NovelToon NovelToon
Black Division

Black Division

Status: sedang berlangsung
Genre:Perperangan / Penyelamat / Action / Sistem / Mafia
Popularitas:221
Nilai: 5
Nama Author: Saepudin Nurahim

Di tengah kekacauan ini, muncullah Black Division—bukan pahlawan, melainkan badai yang harus disaksikan dunia. Dipimpin oleh Adharma, si Hantu Tengkorak yang memegang prinsip 'hukum mati', tim ini adalah kumpulan anti-hero, anti-villain, dan mutan terbuang yang menolak dogma moral.
​Ada Harlottica, si Dewi Pelacur berkulit kristal yang menggunakan traumanya dan daya tarik mematikan untuk menjerat pemangsa; Gunslingers, cyborg dengan senjata hidup yang menjalankan penebusan dosa berdarah; The Chemist, yang mengubah dendam menjadi racun mematikan; Symphony Reaper, konduktor yang meracik keadilan dari dentuman sonik yang menghancurkan jiwa; dan Torque Queen, ratu montir yang mengubah rongsokan menjadi mesin kematian massal.
​Misi mereka sederhana: menghancurkan sistem.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saepudin Nurahim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Satu Kali Sebagai Ayah

Di Sektor E-12, saat persiapan untuk misi Timur Tengah berjalan dengan hiruk pikuk teknis Torque Queen dan analisis The Chemist, Adharma (Darma) dan Harlottica (Tika) menjauh dari keramaian.

Mereka berada di balkon observasi yang menghadap ke instalasi bawah tanah yang masif. Darma telah melepas topeng tengkoraknya. Ia bersandar di pagar baja, membiarkan kelelahan membebani tubuhnya.

Tika, yang telah selesai menguji upgrade kristalnya dengan Melly, mendekatinya. Wajahnya yang biasa dipenuhi sarkasme kini terlihat dingin dan rapuh. Gelang Torque Cuff bersinar redup di pergelangan tangannya.

"Aku masih tidak mengerti, Darma," bisik Tika, suaranya lebih lembut dari biasanya, seperti pecahan kaca. "Aku melihat matamu saat Nyonya Menteri itu bicara. Kau percaya padanya. Kau percaya pada wanita yang mengikat kita dengan borgol yang bisa meledakkan otak kita."

Tika menunjuk gelangnya dengan jijik. "Aku trauma jadi alat. Kau tahu. Aku pernah jadi alat penghasil uang untuk pria-pria kotor. Aku pernah jadi alat pemuas nafsu. Lalu aku menjadi alat pembalasan dendammu. Sekarang? Aku adalah alat politik untuk Nyonya Menteri Luar Negeri. Aku benci rasanya. Aku benci bahwa aku tidak punya pilihan selain mempercayai wanita itu."

Darma menghela napas, asap rokoknya mengepul lambat ke langit-langit baja. Ia menoleh, melihat mata Tika yang berjuang menahan air mata yang tidak diizinkan keluar.

"Aku juga benci, Tika," jawab Darma, suaranya serak. "Aku benci bagaimana sistem selalu menemukan cara untuk mengikat kita. Tapi kali ini berbeda. Kita tahu risikonya. Kita tahu harga yang harus dibayar."

Darma menatap gelang di pergelangan tangannya sendiri, sebuah janji kematian yang terikat pada teknologi Melly.

"Bukan karena aku percaya pada Puja, Tika," kata Darma. "Aku percaya pada tujuan yang ia tawarkan. Tujuan yang tidak bisa kutemukan dalam kegelapan Sentral Raya."

Ia menutup matanya. Bayangan putrinya, Dwi, muncul kembali. Bukan bayangan Dwi yang tewas, melainkan Dwi yang pernah tersenyum padanya.

"Aku punya dendam yang takkan pernah bisa kupuaskan. Setiap mafia yang kubunuh, setiap koruptor yang kuhukum mati, tidak akan pernah mengembalikan Sinta atau Dwi. Itu hanya membuatku puas, tapi tidak membuatku utuh."

Darma membuka matanya, matanya dipenuhi kesedihan yang tak terbatas.

"Dwi... dia pernah bilang, dia ingin Ayahnya jadi pahlawan," lanjut Darma. "Aku hanya karyawan gudang logistik, Tika. Aku tidak punya kekuatan, tidak punya uang, tidak punya apa-apa untuk jadi pahlawan. Impiannya, yang sederhana itu, adalah satu-satunya hal yang tidak bisa kuwujudkan."

"Saat ini," kata Darma, menunjuk ke Torque Cuffnya. "Aku memakai gelang ini, aku mengikuti Protokol ini, bukan karena aku takut pada Puja. Bukan karena aku percaya pada sistem. Tapi karena... Aku hanya ingin satu kali saja jadi seorang Ayah untuk Dwi. Hanya satu kali. Menyelamatkan dunia dari ancaman global Rhausfeld. Jika aku mati di Timur Tengah besok, aku mati sebagai 'pahlawan', bukan sebagai algojo gila yang terperangkap dalam dendam. Terkadang, orang-orang yang sudah rusak seperti kita, bisa luluh oleh impian sederhana anak kita yang sudah meninggal."

