Sekuel ke empat Terra The Best Mother, sekuel ke tiga Sang Pewaris, dan sekuel ke dua The Big Families.
Bagaimana kisah kelanjutan keluarga Dougher Young, Triatmodjo, Hovert Pratama, Sanz dan Dewangga.
Saksikan keseruan kisah pasukan berpopok dari new generasi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TERANCAM?
Suasana sidang mulai sepi,.hakim baru saja pergi bersama semua staf dan para juri. Sidang masih berlanjut, adanya bukti baru dari Seroja. Membuat hari sidang ditambah. Danar dijemput oleh pihak perlindungan saksi dan korban.
Banyak teror yang dialami pria tua itu selama persidangan. Maka keselamatannya dijaga.
"Mari Pak!" ajak salah satu staf.
"Sebentar! Saya mau bicara dengan penasihat hukum Saya!" ujar Danar dengan suara khas orang tua.
'Nak," panggilnya pada Seroja.
"Saya, Pak!" sahut gadis itu.
"Saya dapat ancaman lagi," ujar Danar lalu memberikan sebuah amplop kecil.
Petugas yang berdiri sedikit panik, hanya Seroja yang tenang.
"Pak, ini Bapak bisa lapor ke kami!" seru staf.
"Tapi saya merasa tidak dilindungi. Maaf. Saya akan pindah penjagaan ...," ujar Danar.
"Tidak ada yang lebih aman di banding pihak kepolisian, Pak!"
"Tapi tadi saya dapat ini di saku celana saya! Bahkan saya tidak sadar kapan kertas ini ada di sana?" ujar Danar yang masih memegang sebuah kertas berukuran kecil.
Seroja mengambilnya, sebagai pengacara Danar. Ia berhak tau itu. Sebuah tulisan "Death!" berwarna merah. Seroja mengendusnya.
"Darah?" keningnya berkerut.
"Pengacara Seroja, anda bisa lampirkan ini pada bukti baru lagi. Ini sudah bukan lagi tuduhan. Tapi teror!" ujar Staf memberi saran.
"Baik, saya akan beri laporan pada polisi soal ini!" angguk Seroja lali menatap Danar.
"Karena klien saya tidak aman. Saya wajib menjaga keamanannya. Saya akan bawa terdakwa bersama saya!" lanjutnya yakin.
"Tapi, prosedur ini ...."
"Bisa dibatalkan kan?" tanya Danar.
"Bisa, tapi harus bayar registrasi ...." jawab staf pelan.
Seroja hanya menggeleng, tapi ia menuruti kemauan klien. Mereka pergi ke kantor polisi dan membayar registrasi pembatalan perlindungan saksi dan korban.
'Saya ikut kamu, Nak?" tanya Danar setelah selesai.
'Iya, Pak!' angguk Seroja.
Dua belas pengawal selalu bersama gadis itu. Danar duduk di dalam mobil. Seroja naik setelahnya. Kendaraan itu berjalan, diikuti empat motor berwarna hitam.
Di sebuah persimpangan, supir yang juga pengawal. Melihat kaca spion.
'Nona, saya dapat laporan dari tim jika ada yang mengikuti!"
"Astaga, apa keputusan saya ikut justru membahayakan kamu, Nak?" tanya Danar dengan nada menyesal.
Sementara di kendaraan lain, Bejo bingung. Ia sudah menguntit gadis yang diminta untuk dihabisi. Tetapi, penjagaan Seroja begitu ketat. Bahkan ia yakin, jika keberadaan dirinya telah diketahui pengawal.gadis itu.
"Siapa sih, anak ini?" dengkus Bejo lalu terpaksa menghentikan penguntitan.
Matanya menatap mobil yang diikuti empat motor. Ia yakin jika Seroja dikawal oleh pengawal terlatih.
Bejo mengambil ponsel lalu menelpon. Sebuah nada sambung terdengar. Tetapi langsung dimatikan. Bejo menghubungi lagi, malah ponselnya non aktif.
'Mungkin, Boss lagi ada sesuatu," gumamnya lalu memasukkan ponselnya ke saku celana.
Ia pun pergi dari jalan raya itu, sementara di tempat lain. Nanda menjambak rambutnya, ia menatap sang istri. Mestinya jalannya menguasai harta mertuanya tak sesulit ini.
"Apa kau benar-benar putrinya?" tanyanya gusar.
'Maksud kamu apa?" desis Lira menatap tajam suaminya.
"Kenapa Papi nggak mau serahin perusahaan ke kamu?" tanya Nanda kesal.
'Siapa suruh kamu cari-cari masalah. Kenapa kamu buat seolah-olah Papi korupsi?' sinis Lira.
"Papi kan emang korupsi!" seru Nanda Priyatno.
"Korupsi apa! Dia yang punya semua harta ini!" teriak Lira tak mau kalah.
"Aku yakin kamu nyimpan sesuatu dibalik ini semua!" lanjutnya yakin.
Lira pergi dari hadapan suaminya, Nanda menatap kesal. Ia memang ingin mendapat semua atas namanya.
"Percuma aku nikahin kamu kalau nggak dapat semua, Ra!' gumamnya.
