NovelToon NovelToon
Mahira

Mahira

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Pengganti
Popularitas:8.4k
Nilai: 5
Nama Author: santi damayanti

“Aku kecewa sama kamu, Mahira. Bisa-bisanya kamu memasukkan lelaki ke kamar kamu, Mahira,” ucap Rangga dengan wajah menahan marah.
“Mas Rangga,” isak Mahira, “demi Tuhan aku tidak pernah memasukkan lelaki ke kamarku.”
“Jangan menyangkal, kamu, Mahira. Jangan-jangan bukan sekali saja kamu memasukkan lelaki ke kamar kamu,” tuduh Rukmini tajam.
“Tidak!” teriak Mahira. “Aku bukan wanita murahan seperti kamu,” bantah Mahira penuh amarah.
“Diam!” bentak Harsono, untuk kesekian kalinya membentak Mahira.
“Kamu mengecewakan Bapak, Mahira. Kenapa kamu melakukan ini di saat besok kamu mau menikah, Mahira?” Harsono tampak sangat kecewa.
“Bapak,” isak Mahira lirih, “Bapak mengenalku dengan baik. Bapak harusnya percaya sama aku, Pak. Bahkan aku pacaran sama Mas Rangga selama 5 tahun saja aku masih bisa jaga diri, Pak. Aku sangat mencintai Mas Rangga, aku tidak mungkin berkhianat.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi damayanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

mh 17

Mahira melanjutkan langkahnya menuju ruang guru, dia membuka pintu.

Tampak suasana mendadak hening padahal tadinya ramai dan tentu saja sedang membicarakan dirinya.

Mahira melangkah duduk di kursinya dan tidak ada satu pun yang menyapa dirinya.

Mahira menarik napas berat, dia melihat sebuah proposal yang dia ajukan kepada yayasan untuk pembebasan biaya beberapa siswa yang dia anggap tidak mampu. Mahira membawa SMK Nusantara jadi juara 3 olimpiade matematika. Dan yayasan berjanji akan mengabulkan permintaannya, ternyata Mahira meminta yayasan memberikan beasiswa sesuai rekomendasi Mahira.

“Loh, kenapa proposal ini dikembalikan lagi padaku,” gumam Mahira.

“Apa Anggi tidak acc dan tidak meneruskan kepada yayasan.”

Mahira bangkit lalu membawa proposal itu ke ruangan Anggi di ruangan guru BK.

“Assalamualaikum,” ucap Mahira.

Tidak ada jawaban, Mahira mengulangi salam.

Akhirnya pintu dibuka dari dalam, ternyata sudah ada Ibu Fany sedang mengobrol dengan Anggi.

“Ada apa, Mahira?” tanya Anggi ketus. “Kalau enggak penting nanti dulu saja, aku lagi ngobrol serius dengan Ibu Fany.”

“Anggi, kenapa kamu mengembalikan proposal beasiswa yang sudah kubuat?” tanya Mahira.

“Ah, aku malas, Mahira, menyampaikan ke yayasannya,” jawab Anggi enteng.

“Kenapa, Anggi?” tanya Mahira penasaran. “Apa ada yang kurang,” tambah Mahira.

“Tidak ada yang kurang,” jawab Anggi. “Hanya aku malas saja.”

“Kenapa kamu malas menyampaikan proposalku.”

“Ya karena kamu yang membuat, aku takut saja siswa yang kamu ajukan sama pembohongnya kayak kamu,” jawab Anggi.

“Brak,” Mahira membanting proposal itu di meja Anggi.

“Kamu tidak profesional, Anggi, kamu tahu sendiri beberapa kali aku home visit sama siswa yang akan aku ajukan beasiswa. Aku sudah teliti keluarganya, mereka semua adalah orang yang layak mendapatkan beasiswa. Mereka itu anak yatim, Anggi.”

“Santai dong, Mahira, benar kata guru-guru yang lain kamu itu kekanak-kanakan, Mahira, dan tukang bohong. Dan buat apa aku meneruskan proposal dari tukang bohong seperti kamu.”

“Sebutkan apa saja kebohonganku, ha,” bentak Mahira. “Apa karena aku lari dari pernikahan, apa karena adikku yang menggantikan aku, ha, kalian terlalu gampang menilai tanpa menelaah.”

