Follow IG 👉 Salsabilagresya
Follow FB 👉 Gresya Salsabila
"Aku tidak bisa meninggalkan dia, tapi aku juga tidak mau berpisah denganmu. Aku mencintai kalian, aku ingin kita bertiga hidup bersama. Kau dan dia menjadi istriku."
Maurena Alexandra dihadapkan pada kenyataan pahit, suami yang sangat dicintai berkhianat dan menawarkan poligami. Lebih parahnya lagi, wanita yang akan menjadi madu adalah sahabatnya sendiri—Elsabila Zaqia.
Akan tetapi, Mauren bukan wanita lemah yang tunduk dengan cinta. Daripada poligami, dia lebih memilih membuang suami. Dia juga berjanji akan membuat dua pengkhianat itu merasakan sakit yang berkali lipat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penawaran Menarik
Ketukan high hells terdengar nyaring di antara gemerisik aktivitas karyawan yang sedang bekerja. Kaki jenjang yang putih nan mulus terus melangkah menuju ruangan direktur utama.
Wanita yang tak lain adalah Elsa, bersedia menemui Mauren meski dalam hatinya sangat enggan. Antara cemas dan kesal, Elsa mengetuk pintu ruangan. Sembari menunggu sahutan dari dalam, Elsa berusaha menenangkan diri.
"Masuk!"
Elsa menarik napas panjang sebelum membuka pintu. Sebisa mungkin menghempaskan prasangka-prasangka buruk terkait ucapan Mauren beberapa saat yang lalu.
Setelah perasaannya mulai membaik, Elsa membuka pintu dan melangkah masuk. Jantungnya langsung berdetak cepat saat menatap Mauren. Pasalnya, wanita itu sedang berbincang dengan Galih—staf keuangan di kantor Victory. Sejauh ini, sikap Galih kurang pro dengan Jeevan, tetapi karena Sunandar—kepala keuangan sangat mendukung, maka tindakan Jeevan pun berjalan lancar.
"Selamat pagi, Bu Elsa," sapa Galih dengan senyuman lebar.
"Pagi." Elsa sedikit gugup karena senyuman dan tatapan Galih menyiratkan sesuatu yang sulit diartikan.
"Silakan masuk, Elsa! Kebetulan, urusanku dengan Pak Galih sudah selesai." Mauren pun turut mengulum senyum, seolah tak ada apa pun di antara mereka.
Karena tak ada pilihan, Elsa mendekat dan duduk di hadapan Mauren. Tak lama berselang, Galih pamit undur diri, dan hal itu membuat Elsa makin tak nyaman.
"Mau teh? Kebetulan belum kuminum," tawar Mauren seraya menyodorkan secangkir teh yang masih penuh.
"Nggak usah basa-basi, katakan saja apa maumu!" sahut Elsa.
"Aku sih nggak mau apa-apa, soalnya ... dalam diri kamu 'tuh nggak ada apa-apa, selain ... bakat penggoda." Mauren bicara santai.
"Ren!" bentak Elsa.
"Tinggalkan Mas Jeevan dan aku akan tetap memperkerjakan kamu di sini. Jika kamu tidak setuju, maka silakan hengkang dari kantor ini." Mauren menatap Elsa dengan lekat.
Elsa diam sejenak, hanya pikirannya yang bekerja keras mencerna maksud Mauren.
"Kamu setuju atau tidak, pada akhirnya akan tetap hancur, dan aku akan memanfaatkan peranmu untuk menghancurkan Mas Jeevan," batin Mauren.
"Tidak akan. Aku dan Mas Jeevan saling mencintai, kamu yang seharusnya mengalah dan memberikan kesempatan untuk kami," kata Elsa beberapa saat kemudian.
"Saling mencintai, kamu yakin? Sekarang ... Mas Jeevan udah nggak punya apa-apa loh," ucap Mauren.
Elsa tersentak. Namun, sebisa mungkin menyembunyikan keterkejutannya dan berusaha bersikap tenang seperti Mauren.
"Jangan mengada-ada hanya untuk membuatku meninggalkan dia. Sudah kubilang berulang kali, kami saling mencintai. Jadi, apa pun keadaannya kami akan tetap bersama." Elsa menjawab dengan penuh percaya diri.
"Sangat manis, tapi ... aku nggak mengada-ada loh, El. Semalam, Mas Jeevan udah kuusir dan ke depannya nggak akan bekerja lagi di sini. Bisa kamu bayangkan sendiri gimana suramnya masa depan dia. Yakin masih ingin bersama?"
Elsa membuang pandangan. Untuk sesaat dia terpengaruh dengan ucapan Mauren. Namun, beberapa saat kemudian kesadarannya kembali normal.
"Mas Jeevan punya tabungan dan juga kemampuan. Kalaupun nggak kerja di sini, pasti bisa mencari pekerjaan di tempat lain. Lagipula, dia juga punya apartemen. Cukup bagus untuk dijadikan tempat tinggal. Mauren pasti sengaja merendahkan agar aku mau meninggalkan Mas Jeevan. Mungkin ... aslinya dia masih cinta dan nggak mau cerai, atau ... mungkin saja dia takut Mas Jeevan berhasil mendapatkan harta gono-gini. Mauren, aku tidak akan masuk perangkapmu," batin Elsa.
