NovelToon NovelToon
Misteri Obat Kuat di Dompet Suamiku

Misteri Obat Kuat di Dompet Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor jahat / Pelakor / Selingkuh
Popularitas:157
Nilai: 5
Nama Author: Caracaramel

Anton selalu pulang dengan senyum hangat, perhatian yang tak berubah, dan alasan pekerjaan yang terdengar sangat wajar. Terlalu wajar, hingga Nayla tak pernah merasa perlu meragukannya.

Namun ketika satu demi satu kejanggalan kecil muncul, Nayla mulai dihadapkan pada kenyataan pahit. Pengkhianatan tak selalu datang dari sikap yang dingin, melainkan dari kehangatan yang dijaga dengan terlalu rapi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caracaramel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8

Nayla baru selesai menyiapkan daftar belanja ketika Anton muncul dari kamar dengan kemeja putih dan celana jeans santai. Penampilan yang jarang ia pakai kecuali di hari libur atau ketika ingin benar-benar menghabiskan waktu dengan keluarga.

“Siap?” tanya Anton sambil meraih kunci mobil.

Nayla mengangguk. “Iya. Dea masih tidur?”

“Tadi aku intip, masih pulas. Biar saja, hari ini dia nggak ada jadwal pagi kan?”

“Ya, nggak ada.”

Anton tersenyum, lalu menggandeng tangan Nayla sebentar sebelum melepaskannya untuk membuka pintu mobil. Gerakan kecil itu, gandengan tangan, seharusnya membuat hati Nayla hangat. Seharusnya seperti itu. Namun hatinya, entah kenapa, justru berdebar dengan irama yang sulit dia pahami.

***

Supermarket belum terlalu ramai ketika mereka masuk. Hanya ada beberapa orang yang berbelanja. Termasuk mereka berdua.

“Pertama sayur dulu?” tanya Anton.

Nayla mengangguk pelan. “Iya.”

Anton mendorong troli, Nayla berjalan di sampingnya.

“Eh, Nay,” kata Anton sambil mengambil paprika merah. “Kamu mau coba bikin masakan yang waktu itu kamu lihat di internet? Yang semur paprika itu?”

Nayla menatapnya kaget. “Kamu ingat?”

“Tentu ingat. Kamu cerita sampai tiga kali,” Anton terkekeh.

Nayla ikut tertawa kecil. “Aku kira kamu nggak merhatiin.”

“Mana mungkin.”

Anton mengambil beberapa paprika lalu memasukkannya ke troli. Lalu dia menoleh pada Nayla, menatapnya dengan lembut, seperti suami yang mencintai istrinya sepenuh hati.

Tapi entah kenapa, Nayla justru merasa tatapan itu terlalu sempurna hari ini. Terlalu halus untuk seseorang yang kemarin pulang larut tanpa kabar.

“Mas,” Nayla memanggil pelan.

“Hm?”

“Kamu yakin nggak ada apa-apa dengan kerjaanmu? Maksudku, kamu kelihatan capek banget,”

Anton tersenyum. “Aku capek, iya. Tapi nggak ada apa-apa. Kenapa kamu tanya gitu?”

“Nggak, aku khawatir kalau kamu jadi sakit.”

Anton menghentikan troli, menghadap Nayla sepenuhnya. “Nayla.”

“Hm?”

“Aku baik-baik aja. Beneran.”

Nayla tersenyum kecil. “Oke.”

Mereka melanjutkan belanja. Sepanjang lorong, Anton sesekali memilihkan bumbu yang ia tahu Nayla pakai. Dia bahkan mengambilkan air mineral favorit Nayla tanpa diminta. Terlihat sangat suami ideal.

Mungkin itu yang membuat Nayla semakin bingung.

***

Ketika mereka sampai di rak deterjen, Nayla memperhatikan Anton mengambil merek yang berbeda dari biasanya.

“Kok beli yang itu?” tanya Nayla.

“Oh.” Anton menoleh. “Baunya enak. Kemarin temenku rekomendasi.”

“Teman? Yang mana?”

“Hendra,” jawab Anton cepat. “Anak HR yang suka pulang bareng aku kalau lembur.”

Nada Anton wajar, tidak ada jeda mencurigakan. Tapi, Nayla merasa ada sesuatu yang terlalu mulus. Hanya perasaan dan tidak ada bukti. Namun, perasaan itu seperti bayangan di dinding. Terlihat samar, tapi ada.

Ia tersenyum kecil. “Oke.” katanya sekali lagi.

Anton menatapnya sebentar lagi,tatapan memeriksa, memastikan. Lalu ia mendorong troli lagi. Ketika sudah merasa semua keperluan masuk ke dalam troli, mereka sampai di kasir, Anton menggenggam tangan Nayla.

“Senang nggak hari ini?” tanyanya.

Nayla mengangguk. “Senang.”

“Aku juga.”

Anton mengusap punggung tangannya sebentar. Lalu menambahkan dengan suara rendah, “Kita harus lebih sering begini.”

“Iya.” Nayla tersenyum. “Sudah lama kita nggak berdua.”

