NovelToon NovelToon
The Villain Wears A Crown

The Villain Wears A Crown

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: karinabukankari

Balas dendam? Sudah pasti. Cinta? Tak seharusnya. Tapi apa yang akan kau lakukan… jika musuhmu memakaikanmu mahkota?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon karinabukankari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 21: The War

Langit di atas Ravennor menghitam meski belum waktunya malam. Awan kelam berputar-putar seperti pusaran takdir, dan dari kejauhan, kilat menyambar tanpa suara.

Di atas menara tertinggi istana, Seraphine berdiri memandangi semua itu. Jubah hitamnya berkibar oleh angin yang terasa seperti tarikan napas dunia yang sekarat. Di balik matanya yang diam, ada dua medan perang: satu di luar dinding istana, dan satu lagi di dalam dirinya.

Perang itu telah memilih mereka.

Dari kejauhan, trompet perak terdengar. Tanda pasukan kerajaan siap berbaris ke gerbang utara. Di sisi lain, bendera pemberontak berkibar di balik kabut, merah seperti darah segar.

“Apakah kau benar-benar akan memimpin mereka?”

Suara itu datang dari belakang. Caelum.

Seraphine tidak berpaling. "Bukankah kita berdua sudah tahu jawabannya?"

Caelum melangkah mendekat. "Kita bisa kabur. Masih ada jalan keluar. Ke timur. Lewat pelabuhan lama. Aku bisa menyelundupkan kita keluar."

"Dan membiarkan Ravennor hancur di tangan darah yang sama yang pernah membantai keluargaku?"

"Jika kau mati di sini, dendammu tidak akan berarti."

Seraphine menatapnya kini. "Aku tidak hidup hanya untuk membalas dendam, Caelum. Aku hidup untuk mengakhiri siklusnya."

Caelum terdiam. Di antara mereka, waktu seolah membeku. Dua orang yang pernah saling curiga, lalu saling menggenggam, kini berdiri sebagai api dan badai. Tapi keduanya tahu: mereka tak bisa memadamkan perang yang datang ini. Mereka hanya bisa memilih bagaimana menghadapinya.

Sementara itu, di bawah tanah istana, suara langkah cepat menggema. Ash menyusuri lorong rahasia bersama dua orang bayangan dari Ordo Umbra.

“Kita tak bisa membiarkan dia naik tahta,” kata salah satunya.

Ash berhenti. “Kau bicara tentang adikku?”

Bayangan itu hanya diam.

Ash mengerutkan kening. “Seraphine tidak sama seperti dulu. Tapi dia juga bukan boneka kalian.”

"Kami hanya mengikuti kehendak darah lama. Pewaris sejati bukan dia. Tapi—"

"Orin belum ditemukan. Dan meski dia hidup, kau pikir dia bisa bertarung sekarang? Seraphine sudah terlalu dalam dalam perang ini."

Bayangan itu menatap Ash dengan mata kosong. "Justru karena itu. Ia mungkin... terlalu dalam."

Malam tiba.

Gerbang istana dikunci. Pasukan bersenjata siaga. Di aula utama, para bangsawan saling menatap penuh curiga. Beberapa sudah mulai saling tuding siapa pengkhianat, siapa yang setia.

Di antara mereka, Lady Mirella berdiri dengan gaun perak, anggunnya memantulkan cahaya obor.

"Malam ini akan panjang," bisiknya kepada pelayannya.

"Apa rencana kita, Lady?"

Mirella tersenyum samar. "Kita lihat saja siapa yang masih hidup saat matahari terbit."

Di balkon timur, Seraphine mengenakan zirah hitam bertatahkan simbol keluarga Verndale. Lambang yang telah dihapus dari sejarah. Kini muncul kembali dalam perang.

Caelum berdiri di sampingnya, mengenakan mantel panjang biru gelap, emblem singa bersayap bersinar di dada kirinya.

"Mereka datang," kata Caelum.

