Sari, seorang gadis desa yang hidupnya tak pernah lepas dari penderitaan. Semenjak ibunya meninggal dia diasuh oleh kakeknya dengan kondisi yang serba pas-pasan dan tak luput dari penghinaan. Tanpa kesengajaan dia bertemu dengan seorang pria dalam kondisinya terluka parah. Tak berpikir panjang, dia pun membawa pulang dan merawatnya hingga sembuh.
Akankah Sari bahagia setelah melewati hari-harinya bersama pria itu? Atau sebaliknya, dia dibuat kecewa setelah tumbuh rasa cinta?
Yuk simak kisahnya hanya tersedia di Noveltoon. Dengan penulis:Ika Dw
Karya original eksklusif.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14. Khawatir
"Mas Jaka! Mas Jaka kemana ya? Kok nggak ada di rumah? Apa dia pergi ke kebun sama kakek?"
Sari yang baru pulang dari warung kebingungan mencari keberadaan Jaka. Ia hanya takut pria itu kesasar dan lupa jalan pulang. Maklum saja, tinggal di rumahnya baru tiga harian jadi masih terlalu asing dengan lingkungan di sekitarnya, apalagi kalau sampai pria itu bertemu dengan warga julid bisa-bisa emosinya tak terkendalikan.
"Ya Allah..., kemana mas Jaka pergi? Apa aku cari saja ke kebun, kali aja dia ikutan kakek, tapi bukannya kakek tadi pergi sendiri? Apa dia nyusul kakek sendirian ke kebun?"
Setelah menaruh belanjaannya Sari bergegas keluar rumah untuk memastikan kalau Jaka berada di kebun bersama kakeknya. Ia tak akan bisa tenang sebelum menemukannya.
"Sari, mau ke mana kamu?" tanya Ratih, teman kecil Sari yang kebetulan berpapasan sepulang dari warung.
"Ini aku mau ke kebun," jawab Sari dengan berjalan terburu-buru.
Gadis itu merasa aneh dengan raut wajah Sari yang menunjukkan kekhawatiran. Akhirnya dia putuskan untuk mengejarnya.
"Eh Sari! Kenapa harus buru-buru? Aku temani ya?"
"Enggak usah Ratih! Aku mau menemui kakekku sebentar."
"Iya nggak papa aku temani. Kita kan jarang ketemu Sar! Memangnya kamu nggak kangen sama aku?"
Hanya Ratih diantara temannya yang masih menaruh kepedulian padanya, tapi meskipun begitu Sari tak mau terlalu dekat-dekat apalagi Ratih anak orang berada, orang tua temannya itu tak begitu menyukainya.
Sari menghentikan langkahnya dan berbalik badan. "Kalau ditanya kangen tentu saja aku kangen. Sejak lulusan sekolah aku bahkan jarang banget ngobrol sama kamu. Kamu sibuk dengan sekolahmu sedangkan aku sibuk nemenin kakek di kebun, tapi kalau diminta untuk ngobrol santai kurasa aku nggak memiliki banyak waktu Rat, maafin aku ya?"
Gadis itu mengulas senyumnya dengan menepuk bahu Sari. "Sudah, tenang saja. Akhir akhir ini aku memang cukup disibukkan dengan kegiatan di sekolah, jadi aku nggak pernah ada waktu buat main. Biasanya kita main bareng ya Sar? Aku rindu dengan kebersamaan kita."
Sari terkadang merasa tak pantas berteman dengannya. Ia hanyalah anak orang miskin dan jauh tak sederajat dengan temannya yang lain, terkadang ia minder dan memilih untuk menjauh.
"Oh ya Sar, ada yang ingin aku tanyakan ke kamu."
Alis Sari tertaut. "Memangnya kamu mau tanya tentang apa?"
"Aku denger dari orang-orang di rumah kamu lagi ada orang asing. Kalau boleh tahu siapa dia Sar? Apa dia saudara kamu atau ~~
"Dia bukan siapa-siapaku," jawab Sari dengan cepat.
"Bukan siapa-siapamu? Lantas untuk apa kamu menampungnya? Kamu nggak takut dibohongi? Sekarang banyak orang modus tipu-tipu loh Sar! Kamu harus lebih berhati-hati."
Sebagai sahabat baik tentunya Ratih ingin memberikan nasehat agar temannya bisa menjaga diri dengan baik. Tidak semua orang yang dianggap baik hatinya juga baik luar dalam, bisa jadi itu tipu muslihat untuk menaklukkan lawannya.
"Iya aku tahu itu, tapi~~ Sari bingung harus memulai cerita dari mana. Tidak semua orang akan mempercayai penjelasannya.