Pengakuan Darma menusuk Tika. Tika adalah satu-satunya yang tahu kedalaman trauma Darma, dan untuk pertama kalinya, ia melihat Darma menyerahkan dendamnya demi sebuah impian yang ia pinjam dari masa lalu.

"Sialan, Darma," bisik Tika, matanya berkaca-kaca.

Darma tersenyum tipis, senyum yang sangat jarang ia tunjukkan. "Kau juga, Tika. Kau akan menemukan cintamu. Kau pantas mendapatkannya. Tapi sebelum itu, kita harus menemukan makna. Dan makna itu, mungkin, adalah menjadi pahlawan bagi orang lain."

Ada nada iri yang tak terhindarkan dalam suara Darma. "Aku iri dengan The Closer."

Tika terkejut. "The Closer?"

"Ya," Darma mengangguk. "Dia kehilangan orang tuanya sama seperti aku. Tapi dia membangun. Dia menciptakan organisasi, dia mendapat teman, dia mendapat keluarga (Closer Family), dia mendapat tunangan yang mencintainya. Dia tidak menghukum mati semua orang. Dia menciptakan harapan. Aku hanya menghancurkan."

Tika kini tersenyum tipis, mengubah kesedihannya menjadi sarkasme tajam khasnya.

"The Closer? Urgh. Pahlawan yang terlalu tampan dan terlalu suci," ejek Tika, tetapi ada nada kekaguman yang tersembunyi. "Tapi... aku mengerti kenapa kau iri. Dia memang panutan. Dia orang pertama yang menganggapku pahlawan, bukan sekadar pelacur."

Tika mengenang masa lalu. "Misi di Kamboja. Melawan Sovan Dara, mafia perdagangan anak. Aku dan Tiga orang Vanguard di belakangku. Mereka tahu masa laluku, tapi mereka tidak peduli. The Closer... dia menghargai kontribusi ku, dia menatap mataku, dan dia bilang: 'Kau adalah manusia biasa dengan keberanian luar biasa, Tika.' Aku tidak pernah dilabeli 'manusia' sejak aku kecil. Kau tahu, bagi The Closer, kita ini mungkin hanyalah 'orang-orang rusak' yang bisa diselamatkan. Tapi dia menghargai kita."

Tika menatap Darma. "Mungkin kau benar. Mungkin dunia saat ini butuh orang-orang rusak. Bukan untuk menghukum mati semua orang, tapi untuk menghancurkan sistem dunia yang busuk—yang telah menciptakan monster seperti kita."

Darma dan Tika berdiri dalam keheningan yang nyaman. Ikatan mereka, yang dibangun di atas trauma, darah, dan dendam, kini diperkuat oleh tujuan baru: menjadi pahlawan bagi Dwi, menjadi manusia bagi The Closer. Mereka berdua, monster yang mencari penebusan di medan perang global.

Jauh di bawah markas utama The Vault di Jakarta, sebuah hanggar raksasa terbuka.

Pesawat Vanguard Hybrid yang baru mendarat, mengeluarkan asap dingin dari pendaratan antar-planet. Pintu palka terbuka. Turunlah The Closer (Taqi Dirgantara), mengenakan Exo Black Magician Gold Suit-nya yang mencolok, bersama Tigravara (Arya Prasetya) dan Agent Liana. Mereka baru saja kembali dari misi yang panjang di Planet Prime X.

Tigravara, yang masih berseragam, menghela napas panjang, menikmati udara Bumi.

"Sudah dua minggu di luar angkasa, Bos," kata Tigravara kepada The Closer, suaranya khawatir. "Kita terlalu sibuk dengan ancaman kosmik. Apakah Bumi akan baik-baik saja? Aku dengar ada kekacauan besar setelah insiden Orphan King, dan PBB makin tidak jelas."

The Closer tersenyum, senyum khas yang tenang dan cerdas di balik helmnya. Ia melihat ke layar monitor yang menampilkan berita utama tentang krisis geopolitik yang didorong oleh Rhausfeld.

"Bumi selalu baik-baik saja, Arya," jawab The Closer, nadanya penuh keyakinan. "Setiap pahlawan punya porsinya masing-masing. Ada yang bertugas membangun, ada yang bertugas menjaga galaksi."

Ia berhenti sejenak, tatapannya menyiratkan pemahaman yang jauh lebih dalam.

"Bahkan yang paling rusak pun, ada saatnya menyelamatkan dunia."

Agent Liana, yang berdiri di sampingnya, mengangguk. Ia tahu apa yang dimaksud The Closer. Vanguard, dengan fokus mereka pada ancaman kosmik dan sihir, secara implisit memberi ruang bagi para Vigilante dan Anti-Hero seperti Black Division untuk bertindak di ranah geopolitik yang kotor.

Mereka, sang pahlawan idealis, diam-diam memberi restu kepada para monster, asalkan motif mereka tetap berlandaskan hati nurani.

The Closer tersenyum lagi. "Sistem tidak akan membiarkan mereka menjadi pahlawan. Tapi takdir mungkin akan membiarkan mereka, untuk satu kali saja."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!