“Sudahlah, Mahira, jangan ribut. Benar kata adik kamu kalau kamu itu temperamental.”

“Oh, kamu lebih percaya adikku ketimbang aku, ha.”

“Jelas saja adik kamu lebih bijaksana dan dewasa dari kamu,” jawab Anggi.

Mahira menarik napas berat.

“Ok, terserah kamu mau percaya atau tidak sama aku. Tapi setidaknya kamu harus lihat anak-anak yang aku ajukan. Mereka adalah anak-anak yang tidak mampu, rata-rata mereka anak yatim,” ucap Mahira kesal.

“Tidak bisa, silakan pergi sekarang. Masih banyak yang harus aku kerjakan.”

“Anggi,” sentak Mahira.

“Bu Mahira, sudahlah, jangan bikin onar. Kalau kata Bu Anggi tidak bisa berarti tidak bisa,” ucap Ibu Fany yang sedari tadi diam.

“Sebenarnya aku bisa mengabulkan permintaan kamu tapi syaratnya hanya satu,” ucap Anggi.

“Katakanlah apa,” tanya Mahira.

Anggi bangkit dan mendekat ke arah Mahira. “Keluar dari SMK Nusantara,” bisik Anggi.

Mahira menarik napas berat. “Baiklah, nanti aku pikirkan,” gumam Mahira.

Mahira melangkah keluar ruangan BK.

“Astaga, pulpenku ketinggalan,” ucap Mahira setelah keluar dari ruangan BK.

Mahira kembali ke ruangan BK, kali ini pintu tidak tertutup kayak tadi.

Sayup-sayup terdengar obrolan Ibu Fany dan Anggi.

“Bagus, Anggi, Mahira memang harus diberi pelajaran. Jangan mentang-mentang yayasan membutuhkannya sehingga enak saja dia mengajukan siswa untuk dapat beasiswa. Mahira itu tukang bohong dan raja tega, aku takut kita salah sasaran,” ucap Ibu Fany.

“Maaf, aku mau ambil pulpen,” ucap Mahira ketus.

“Dengar ya, Bu Fany, silakan Bu Fany cek kondisi siswa yang saya ajukan kalau Anda memang tidak percaya sama saya.......Kalau kalian berdua menyebabkan siswa yang aku ajukan putus sekolah, kalian tanggung jawab dunia akhirat, mereka itu anak yatim,” ucap Mahira tegas kemudian melangkah pergi dari ruangan BK.

“Kukira mereka mengobrol hal penting, ternyata mereka bergosip,” ucap Mahira dalam hati.

Mahira segera kembali ke ruangan guru dan mengambil tasnya lalu pergi meninggalkan sekolah dengan rasa kesal.

,,,

Sementara itu, di taman dekat sekolah, Doni tampak sedang ngobrol dengan tukang batagor.

“Waduh, gimana dong, Bos, lagian kenapa juga lu lari kenapa hajatan coba,” ucap tukang batagor.

“Ya hanya itu cara yang bisa gue lakukan biar selamat dari kejaran,” jawab Doni sambil mengunyah batagor.

“Gue enggak ngebayangin betapa marahnya Jihan kalau tahu lu sudah nikah.”

“Sudahlah, jangan bahas wanita aneh itu lagi,” ucap Doni.

Beberapa orang datang membeli batagor membuat obrolan mereka terhenti.

“Bagaimana perkembangan lu di sini?” tanya Doni.

“Belum ada perkembangan, Bos. Semenjak kematian Riko sepertinya geng Rembulan dan geng Leo membatasi aktivitas mereka,” jawab Soni sambil menggoreng batagor.

“Kalau lu sendiri gimana?”

“Ada namanya Saras, antingnya sama persis. Gue harus deketin dia, kalau bisa gue pacarin dia. Tapi bini gue ngajar lagi di situ, pusing gue jadinya.”

“Ya elah, serius amat sama cewek. Biasanya lu gombalin terus tinggalin pergi,” ucap Soni terkekeh.