Seraphine mengangguk. "Biarkan mereka datang."

Pertempuran pertama pecah saat pasukan pemberontak menerobos gerbang utara. Panah api menghujani langit malam. Di dalam istana, sihir meledak di aula.

Seorang penyihir dari barisan bangsawan memberontak berubah menjadi bayangan hitam dan menyambar seorang jenderal kerajaan. Darah berceceran di karpet merah.

Seraphine bergerak cepat. Ia melompat dari balkon ke halaman bawah, sihir di tangannya membentuk pusaran es berduri. Dengan satu gerakan, ia membekukan tanah di depan musuh. Puluhan tentara terpeleset dan jatuh, memberi waktu pada pasukannya untuk menyerang balik.

Caelum turun tak lama kemudian, pedang sihir di tangannya bersinar biru keunguan. Ia bertarung seperti badai, tiap gerakannya adalah puisi kematian.

"Kau makin tampan saat membunuh!" teriak Seraphine dari kejauhan.

"Kau baru sadar?" Caelum membalas sambil menebas dua musuh sekaligus.

Di balik tawa pahit dan serangan brutal itu, ada semacam kenyataan getir: mereka lahir untuk ini. Untuk perang. Tapi mereka juga bertarung agar generasi berikutnya tidak perlu lahir dengan tujuan serupa.

Di dalam istana, Ash berhadapan dengan seorang lelaki bertudung.

"Kau... Orin?"

Mata anak itu menatap tajam. "Aku lebih dari itu sekarang."

"Apa maksudmu?"

Anak itu—remaja kurus dengan mata gelap dan senyum setengah mati—mengangkat tangannya. Sihir gelap melingkari jarinya.

"Aku adalah warisan kegelapan yang kau coba lupakan, Kakak."

Ash mundur. "Tidak... Ini bukan kau."

Orin tersenyum. "Kau kira hanya Seraphine yang kembali dari kematian?"

Langit Ravennor pecah.

Dari pusaran awan, makhluk sihir muncul. Bentuknya seperti singa bersayap dengan dua kepala. Makhluk penjaga takdir yang hanya muncul ketika sejarah akan berubah selamanya.

Seraphine memandangnya. "Saatnya memilih, Caelum."

"Pilih apa?"

"Apakah kita akan membiarkan takdir memilih kita... atau kita memilih takdir kita sendiri."

Caelum menggenggam tangannya. "Kalau begitu, kita pilih bersama."

Dengan satu teriakan, mereka berdua melompat ke medan perang, menyatukan sihir dan kekuatan.

Di tengah kekacauan, suara lonceng kuil berdentang. Dari balik reruntuhan, rakyat mulai berkumpul. Anak-anak, wanita tua, bahkan para pengemis yang dulu ditendang keluar dari kota. Mereka semua datang.

"Untuk siapa kalian berdiri?!" teriak seorang bangsawan.

"Untuk mereka yang mau bertarung demi masa depan kami!" teriak rakyat.

Seraphine berdiri di atas tangga utama istana, tubuhnya berdarah tapi tegak.

"Dulu, kalian menyebutku hantu masa lalu. Kini, aku berdiri di sini sebagai masa depan kalian. Bukan karena aku ingin mahkota. Tapi karena aku tak ingin generasi selanjutnya mati karena kebisuan kita!"

Rakyat bersorak. Pasukan sisa bersatu di belakangnya. Bahkan beberapa dari pemberontak meletakkan senjata dan membungkuk.

Di sisi lain, Orin menatap semua itu dari bayangan. Matanya menyala merah.

“Belum saatnya,” gumamnya. Lalu menghilang ke dalam kegelapan.

Malam itu, perang belum selesai.

Tapi sejarah telah berubah.

Dan Seraphine tahu: ini bukan hanya tentang dendam. Ini tentang siapa yang berani berdiri.

Untuk Ravennor. Untuk darah yang sudah mengering. Untuk takdir yang tak lagi bisa dihindari.

