mereka tidak ahli menghadapi masa lalu.
Tapi mereka ahli menghadapi hari ini…
Asal bersama.
Siang itu tidak istimewa, tapi penting
Mereka makan ayam penyet di karpet.
Sambelnya kepedesan.
Kenzi hampir nangis tapi gengsi.
Kaelan minum air seperti lomba maraton.
Najla kipas-kipas lidah.
Damar tetap elegan meski berkeringat.
Arlen diam tapi piringnya nambah dua kali.
Tidak ada dialog puitis.
Yang ada cuma:
“Gila pedesnya!”
“Minum dong woi!”
“Gue sudah lihat cahaya akhirat.”
“Lo masih makan, artinya fine.”
Dan entah kenapa…
itu terasa lebih menyembuhkan dari seratus sesi curhat.
Menjelang sore
Kenzi rebahan duluan.
Kaelan mulai ngantuk.
Najla sudah main ponsel.
Damar bersandar ke sofa sambil menutup mata.
Arlen berdiri di pintu belakang, lihat mereka semua berantakan namun… ada.
Lalu dia menggumam, sangat pelan:
“Gue nggak hebat nyimpen orang di hidup gue… tapi makasih, kalian susah diusir.”
Najla tanpa menoleh:
“Bukan susah diusir, bang. Kita emang nggak mau pergi.”
Kenzi menimpali:
“Plus rumah lu ada makanan.”
Kaelan:
“Dan wifi.”
Damar:
“Dan kalian.”
Arlen mendengus, tapi senyumnya lewat sepersekian detik.
Cukup untuk jadi bukti.
Malam tiba
Tidak ada musuh. Tidak ada ledakan. Tidak ada rencana bertahan hidup.
Yang ada hanya sekelompok manusia setengah rusak, yang sepakat pulang ke tempat yang sama berkali-kali.
Karena ternyata…
hal paling berani yang pernah mereka lakukan bukan melawan dunia.
Tapi tetap tinggal, bahkan setelah semuanya hampir hancur.
Satu kata yang dulu terasa mustahil buat Najla.
Sekarang, setiap pagi ia berdiri di depannya sambil menahan kantuk dan eksistensial crisis level ringan.
Hari itu, ada pengumuman yang bikin seluruh kelas berubah mode darurat:
“Minggu depan ada drama pentas seni. Setiap kelas wajib tampil.”
Hening.
Lalu semua murid panik bersamaan.
Bukan karena malu.
Tapi karena semuanya berharap orang lain yang maju.
Wali kelas menunjuk random dari daftar.
“Najla. Kamu masuk tim inti, ya.”
Najla yang sedang minum air langsung tersedak.
“Bu, saya cuma bisa perang batin, bukan drama panggung.”
“Justru drama itu perang batin, Najla.”
Najla kalah argumen.
Sore — Rumah Arlen
Najla melempar tas ke meja seperti pejuang yang kalah di bab pertama.
“Bang… gue ikut pentas seni.”
Arlen mengupas bawang tanpa mendongak.
“Wah. Bagus. Balas dendam ke panggung.”
“Bang, gue disuruh akting. Zona nyaman gue cuma tidur, makan, dan nggak ikut campur.”
Arlen menatapnya datar.
“Selamat. Lo akan ikut campur.”
Najla menghantam sofa.
Rencana Geng Minus Waras (yang tidak diminta)
Sayangnya, telinga Kaelan kebetulan menangkap info itu dari arah angin.
Malamnya, semuanya nongkrong lagi.
Formasi lengkap.
Kaelan berdiri di kursi seperti general perang:
“Kita bantu Najla latihan akting!”
Kenzi: “Kenapa gue merasa terancam?”
Damar: “Karena ini pasti chaos.”
Arlen: “Karena itu Kaelan.”
Latihan dimulai
Kaelan: “Adegan 1! Najla pura-pura sedih karena cintanya ditolak!”
Najla datar: “Gue bahkan gak punya crush.”
Kenzi dari belakang: “Sama. Hidup kita kurang romance, kebanyakan survival.”
Damar: “Coba improv dulu, Naj.”
Najla tarik napas.
Lalu dengan ekspresi flat berkata ke Arlen:
“Bang… kamu jahat. Kamu jahat banget.”
Arlen: …
Kaelan: “Lebih dalem! Lebih sakit!”
Najla nunjuk Arlen:
“Bang, kamu pake parfum mahal sendirian dan nggak bagi-bagi.”
Arlen: blinking slowly
Kenzi langsung tepuk lantai sambil ngakak.
Kaelan putus asa. “Ini bukan sinetron warung barbershop!”
Ganti adegan — Marah Dramatis
Kaelan: “Sekarang marah besar!”
Najla maju selangkah, lalu:
“AKU KECEWA!”
Hening.
Kenzi: “Itu kaya kamu pesen es teh tawar tapi dikasih gula dikit doang.”
Damar: “Marahnya terlalu sopan.”
Najla menunjuk Kaelan:
“KAU MERUSAK HIDUPKU!”
Kaelan terharu: “Yes, gitu— tunggu, HAH?”
Tibalah giliran Arlen memberi contoh (terpaksa)
Arlen menghela napas panjang, lalu berdiri.
Nada suaranya rendah, tenang, tapi menusuk:
“Lo pikir gue pergi karena gue mau? Gue pergi karena gue nggak punya pilihan yang gak menghancurkan semua orang yang gue sayang.”
Ruangan langsung hening seperti wifi mati saat UAS.
Najla: “…Bang, itu bukan akting, kan?”
Arlen duduk lagi. “Lanjut latihan.”
Kenzi bisik ke Damar:
“Dia kalo akting, dunia yang baper.”
Mendadak jadi sesi jujur (lagi)
Latihan berhenti tanpa komando.
Najla duduk di lantai.
“Lucu ya… dulu kita mau sembunyi biar gak kelihatan. Sekarang gue malah disuruh tampil biar dilihat orang.”
Kaelan duduk di sebelahnya.
“Lo bukan tampil buat mereka, Naj. Lo tampil karena lo masih ada buat dilihat.”
Damar menambahkan:
“Dan itu hal yang dulu hampir nggak kita punya.”
Kenzi sambil selonjoran:
“Lagipula, malu gak bunuh orang. Manggung agak cringe doang.”
Najla mendengus, lalu tersenyum kecil.
“Anjir, bener juga.”
Malam semakin larut
Latihan bubar bukan karena selesai,
tapi karena Kaelan lupa dialog sendiri,
Kenzi lapar,
Damar ngantuk,
dan Arlen ogah jadi mentor drama.
Tapi sebelum tidur, Najla sempat bilang:
“Bang… besok latihannya lanjut ya?”
Arlen berdiri di ambang dapur.
“Kalau bawang gue gak dipakai properti nangis, lanjut.”
Najla nyengir. “Deal.”
Di grup chat malamnya
Geng Minus Waras
Kaelan: Najla aktor masa depan 🎭
Kenzi: Masa depan yang penuh teriakan apparently
Damar: Support mental + moral ready
Arlen: Besok jangan rusak rumah
Najla: Besok gue bisa. Mungkin.
Seen 00.03
Tidak ada yang left the chat.