Sebuah kota yang ditimpa tragedi. Seseorang baru saja membakar habis gedung pengadilan di Withechaple, Inggris. Beruntung tidak ada korban jiwa.
Seorang detektif hebat ditugaskan menangkap sang pencuri Lupin. Waktu yang dimiliki Wang yi semakin terbuang sia-sia. Semakin ia merasa bisa menangkap pencuri Lupin, semakin ia terjebak dalam permainan menyebalkan yang dibuat oleh musuh. Beruntungnya gadis cantik bernama Freya, yang bekerja menyajikan bir untuk para polisi di kedai setempat selalu memberinya motifasi yang unik.
Selama beberapa Minggu, Wang yi menyusun rencana untuk menangkap sang Lupin. Hingga sebuah tugas melindungi mahkota Atlantis tiba di kota itu. Wang yi akhirnya berhasil mengetahui siapa sosok sang Lupin. Namun, ketika sosok itu menunjukan wajahnya, sebuah rahasia gelap ikut terkuak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Anonimity, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 22 : Bazza Dalam Bahaya
"Kenapa tidak menginap saja. Kita bisa melakukan hal yang menyenangkan." Zhou Shiyu berdiri sedikit cemberut di ambang pintu.
Wang Yi terkekeh pelan, gadis itu selalu bisa menjadi sesuatu yang lucu di matanya. "Maksudmu sesuatu seperti aku menjebakmu di selangkanganku. Itu yang kau inginkan, bukan?"
"Tidak selalu." Balas Zhou Shiyu.
"Well, meskipun aku sangat ingin melakukan itu, aku tidak punya waktu. Kau tahu kan, saat ini keadaan kita sedang kacau. Aku harap kau tidak keluar dari rumah malam-malam." Pinta Wang Yi.
"Kota ini sudah sangat kacau sejak lama. Sebelum kedatangan sang lupin ataupun si pembakar, kota ini sudah kacau." Kata Zhou Shiyu.
"Setidaknya tidak lebih kacau dari sekarang." Wang Yi menghela nafas. "Baiklah, aku harus pergi. Jaga dirimu."
"Ya, kau juga hati-hati." Zhou Shiyu melambai. Wang Yi menyalakan mobilnya, kemudian melaju meninggalkan halaman rumah Zhou Shiyu.
Setelah kepergian Wang Yi, raut wajah Zhou Shiyu berubah datar. Ia masuk kembali kedalam rumah, menaiki tangga menuju kamarnya. Ia ingat meletakan telepon di sana. Setelah menemukan barang yang di carinya, Zhou Shiyu menekan beberapa nomor untuk menghubungi seseorang.
"Kau sedang sibuk? Aku ingin minta bantuanmu. Tenang saja, rahasiamu dan rahasiaku masih aman. Dia sempat menggeledah rumahku juga. Aku tahu dia memasang penyadap di rumahku. Aku bisa mengurus hal itu. Setelah aku melepaskan semua penyadap, tunggu aku di tempat itu." Sambungan diputuskan oleh Zhou Shiyu.
Ia tahu Wang Yi masih di perjalanan. Sebelum Wang Yi sempat melihat rekaman penyadap yang dia pasang di rumah ini, Zhou Shiyu harus lebih dulu melepaskan semua kamera itu. Untungnya saat Wang Yi memasang kamera penyadap, Zhou Shiyu diam-diam mengikutinya. Memperhatikan dimana saja Wang Yi memasangnya.
Lokasi pertama yang ia cari adalah kamarnya sendiri, setelah itu turun kelantai bawah sampai ia benar-benar yakin kalau semua penyadap sudah di lepas. Zhou Shiyu membakar semua kamera penyadap tersebut bersama sampah yang menumpuk di samping rumahnya. Ia kembali masuk untuk mengambil Hoodie serta sebuah pisau lipat. Menyalakan mobilnya, dan pergi menemui orang yang tadi dia hubungi.
...***...
"Maaf membuatmu menunggu." Seseorang yang tadinya bersandar pada sebatang pohon, berdiri tegak dan berjalan santai dengan tangan yang di masukan kedalam saku jaket. Orang itu berambut panjang menjuntai, mengenakan topi hitam yang senada dengan warna jaketnya, dan tidak lupa masker yang menutupi sebagian wajahnya.
"Kau yakin akan melakukan ini? Itu akan membuat kehebohan." Kata Sosok itu.
"Ya. Pria itu berbahaya. Aku tidak ingin ada orang yang memiliki petunjuk tentangku." Balas Zhou Shiyu.
"Baiklah. Tapi sebagai balasannya, aku juga ingin meminta bantuan darimu."
"Katakan saja." Ucap Zhou Shiyu.
Sosok itu kemudian membisikkan sesuatu ke telinga Zhou Shiyu. Gadis itu mendengus pelan, bibirnya tersenyum miring. "Kau sangat kejam. Bahkan mengorbankan rekanmu sendiri."