Untuk perang yang memilih mereka.

Hujan deras mengguyur atap istana Ravennor seperti genderang perang yang tak kunjung henti. Di bawah langit kelam, suara sihir dan jeritan bercampur jadi satu, menciptakan simfoni akhir dari kekuasaan yang telah terlalu lama bertahan dalam bayang-bayang kebohongan.

Seraphine berlari melintasi aula utama istana, jubahnya berlumur darah dan lumpur. Tangan kirinya menggenggam belati berlapis sihir yang bergetar seperti makhluk hidup, sementara tangan kanannya menggandeng Orin yang terengah-engah di belakangnya.

"Kau harus keluar dari sini!" teriaknya pada adik lelakinya. "Pergi ke lorong utara, ada jalan keluar ke bawah tanah!"

"Tidak tanpamu!" Orin berseru, matanya dipenuhi ketakutan namun tetap menolak melepaskan genggaman kakaknya.

"Aku akan menyusul. Kau harus percaya padaku."

Sebuah ledakan mengguncang langit-langit. Pecahan kristal jatuh dari chandelier besar, menghantam lantai seperti hujan bintang yang mematikan. Orin terpaksa mundur, dan akhirnya berlari ke arah yang Seraphine tunjukkan, menoleh sekali sebelum menghilang ke dalam kegelapan.

Langkah kaki terdengar mendekat dari arah timur.

Seraphine berbalik.

Caelum muncul dari balik puing-puing pintu utama. Jubahnya koyak, wajahnya kotor oleh debu dan darah, tapi matanya—mata itu—masih menatapnya seperti bara yang tak padam.

"Seraphine!"

Ia ingin menjawab, tapi tak sempat.

Dari langit-langit yang runtuh, bayangan hitam melompat turun: sang Grand Inquisitor, wajahnya separuh terbakar oleh kutukan, suaranya seperti logam patah.

"Tidak ada yang akan meninggalkan istana ini hidup-hidup," desisnya. "Terutama kalian, para penghianat darah!"

Caelum melangkah di depan Seraphine.

"Kau harus pergi. Aku akan menahannya."

"Kau akan mati!"

"Kalau itu harga yang harus dibayar agar kau dan Orin selamat... maka itu harga yang pantas."

Seraphine menggenggam lengan Caelum.

"Aku tidak kembali hanya untuk melihatmu mati. Aku kembali... untuk membangun ulang semuanya. Bersamamu."

Bayangan Grand Inquisitor berpendar. Sihir kegelapan meledak dari tubuhnya, memukul keras dinding dan lantai. Tapi Seraphine mengangkat belati sihirnya dan menusukkannya ke tanah.

Dunia berhenti.

Sebuah gelombang sihir keluar dari pusat ruangan, menyapu semua energi gelap seperti embusan angin surgawi. Grand Inquisitor menjerit, tubuhnya meleleh menjadi abu hitam yang beterbangan, meninggalkan aroma terbakar dan akhir dari kekuasaan yang korup.

Seraphine jatuh berlutut. Nafasnya berat. Caelum meraih pundaknya.

"Kau...—kau mengorbankan..."

"Belati itu mengikat jiwaku untuk satu tujuan. Dan aku memilih tujuan itu... untukmu. Untuk kita."

Di kejauhan, lonceng perang berhenti berdentang.

Bulan akhirnya muncul dari balik awan. Cahaya perak menyoroti aula yang kini sunyi.

Seraphine berdiri dengan tertatih, menatap takhta yang kosong.

"Tahta itu tak lagi penting bagiku," katanya.

"Tapi kita masih butuh seorang pemimpin," balas Caelum.

"Maka biarkan mereka yang pernah kehilangan segalanya... memimpinnya. Bukan dengan mahkota, tapi dengan luka yang telah sembuh."

Di luar istana, rakyat mulai berkumpul. Bisikan-bisikan tentang runtuhnya Inquisitor, tentang hilangnya Raja Elric, dan munculnya pemimpin baru mulai tersebar seperti api.

