Dihina dan direndahkan oleh keluarga kekasihnya sendiri, Candra Wijaya benar-benar putus asa. Kekasihnya itu bahkan berselingkuh di depan matanya dan hanya memanfaatkannya saja selama ini.
Siapa sangka, orang yang direndahkan sedemikian rupa itu ternyata adalah pewaris tunggal dari salah satu orang terkaya di negara Indonesia. Sempat diasingkan ke tempat terpencil, Candra akhirnya kembali ke tempat di mana seharusnya ia berada.
Fakta mengejutkan pun akhirnya terkuak, masa lalu kedua orang tuanya dan mengapa dirinya harus diasingkan membuat Candra Wijaya terpukul. Kembalinya sang pewaris ternyata bukan akhir dari segalanya. Ia harus mencari keberadaan ibu kandungnya dan melindungi wanita yang ia cintai dari manusia serakah yang ingin menguasai warisan yang ditinggalkan oleh orang tuanya.
Harta, Tahta dan Wanita "Kembalinya sang Pewaris. "
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni t, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
"Apa gara-gara wanita itu? Semudah itu kamu move on dari aku hanya gara-gara wanita yang tidak lebih cantik dari aku, Candra?" tanya Viona, kedua matanya mulai berkaca-kaca, kecewa dan terluka.
"Kecantikan itu relatif, Viona. Apa gunanya cantik kalau hatinya busuk?"
"Maksud kamu, aku cantik, tapi hatiku busuk, begitu?"
Candra tersenyum menyeringai seraya mengangkat kedua bahunya pelan sebelum akhirnya berbalik lalu melangkah meninggalkan Viona begitu saja.
"Dasar brengsek. Sombong sekali kamu. Liat aja, aku akan menghancurkan kamu karena udah berani menghinaku seperti ini," umpat Viona di dalam hatinya.
Gadis itu pun berbalik lalu hendak melangkah. Namun, langkah kakinya seketika terhenti saat melihat Bram tengah berjalan dari kejauhan. Viona mendengus kesal seraya memalingkan wajahnya ke arah samping.
"Lagi ngapain kamu di sini, Viona? Sekarang udah masuk jam kerja, 'kan?" tanya Bram, menghentikan langkah tepat di depan Viona.
"Iya, ini aku mau kerja," jawab Viona dingin lalu hendak kembali melangkah.
"Jangan bilang kamu habis nemuin si Candra?"
Viona sontak menghentikan langkahnya lalu kembali memutar badan. "Kalau iya, emangnya kenapa? Kita udah putus, 'kan?" jawabnya dengan sinis.
Bram tiba-tiba mencengkram pergelangan tangan Viona dengan keras dan bertenaga. "Siapa bilang kita udah putus, hah? Saya gak akan pernah mutusin kamu, Viona. Kamu lupa siapa yang membantu kamu kerja di sini?"
"Lepasin aku, Bram!" bentak Viona seraya menggerakkan pergelangan tangannya, berusaha untuk melepaskan diri. "Kamu gak ada apa-apanya dibandingkan Candra. Buat apa aku terus pertahankan hubungan kita? Salahku karena udah membuang berlian demi batu kerikil seperti kamu!"
Telapak tangan Bram seketika melayang ke udara lalu mendarat di wajah Viona keras dan bertenaga hingga wanita itu terhempas dan mendarat di lantai.
"Argh! Kamu nampar aku, Bram?" bentak Viona seraya memegangi satu sisi wajahnya yang terasa nyeri, matanya mulai berkaca-kaca, ia sama sekali tidak menyangka Bram akan tega melakukan kekerasan fisik terhadapnya.
Bram menunjuk wajah Viona menggunakan jari telunjuk, memandang wajahnya dengan tajam dan rahang mengeras kesal. "Mulut kau itu harus dirobek, Viona. Aku udah salah menilai kau. Jadi, selama ini kau hanya memanfaatkan aku, hah?"
Viona berdiri tegak dengan dada naik turun menahan sesak. "Memang kenyataanya seperti itu, Bram. Kamu itu gak ada apa-apanya dibandingkan si Candra. Kamu cuma Manager, sedangkan si Candra Direktur di pabrik ini. Apa salah kalau aku lebih milih dia dibandingkan kamu?"
"Dasar kurang ajar!" bentak Bram dengan mata membulat.
Telapak tangannya kembali melayang ke udara dan hendak mendarat di wajah Viona untuk yang kedua kalinya. Namun, seseorang tiba-tiba menahan pergelangan tangan Bram di udara membuat pria itu geram, sontak menoleh dan menatap ke arah samping.
"Kau!" seru Bram, menatap wajah Candra yang sudah berdiri tepat di sampingnya.
"Dasar banci, beraninya sama wanita," seru Candra, seraya menghempaskan pergelangan tangan Bram ke arah samping.
"Jangan ikut campur sama urusan orang lain kau, Candra. Jangan mentang-mentang kau Direktur di sini, kau bisa berbuat seenaknya."
Candra tersenyum menyeringai. "Kau lupa siapa saya? Saya Direktur di sini. Saya bisa pecat kau kapan saja saya mau."
Sementara Viona, segera melangkah mendekati Candra dan berdiri tepat di belakangnya, terisak seolah tengah menahan sesak. Namun, jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, ia bersyukur karena Candra menyaksikan dengan kedua matanya sendiri bagaimana Bram memperlakukan dirinya. Rasa sakit yang semula ia rasakan diwajahnya pun seketika sirna tergantikan dengan rasa bahagia karena berfikir bahwa Candra masih peduli kepadanya dan itu artinya, pria berusia 27 tahun itu masih memiliki perasaan terhadapnya.