"Aku tidak peduli. Yang terpenting aku bisa keluar dari kota ini bersama mahkota itu." Sosok tersebut tersenyum miring dari balik maskernya.
"Akan aku atur. Sekarang kita pergi. Berbahaya jika polisi menemukan kita di sini. Terutama jika Wang Yi melihatnya." Zhou Shiyu kembali menaiki mobilnya, sosok itu ikut naik.
"Kau tahu jalan pintas menuju rumah orang itu?" Tanya Sosok tersebut.
"Ya, aku tahu. Aku hapal semua jalan pintas di kota ini. Meskipun kita harus melewati area para Fosicker." Mobil Zhou Shiyu terus melaju. Dari jalan besar, mobil itu berbelok ke arah gang gelap yang cukup sempit, tapi masih muat jika hanya satu mobil yang masuk. Gang tersebut sedikit lebih panjang dan berdebu. Jelas sekali kalau jarang ada orang yang lewat jalan ini. Bahkan para Fosicker tidak selalu menyukai jalanan kotor.
Keluar dari dalam gang, mobil Zhou Shiyu berbelok ke arah kiri. Jalanan itu merupakan jalanan kecil di pinggir danau yang sudah tercemar. Dulu danau itu sangat populer sebagai tempat wisata, terutama di sore hari. Tapi semenjak limbah pabrik mencemarinya, danau itu menjadi berbau busuk. Airnya tidak lagi jernih. Hingga akhirnya wali kota menutupnya. Dan sekarang, tempat itu sudah jarang atau bahkan tidak pernah ada lagi yang datang. Jalanan di sekitarnya menjadi berlumut akibat tidak pernah di rawat.
Sepanjang perjalanan, ada beberapa Fosicker yang tertidur di trotoar pinggir jalan. Itu hal yang lumrah jika kau tahu. Kota ini tidak lagi memiliki hal yang menyenangkan. Semua orang telah akrab dengan kata kepura-puraan. Bagi mereka itu cara yang baik untuk menyembunyikan rahasia.
Setelah tiga puluh menit mengemudi dalam kegelapan, Zhou Shiyu dan temannya akhirnya tiba tidak jauh dari sebuah rumah. Zhou memarkirkan mobilnya di tempat yang aman. "Aku benci rumah itu." Sosok di samping Zhou Shiyu mulai bergumam.
"Bukan hanya kau yang merasa seperti itu. Tapi malam ini akan menjadi malam terakhirnya." Zhou Shiyu tersenyum miring.
Sosok di samping Zhou Shiyu berjalan lebih dulu ke halaman rumah itu. Zhou Shiyu menunggu saat yang tepat untuk muncul. Pemilik rumah itu sudah mengetahui identitasnya. Akan lebih baik jika ia tidak muncul terlebih dahulu.
Sosok itu mengetuk pintu rumah dengan sopan, selayaknya orang bertamu. Tidak lama kemudian, si pemilik rumah muncul membukakan pintu. Ia sedikit terkejut ada orang yang bertamu kerumahnya lagi malam-malam seperti ini.
"Hei, Bazz. Bagaimana kabarmu?" Tanya Sosok itu.
Kau pasti sudah bisa menebak kalau pemilik rumah itu adalah Bazza. Pria besar itu tidak jadi di penjara. Ia terbukti memiliki gangguan halusinasi, dan alibi yang dia katakan tentang surat itu terbukti benar.
"K-kau, kau kan..."
"Aku kebetulan lewat sini secara tidak sengaja. Kita tinggal di kota yang sama, tapi sudah lama sekali kita tidak mengobrol. Apa kau tidak keberatan jika teman SMA-mu ini sekedar berkunjung?" Sosok tersebut meminta dengan ramah. Bazza tidak buru-buru menjawab. Ia terlihat waspada. Pria besar itu menyisir halaman rumahnya dengan teliti.
"Tidak masalah jika kau keberatan, aku akan pergi." Sosok itu berbalik berjalan menjauh.
"Tunggu, maaf jika aku tidak sopan. Aku hanya takut jika ada orang yang mengikutimu. Masuklah jika kau mau." Bazza mempersilahkan. Sosok itu tersenyum miring sebelum berbalik dan masuk kedalam rumah Bazza.
Ruang tamu rumah Bazza tidak besar, tapi penuh dengan jejak pikirannya yang kacau. Semua benda di sana tampak seolah punya posisi yang sudah diatur. Sofa kulit tua di pojok ruangan diletakkan menghadap jendela yang tirainya selalu tertutup rapat. Di atas meja kopi yang berdebu, ada cangkir-cangkir kosong dengan bekas kopi yang sudah mengering, menempel seperti kerak. Dindingnya dipenuhi coretan-coretan tak beraturan. Beberapa kertas ditempel dengan paku kecil-sketsa wajah, catatan yang sulit dibaca, dan potongan koran tentang kebakaran rumah sakit yang baru-baru ini terjadi. Di antara tumpukan itu, ada secarik kertas yang digores dengan tulisan besar, terbaca samar di antara tinta merah yang seperti bekas darah, 'Sarah Menungguku'.