“Aku juga sibuk banget kerja,” balas Anton.

Ketika giliran mereka, Anton melangkah maju sambil tetap memegang tangan Nayla, seolah ingin meyakinkan Nayla bahwa semua baik-baik saja, bahwa tidak ada yang berubah. Nayla membiarkan tangannya dipegang.

Untuk pertama kalinya, ia bertanya dalam hati, Apakah semua yang terlihat baik-baik saja ini, memang benar-benar tidak menyembunyikan apa-apa?

Setelah membayar belanjaan, Anton membawa dua kantong besar, sementara Nayla menenteng satu kantong berisi roti dan buah. Mereka berjalan menuju parkiran yang masih lengang. Angin lembut bertiup, membuat rambut Nayla sedikit berantakan. Anton menoleh, lalu merapikan anak rambut di pelipisnya.

“Angin pagi ini agak usil, ya,” ujar Anton sambil tersenyum.

Nayla tertawa pelan. “Iya.”

Mereka berjalan pelan menuju mobil. Langkah Anton terasa santai, tidak terburu-buru, seolah ia betul-betul menikmati pagi itu. Nayla memperhatikannya.

Setelah seluruh belanjaan masuk ke bagasi, Anton masuk ke kursi pengemudi. Ia menyalakan mesin.

Mata Nayla sekejap menangkap sesuatu. Ponsel Anton yang diletakkan terbalik. Layar menghadap ke bawah, berada di samping gearbox.

Itu bukan hal besar. Banyak orang meletakkan ponsel seperti itu. Nayla pun sering begitu. Tapi dulu, Anton tidak pernah melakukan itu.

Tidak pernah menaruh ponsel dengan layar menghadap meja atau kursi. Anton selalu meletakkan layar menghadap atas, agar mudah melihat notifikasi masuk.

Kenapa berubah?

***

Dalam perjalanan pulang, mereka melewati taman kota yang mulai ramai oleh anak-anak kecil berlari-lari.

“Kalau Dea masih kecil, pasti dia udah minta main di sana,” ujar Anton sambil tersenyum, matanya mengikuti sepasang balita yang sedang mengejar gelembung sabun.

Nayla ikut tersenyum kecil. “Dulu dia tiap lewat sini pasti bilang, ‘Ayah, Dea mau turun!’.”

“Dan aku selalu turuti.”

“Iya,” Nayla mengangguk. “Selalu.”

Anton terlihat bangga. “Mumpung dia masih kecil waktu itu. Sekarang mana mau diajak main di taman begini.”

Nayla tertawa. “Iyalah, SMA. Mau main sama siapa coba? Sama ayahnya?

“Ya boleh dong. Aku kan masih muda,” sahut Anton sambil memasang wajah sok percaya diri.

Nayla memukul pelan lengan Anton. “Ih, percaya diri.

“Harus dong.”

Suasana mobil kembali terasa hangat. Musik slow pelan mengalun. Bahkan tangan Anton sempat mencari tangan Nayla di pangkuannya dan menggenggamnya selama beberapa menit tanpa berkata apa-apa.

***

Ketika mereka sampai di rumah, Bu Sari sedang menyapu teras.

“Wah, belanjaannya banyak banget, Mbak Nay,” sapanya.

Nayla tersenyum. “Iya. Sekalian, Bu.”

Anton membantu mengangkat semua kantong ke dapur, tidak membiarkan Nayla mengangkat yang berat.

“Nay, kamu atur saja, ya. Aku cuci mobil sebentar,” katanya sambil membuka kancing lengan kemejanya.

“Cuci mobil sendiri?” tanya Nayla heran.

“Ya, iseng aja. Biar ada kegiatan.”

Nayla mengangguk. “Oke.”

Anton keluar, membawa selang air. Dari jendela dapur, Nayla bisa melihat Anton mencuci mobil dengan serius, kadang meniup busa di tangannya sambil tertawa kecil. Adegan itu membuat Nayla tersenyum, karena terlihat sangat seperti Anton yang dulu-dulu, ketika mereka masih baru menikah.

Namun sesaat kemudian, pikiran Nayla kembali berubah. Kenapa Anton hari ini begitu manis?

Mengajak belanja berdua, menggenggam tangannya, memperhatikan semua hal kecil. Bahkan mencuci mobil sendiri seolah ingin terlihat santai dan “normal”.

Sebuah pikiran terlintas dan langsung dia usir. Apa dia merasa bersalah sampai terlalu berusaha terlihat sempurna hari ini?

Tidak. Tidak boleh berpikir begitu. Tidak boleh mengira yang tidak-tidak. Nayla menepuk pipinya sendiri pelan. “Sudah. Fokus sama yang ada saja.”

Sambil menyusun sayur ke kulkas, Nayla menatap ke arah jendela lagi. Anton sedang membilas bagian kap mobil, lalu melihat ke arah dapur dan tersenyum padanya. Lalu, Nayla membalas senyuman itu. Senyuman yang kali ini terasa sedikit getir.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!