"Tapi apa? Bisakah kau menceritakannya padaku?"
"Apakah kau akan mempercayai penjelasanku? Aku tak yakin kamu akan mempercayaiku Ratih, lebih baik nggak usah cerita."
Ratih memutar bola matanya. "Oh ayolah Sari! Jangan kau buat aku penasaran dengan tamu kamu itu. Katanya dia itu cowok tampan ya? Memangnya dia datang dari mana sih? Kok aku jadi penasaran."
"Aku juga nggak tahu dia itu asalnya dari mana Ratih! Awalnya aku bertemu sama dia itu di sungai, dia tergeletak di atas bebatuan dalam kondisi terluka cukup parah, pada saat itu posisiku lagi sendirian nggak ada orang sama sekali, dan dia minta tolong padaku. Aku bingung harus berbuat apa saat itu, menolongnya atau meninggalkannya. Rasanya sangat jahat jika aku membiarkannya sendirian dalam kondisinya terluka parah, pada akhirnya aku terpaksa membawanya pulang dan kubantu untuk merawatnya. Sekarang dia sudah agak baikan, tapi sayangnya dia tidak mengingat masa lalunya."
Sari akhirnya memberikan penjelasan mengenai kisah yang dialami oleh pria yang disapa akrab dengan nama Jaka itu. Ratih selalu saja mendesaknya, jadi ia tak memiliki alasan lagi menutup nutupinya. Apapun tanggapan Ratih ia akan menerimanya, meskipun pahit pada akhirnya.
"Maksud kamu tak mengingat masa lalunya itu apa Sar? Apa dia lagi amnesia gitu?"
Sari mengangguk. "Iya, sepertinya begitu. Sudah tiga hari dia tinggal di rumahku, dan tetap saja tak membuatnya mengingat masa lalunya. Tadi aku tinggal ke warung, sekarang sudah nggak ada di rumah. Aku khawatir dia kenapa-napa di luar, apalagi dia belum begitu mengenal tempat ini. Niatku ingin menemui kakek di kebun, barangkali dia ada di kebun bersama kakek. Sungguh Ratih, aku serba salah. Aku khawatir dia kesasar."
"Oh..., jadi itu yang membuatmu berjalan tergesa-gesa? Yaudah kalau gitu aku bantu untuk mencarinya. Sekalian aku mau kenalan sama dia. Kamu nggak cemburu kan kalau aku mengenalnya?"
Sari mengulas senyuman tipis. "Cemburu maksudmu? Memangnya dia pacarku atau suamiku aku berhak untuk cemburu? Aku sama dia nggak ada hubungan apa-apa. Niatku hanya ingin membantunya, nanti kalau dia sudah pulih tentu bakalan pergi dari sini."
"Oh..., seperti itu? Kirain diantara kalian sudah ada perasaan. Berarti aku masih memiliki harapan buat bisa mengenalnya kan?"
Sari tak menjawab, dua pun langsung melangkahkan kakinya menuju ke arah kebun. Ia tak ingin menghabiskan waktunya untuk berbasa-basi membahas hal yang tidak dianggapnya begitu penting.
Ratih tercengang diam di tempat. Niatnya ingin menemani Sari mencari pria asing itu malah ditinggalkan tanpa pamit.
"Sari gimana sih! Kok aku malah ditinggal? Itu bocah bener-bener ya! Niat ingin bertemu dengan pria asing itu malah gagal. Huft..."
"Kakek! Kakek!"
Setibanya di kebun, Sari memanggil-manggil kakeknya yang tengah menyirami pohon singkong yang masih baru di tanam. Di situ dia melihat kakeknya hanya seorang diri, dia tak mendapati keberadaan Jaka, lalu di mana keberadaan pria itu.
Rahmat menoleh dan mendapati keberadaan cucunya. Dia menggumam dengan fokus menyiram tanamannya. "Loh, ngapain si Sari berteriak teriak kayak gitu?"
Sari berjalan cepat menemuinya. Nafasnya tersengal-sengal setelah berjalan cukup jauh dari rumahnya.
"Kek, mas Jaka mana? Apa dia tadi nyusul kakek ke sini?"
"Jaka? Dia nggak ada di sini kok, bukannya tadi dia ada di rumah? Memangnya dia nggak sama kamu di rumah?"
"Tidak kek, mas Jaka nggak ada di rumah. Aku bahkan sudah mencarinya, tapi dia nggak ada. Aku pikir dia nyusul kakek ke sini, ternyata dia juga nggak ada di sini. Lalu sekarang dia ada di mana kek? Aku khawatir, kalau sampai dia kenapa-napa gimana?"