Lampu ruang tamu redup. Bohlamnya bergoyang pelan. Di lantai, berserakan botol obat yang sudah kosong, labelnya bertuliskan antipsikotik generik. Ada juga sebotol kecil berisi pil tidur, dibiarkan terbuka di meja samping. Bau obat bercampur dengan aroma asap rokok yang sudah lama menempel di dinding, membentuk udara berat yang hampir membuat dada sesak. Televisi di pojok ruangan menyala tanpa suara, menampilkan saluran berita yang gambarnya buram, seperti diselimuti gangguan sinyal. Kadang layar itu berganti sendiri ke saluran kosong, menampilkan warna abu-abu berisik-setiap malam Bazza seringkali duduk di depannya, berbicara seolah ada seseorang di balik layar.
Di rak dekat jendela, ada patung-patung kecil dari besi-hasil karyanya sendiri. Bentuknya aneh, seolah gabungan antara manusia dan binatang. Satu di antaranya menyerupai kepala serigala dengan mata berlubang kosong, menatap lurus ke arah sofa. Sofa tempat tamunya duduk terasa keras, sedikit lembap di bagian bawah. Bau jamur samar tercium dari karpet yang sudah lama tidak dicuci. Di bawah meja, ada koper hitam yang terkunci dengan rantai besi. Tidak ada yang tahu isinya, tapi Bazza menatapnya beberapa kali seolah benda itu hidup.
"Kau bisa duduk dulu, aku akan mengambilkan air." Kata Bazza seiring sosok itu melangkah masuk.
Sosok itu menatap sekeliling. Ruangan seperti potret sempurna dari pikiran yang sedang runtuh-tidak ada perbedaan antara realitas dan ketakutan. Semua bercampur jadi satu.
"Sejak dulu dia memang sudah gila." Gumam sosok itu sembari memperhatikan beberapa gambar mozaik yang di tempelkan di dinding.
Tidak lama kemudian, Bazza muncul kembali dengan nampan berisi dua gelas air di atasnya. Bazza dengan hati meletakan gelas itu di atas meja. Ia merasa gugup. Itu pertama kalinya setelah sepuluh tahun, ada orang yang berkunjung dan masuk ke rumahnya.
Sosok itu duduk di Sofa yang menurutnya sangat keras dan tidak nyaman. Pantatnya sedikit sakit saat ia duduk. "Bagaimana kabarmu, Bazz. Aku dengan kau baru saja di tangkap polisi. Mengejutkan karena kau tidak masuk penjara."
"Mereka hanya salah paham. Aku tidak ingin melakukan kejahatan lagi. Sarah akan marah padaku." Ucap Bazza.
Sosok itu mengernyit ketika Bazza menyebut nama 'Sarah'. Tapi seketika ekspresinya kembali normal ketika ia ingat siapa itu Sarah. Sarah merupakan salah satu dari gadis tercantik saat SMA. Bazza menyukai Sarah sejak mereka masih SMP. Bazza selalu mendambakan Sarah meskipun Sarah tidak pernah meresponnya. Jika kau tahu kebenarannya, Sarah selalu menganggap Bazza sebagai anjing yang menjijikan. Sayangnya, Sarah meninggal dunia karena kecelakaan saat dia dan kedua orang tuanya berlibur ke Hawai. Itu memberikan pukulan yang berat bagi Bazza. Sejak saat itu, dia selalu berhalusinasi bahwasanya Sarah selalu datang padanya dengan senyuman seperti yang dia inginkan. Semua orang di Whitechaple tahu kalau Bazza memang gila.
"Apa yang kau katakan kepada polisi?" Tanya Sosok itu.
"Tidak banyak. Mereka hanya bertanya kenapa aku bisa ada di museum sebelum pencurian itu terjadi." Kata Bazza.
Sosok itu tersenyum miring, "lalu? Apa mereka bertanya tentang Lupin atau si pembakar?" Tanya Sosok itu.
"Ya, aku beritahu mereka kalau si pembakar adalah Zhou Shiyu. Aku melihatnya sendiri malam itu. Dia keluar dari rumahnya dengan membawa beberapa galon bensin. Aku berani bersumpah. Kau harus percaya padaku. Kau harus menjauhinya. Dia adalah..."
"Adalah apa?" Zhou Shiyu sudah berada di sana tanpa Bazza sadari. Gadis itu tersenyum miring sambil memainkan pisau lipat di tangannya. Sosok yang duduk di sofa bersikap santai sementara Bazza berkeringat dingin.
"Z-Zhou Shiyu..."