Mobil itu masuk ke sebuah pekarangan besar, mata Danar melotot. Ia tak yakin jika Seroja sekaya itu.
"Ini rumah keluarga angkat saya, Pak Brata," ujar Seroja memberitahu.
Hari sudah memerah, sinar matahari mulai condong ke barat. Danar melihat beberapa pengawal mengitari rumah besar itu.
Mobil berhenti tepat di depan teras, lampunya belum dinyalakan. Mereka masuk, Seroja melepas sepatu dan meletakkannya di rak. Danar mengikuti.
"Assalamualaikum!" ujarnya memberi salam ketika masuk.
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh!" sahut Khasya menyambut.
"Ah ... Apa Bapak ini yang tadi kamu maksud, Nak?" tanyanya ketika melihat Danar yang masih tak berhenti memindai seluruh ruangan.
Danar menatap dua bufet besar berisi banyak piala, beberapa bingkai foto kemenangan. Satu pigura besar berisi seluruh keluarga. Mata Danar tiba-tiba basah. Hatinya mendadak dihantam kesunyian panjang.
"Pak," panggil Seroja.
"Ah ... Iya, maaf!" ujarnya tersadar lalu menoleh.
Bart dan lainnya menyalami pria itu, banyak anak-anak yang menatapnya penasaran terutama para bayi.
"Ata' Oja, Ata' Oja. Tate imih spasa?" tanya Hamzah penasaran.
"Oh kenalin, ini namanya Kakek Danar!" jawab Seroja sambil memperkenalkan.
"Tate Nanal?" mata semua bayi membola.
"Kakek Danar Baby," ralat Dewa.
"Sudah-sudah, abaikan mereka. Perkenalkan, saya ayah dari Seroja! Bart. Bart Sidigh Dougher Young!" ujar Bart memperkenalkan diri.
Danar menyambut uluran tangan Bart, lalu ia diantar Seroja ke kamar tamu.
Sebuah ruangan cukup besar dengan ranjang queen size. Nuansa hijau, lembut berpadu dengan sprei warna krem. Pendingin udara langsung membuat Danar sejuk.
"Ini tempat Bapak istirahat. Lusa kita ke pengadilan lagi," ujar Seroja lalu meletakkan tas pria itu di ranjang.
"Saya pamit dulu, Pak. Mau sholat Maghrib berjamaah!" lanjutnya.
Danar masih sibuk memindai ruangan mewah itu. Ia terkejut saat pintu tertutup.
"Eh ... tadi dia bilang apa?" gumamnya.
Setelah menyusun semua baju di lemari. Ia keluar, suasana sedikit sepi. Hanya ada beberapa pengawal yang duduk.
"Maaf, keluarga ini ke mana ya?" tanya Danar bingung.
"Oh, mereka di musolah sholat Maghrib berjamaah, Tuan!" jawab Chris.
"Sholat?"
Tiba-tiba bulu kuduk Danar berdiri, entah sudah berapa lama ia tak tunduk oleh keagungan Allah.
Sementara di tempat lain, Nanda melempar ponselnya ke tempat tidur. Ia baru dapat laporan jika Bejo gagal menguntit Seroja.
"Bagaimana bisa Bejo kehilangan target. Siapa Seroja ini?" dengkusnya kesal.
Karena rasa penasaran yang tinggi, Nanda mengambil ponselnya lagi. Ia membuka google dan mencari tau siapa itu Seroja.
Hanya butuh waktu beberapa detik, nama Seroja terpampang di layar ponsel.
"Nama aslinya Wu Mingyue, seorang pengacara handal yang baru saja lulus sebagai hakim agung?" mata Nanda melotot membaca tulisan itu.
"Putri angkat dari pebisnis ternama, Bart Sidigh Dougher Young ...."
"Siapa Bart? Kok seperti nama orang bule?" Nanda kembali mencari siapa itu Bart.
Lalu banyak artikel memuat siapa yang ia cari. Matanya membelalak sempurna, hampir semua artikel bertajuk kesuksesan pria dan seluruh keturunannya. Bahkan satu klan nama mafia tertulis di sana.
"Mantan pemilik klan terkuat yang pernah ada. DYoung yang hancur akibat ledakan kebocoran data di distrik D?" Nanda masih membaca artikel sambil menelan saliva kasar.
"Diduga jika klan salah satu keturunan Dougher Young masih aktif bahkan dilansir ditakuti para klan seluruh mafia di dunia. Sampai saat berita ini diturunkan. Kebenaran informasi itu masih rahasia. Tapi nama Klan sering dicuwitkan di ranah X. Yaitu klan BlackAngel!"
Nanda mengetik nama BlackAngel di ponsel. Tidak banyak, hanya tiga artikel. Salah satunya yang membuat nyalinya ciut.
"Klan BlackAngel diduga menjadi pengurai penyanderaan di salah satu jalan arteri!" Nanda melihat satu foto buram.
Deg! Jantungnya seakan mau copot. Padahal yang ia lihat hanya foto buram yang tak diketahui kebenarannya.
Bersambung.
Huhuhu ... Itu Papa Leo. .. kamu mau diapain?
Next?
nyari mati rupanya