"Tolong aku, Candra. Bram nampar aku. Dia gak terima aku putusin," rengeknya seraya terisak, lebih tepatnya hanya pura-pura terisak. "Pecat aja dia, Candra. Dia memang selalu seperti ini, selalu semena-mena sama bawahannya."
"Tutup mulut kau, Viona!" bentak Bram, hatinya semakin panas terbakar, lalu menunjuk wajah Candra dengan rahang mengeras murka. "Meskipun dia Direktur di sini, tapi dia gak akan pernah bisa memecat-ku karena Ayahku adalah pemilik saham terbesar di perusahaan ini. Kau tau, Ayahku adalah sahabat dari Tuan Askara Wijaya, pemilik perusahaan ini!"
Candra terdiam, keningnya seketika mengerut. Kedua matanya nampak lekat memandang wajah Bram. Jika ayah Bram adalah sahabat dari pria bernama Askara Wijaya yang tidak lain dan tidak bukan adalah ayah kandungnya yang telah tiada, bisa saja dia tahu banyak mengenai masa lalu sang ayah dan di mana keberadaan ibu kandungnya saat ini.
Viona tiba-tiba melingkarkan telapak tangannya di pergelangan tangan Candra seraya merengek manja, "Tunggu apa lagi, Candra. Cepat pecat dia. Bram udah nampar aku, padahal aku ini wanita lho."
Candra masih terdiam dengan sejuta pertanyaan yang memenuhi otaknya.
"Kenapa kamu diem aja, Candra? Cepat pecat dia! Laki-laki kasar kayak dia gak pantas jadi Manager di perusahaan ini, Candra," rengek Viona lagi masih dengan nada suara yang sama.
Candra dengan wajah datar, melepaskan lingkaran tangan Viona, menoleh dan menatap wajahnya dengan dingin. "lebih baik kamu kembali ke tempat kamu, Viona. Saya tau apa yang harus saya lakukan," ucapnya.
Viona tersenyum lebar. "Makasih karena kamu udah nolongin aku. Aku gak tau apa yang akan dilakukan dia sama aku kalau kamu gak dateng tadi."
Candra hanya terdiam masih dengan raut wajah yang sama. Kembali menatap wajah Bram dengan penuh tanda tanya. "Sepertinya saya harus ketemu sama Ayahnya Bram. Kalau Ayahnya bersahabat dengan Tuan Askara Wijaya, saya yakin dia tau banyak tentang Ayah saya dan Ibu kandung saya. Hmm ... sebenarnya, saya pengen pecat sampah kayak si Bram, tapi saya masih butuh dia buat mencari informasi tentang keluarga saya," batinnya.
"Udah saya bilang, Viona. Si Candra gak akan pernah bisa mecat saya karena saya--"
"Dateng ke ruangan saya jam istirahat nanti, Bram," sela Candra bahkan sebelum Bram menyelesaikan apa yang hendak dia ucapkan.
"Buat apa aku dateng ke ruangan kamu, hah?"
"Kalau kau berani membantah, saya akan laporkan kau ke Nyonya Rosalinda."
Wajah Bram seketika memerah, kedua tangannya mengepal. Jabatan Rosalinda lebih tinggi dari Candra dan ada rasa takut yang terselip di lubuk hatinya. Ia masih belum melupakan bagaimana Rosalinda memperlakukannya terkahir kali. Wanita paruh baya itu benar-benar memiliki karisma yang luar biasa.
"Oke, aku akan ke ruangan kau jam istirahat nanti," jawab Bram dingin lalu berbalik kemudian melangkah meninggalkan mereka.
"Sebenarnya aku juga mau kerja, tapi mukaku sakit banget, Candra. Apa aku bisa kerja dalam keadaan seperti ini?" rengek Viona seraya memegangi satu sisi wajahnya yang masih terasa nyeri.
Candra menoleh dan menatap wajah Viona, pipinya nampak memerah dan sedikit membengkak, ujung bibirnya pun nampak terluka dan menitikkan darah segar. Hatinya seolah turut tersayat, walau bagaimanapun, Viona pernah menghuni hatinya meskipun berakhir dengan pengkhianatan.
"Ke ruangan saya dulu, kita obatin luka kamu, Viona," ucap Candra datar, lalu berbalik kemudian melangkah dengan diikuti oleh Viona yang nampak kegirangan.
"Yes, akhirnya Candra luluh juga. Aku yakin, aku pasti bisa dapetin hatinya lagi," batin Viona dengan senang.
Di saat bersamaan, Erlin pun tiba di lorong yang sama seperti mereka. Menatap punggung Candra dan Viona yang tengah berjalan di depannya. Wanita itu menghentikan langkah dengan perasaan kecewa. Hatinya seolah panas terbakar, melihat mantan sepasang kekasih yang kembali terlihat bersama.
"Sepertinya, keputusanku buat menjauh dari kamu udah benar, Cand. Lihat, kamu melanggar janji kamu sendiri yang katanya gak akan pernah menerima Viona lagi. Nyatanya, kamu masih punya perasaan sama dia," batinnya, merasa kesal dan kecewa.
Bersambung ....
lh
sekarang ohhh ada yang sengaja niat
jahat menculik Candra jadi tukang sapu jadi viral bertemu orang tua nya yang
tajir melintir setelah hilang 29 th lalu
👍👍
jangan mendekati viona itu wanita
ga benar tapi kejam uang melayang
empat jt ga taunya menipumu Chan..😭