“Ini beda, gue udah akad. Awalnya gue sih biasa saja, tapi setelah gue renungi, gue bisa bohong sama manusia tapi sama Allah gimana. Gue udah janji melindungi dia atas nama Allah, jadi gue takut nyakitin dia.”

“Buset, kesambet apa lu, Bos,” ucap Soni.

Lagi asyik mengobrol, Doni melihat sosok yang dia kenal melintas. Pandangannya kosong sampai tidak fokus ke arah Doni.

“Nah, itu dia bini gue, gue kejar dulu ya,” ucap Doni menaruh piring batagor.

“Wey, bayar,” ucap Soni.

Doni terus mengikuti Mahira sampai pada satu taman yang depannya ada danau, Mahira duduk di bawah pohon beringin sambil melihat danau.

“Ih ngapain duduk di situ, ga takut kesambet apa” pikir Doni merasa ngeri karena setahu dia kalau pohon beringin banyak hantunya.

Mahira memandang danau, kemudian mengedarkan pandangan.

“Ibu” isak Mahira menangis.

“Ibu kenapa semua berantakan tanpa Ibu.”

Mahira duduk tertunduk, tangannya menutup wajahnya, rasanya dia ingin mencakar wajahnya sendiri. Mahira terus sesenggukan menangis, kemudian membuka telapak tangannya, terlihat air mata bercampur ingus membasahi tangannya.

“Ibu aku rindu Ibu” ucap Mahira.

Mahira merogoh kantongnya untuk mencari tisu tapi tidak ada.

Tiba-tiba ada tisu di depan matanya, Mahira mengambil lalu menyeka air matanya.

Mahira terus menyeka air matanya, dulu ada Rangga yang selalu menenangkan dia manakala dia berantem sama bapaknya.

“Menangislah jangan ditahan” ucap seseorang.

Mahira semakin menangis, air matanya terus turun.

“Bersandarlah kalau kamu butuh sandaran.”

Refleks Mahira menyandarkan tubuhnya ke pundak seorang lelaki.

“Menangislah yang puas, jangan sampai tersisa” ucap seorang lelaki.

“Keluarkan unek-unek kamu.”

Mahira menangis terus.

“Aku pusing, aku stres, aku merasa sendiri, aku merasa tak ada yang peduli, aku merasa semua orang tidak ada yang percaya sama aku.”

“Rangga sialan itu menikah dengan adik tiriku.”

“Aku difitnah, aku dianggap pembohong.”

“Aku ga masalah tapi bagaimana dengan anak didikku yang aku perjuangkan, aku tidak rela mereka putus sekolah.”

Mahira terus menangis dan mengeluarkan semua unek-uneknya.

terimakasih partini, puspa endah, citra clarisa, liberata, dan semua yang sudah mensupport,,, selamat membaca

1
puspa endah
ceritanya bagus thor susah di tebak
puspa endah
teka teki banget ceritanya👍👍👍👍 lanjut thor😍😍😍
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
partini
oh seperti itu
puspa endah
lanjut thor👍👍👍
puspa endah
banyak teka tekinya thor😄😄😄. siapa lagi ya itu....
anak buah doni kah?
puspa endah
woow siapakah Leo?
NP
ga jadi mandi di doni
puspa endah
🤣🤣🤣 lucu banget mahira n doni
partini
Leo saking cintanya sama tuh Kunti Ampe segitunya nurut aja ,,dia dalangnya Leo yg eksekusi hemmmm ledhoooooooooo
partini
sehhh sadis nya, guru ga ada harganya di mata mereka wow super wow
partini
hemmm modus ini mah
partini
apa Doni bukan anak SMA,, wah banyak misteri
puspa endah
wah kereen bu kepsek👍👍👍 hempaskan bu susi, bu anggi dan pak marno😄😄😄😄
partini
Reza takut ma bosnya 😂😂
sama" cembukur teryata
puspa endah
bagus mahira👍👍👍 jangan takut klo ga salah
puspa endah
doni kayaknya lagi menyamar
partini
daster panjang di bawah lutut ga Sampai mata kaki ya Thor
tapi pakai hijab apa ga aneh
NP: q kalo dirumah jg sering kayak itu ..to pake legging lengan pendek
total 3 replies
partini
hemmmm Doni ,, kenapa aku berfikir ke sana yah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!