"Bimbang, kan? Makanya tinggalkan saja dia. Di luar sana masih banyak laki-laki lain yang jauh lebih tampan dan mapan. Jadi, untuk apa terpaku pada satu lelaki? Terlebih dia tidak punya kesetiaan. Ketika jadi suamiku, dia selingkuh dengan kamu. Bukan mustahil, dia akan selingkuh dengan wanita lain ketika menikah dengan kamu," sambung Mauren karena Elsa masih diam.
"Dia selingkuh karena kamu nggak becus jadi istri. Selama istrinya menghargai dia dan memperhatikan kebutuhan lahir batinnya, Mas Jeevan pasti akan setia." Elsa menyahut cepat.
Mauren tertawa sambil menggeleng pelan, "Naif sekali, dasar budak cinta."
"Terserah, aku tidak butuh pendapatmu! Satu hal yang harus kamu tahu, aku dan Mas Jeevan akan tetap bersama." Elsa bangkit dan melayangkan tatapan tajam. "Satu lagi, aku juga nggak butuh pekerjaan di sini. Aku akan mengundurkan diri hari ini juga," sambungnya.
"Baiklah, aku hargai keputusan kamu." Mauren tersenyum lebar. "Bersenang-senanglah sebentar, sebelum nanti menangis darah dan memohon belas kasih padaku," sambungnya dalam hati.
Tak lama kemudian, Elsa melangkah keluar dan menutup pintu dengan keras, bahkan Mauren sampai terkejut dibuatnya.
Sepeninggalan Elsa, Mauren menghubungi HRD dan memintanya menyetujui keputusan Elsa. Lantas, Mauren kembali menghubungi Galih dan memintanya datang ke ruangan. Tanpa menunggu lama, pria dewasa itu datang dan membawa berkas-berkas yang dibutuhkan Mauren.
"Apa yang akan dilakukan Bu Elsa?" tanya Galih ketika Mauren memeriksa berkas yang dibawanya.
"Mengundurkan diri, biarkan saja." Mauren menjawab santai.
"Lalu___"
"Aku akan membiarkannya tenang dalam beberapa hari sambil memastikan bahwa Mas Jeevan tidak akan mengambil tindakan. Setelah semuanya tersusun matang, aku sendiri yang akan mengurus ini," pungkas Mauren dengan mata yang memicing.
"Saya selalu mendukung Anda." Galih sedikit menunduk.
"Terima kasih," jawab Mauren. "Oh ya, tolong berikan juga berkas-berkas tentang Pak Sunandar. Saya tidak mau mempertahankan karyawan curang seperti dia."
"Baik, Bu. Saya laksanakan secepatnya."
Mauren mengulum senyum. Di antara peliknya masalah bisnis dan rumah tangga, masih ada sosok setia yang bersedia mendukungnya. Galih adalah lelaki yang semula bekerja pada Giorgino. Dia tahu betapa bijaksananya pemilik Victory. Itu sebabnya, sekarang dia mendukung Mauren—pewaris sah Perusahaan Victory.
Setelah Galih pergi, Mauren menutup berkas-berkas dan beralih pada ponselnya. Ada banyak pesan masuk, termasuk dari Dilan. Lelaki itu terus memberikan informasi terkait fashion show yang dibahas semalam. Mauren hanya mengembuskan napas kasar saat membacanya. Begitu banyak rasa yang berkecamuk dalam benaknya, yang tak bisa dijabarkan satu per satu.
"Bahas nanti aja kalau udah ketemu langsung," gumam Mauren.
Kemudian, dia mencari nomor seseorang yang selama ini jarang dihubungi. Beruntung, nomor tersebut masih tetap aktif, dan lebih beruntung lagi langsung direspon oleh sang empunya.
"Mauren, ini beneran kamu? Tumben hubungi aku, ada apa?" sapa seseorang dari seberang sana.
"Mau nanya kabar, sekaligus___"
"Kalau kamu mau ngomongin masa lalu, mending tutup aja. Aku udah nggak mau lagi bahas dia."
"Hobi kamu masih jalan?" Mauren bertanya tanpa mengacuhkan ucapan lawan bicara.
"Hobi yang mana?"
"Hobi yang paling kamu banggakan," jawab Mauren.
"Kenapa memangnya?"
Mauren tersenyum miring, "Kalau hobimu masih jalan, aku punya penawaran yang menarik. Aku yakin kamu akan suka."
"Oh ya? Tapi ... atas dasar apa kamu kasih penawaran ke aku? Bukannya___"
"Hati bisa berubah-ubah. Selama kita masih manusia, kurasa bukan hal aneh kalau tiba-tiba pindah haluan. Benar, kan?" Lagi-lagi Mauren memotong ucapan seseorang di seberang.
"Iya, kamu benar. Tapi, kenapa?"
"Karena___"
Mauren pun menjelaskan dengan detail apa gerangan yang membuatnya menghubungi 'dia'.
Bersambung...