Dan di tengah reruntuhan istana Ravennor, Seraphine—perempuan yang pernah hilang dari sejarah—melangkah maju.

Tanpa mahkota.

Tanpa nama bangsawan.

Tapi dengan hati yang dipenuhi kebenaran.

Sebab kadang, yang tak bertakhta... adalah yang paling layak untuk memimpin.

Dan ketika semua mahkota telah terbakar,

Hanya mereka yang bangkit dari abu,

Yang akan membangun dunia baru.

Bau darah belum sempat mengering di aula tahta ketika Seraphine melangkah masuk, gaun perangnya terbelah di beberapa sisi, berlumur debu dan percikan perak dari sihir. Di tangannya, ia masih menggenggam belati yang digunakan untuk membebaskan Caelum dari rantai sihir tua yang mengurung tubuh sang pangeran.

Di hadapannya, takhta kerajaan berdiri—kosong. Berdarah. Berdebu.

Tempat di mana semua pengkhianatan bermula, dan mungkin… akan berakhir.

“Kau terlambat untuk menjadi ratu, tapi terlalu cepat untuk jadi martir.” Suara lirih namun sinis terdengar dari sisi kiri ruangan.

Ash berdiri di sana, jubah hitamnya sobek di bagian bahu, dan luka panjang melintang di pelipisnya. Di belakangnya, bayangan para pemberontak—Ordo Umbra dan pasukan rakyat Ravennor—mulai masuk, diam-diam dan waspada.

Seraphine tak menjawab. Matanya langsung mencari satu sosok lain.

Dan Caelum pun muncul, berjalan lambat dari sisi timur aula. Tubuhnya sempoyongan, namun wajahnya tetap tenang—membawa luka, sihir yang belum stabil, dan pandangan yang tak lagi memusuhi.

Tapi tidak juga mencintai. Hanya… ragu.

“Takhta itu telah membuat kita saling membunuh,” kata Caelum. “Dan sekarang kau berdiri di antara aku dan saudaramu. Siapa yang akan kau pilih, Seraphine?”

Ash mendesis, “Kau masih berpikir dia punya pilihan, Caelum? Kami bukan caturmu lagi.”

Namun Caelum mengangkat satu tangan. Api biru menyala di telapak tangannya—bukan untuk menyerang, tapi sebagai tanda perdamaian. "Aku tak ingin mengulang darah yang tumpah. Tidak kali ini."

Suasana di ruangan menegang. Seraphine berdiri di antara dua dunia: darah keluarganya yang pernah dihapus, dan cinta yang perlahan mengikis dendamnya.

Ia tertawa pelan—tapi nadanya pahit. “Lucu, ya. Dulu aku datang untuk menghancurkan kalian berdua. Tapi sekarang aku malah berharap kalian tidak saling membunuh.”

“Karena kau masih mencintainya?” tanya Ash tajam.

Caelum menatap Seraphine, napasnya berat.

“Bukan itu pertanyaannya,” jawab Seraphine. “Pertanyaannya adalah… apakah kita bisa membangun kerajaan yang tidak perlu mengorbankan siapa pun?”

Sunyi.

Orin tiba-tiba masuk, membawa seorang anak kecil yang tampak sangat akrab.

“Seraphine,” gumamnya. “Kau harus melihat ini.”

Anak itu—mata peraknya persis seperti… Ayah mereka.

“Siapa dia?” tanya Ash kaku.

Orin menatap Caelum. “Putra rahasia Raja Elric dari istri kedua. Saudara kalian. Nama lengkapnya adalah Elias. Dan menurut hukum lama… dia adalah pewaris sah jika takhta diambil dari penguasa tiran.”

Seraphine merasa napasnya terhenti. Caelum juga.

Seorang bocah. Bocah yang jadi kunci seluruh perang ini?

“Tidak,” bisik Seraphine. “Cukup. Tidak akan kubiarkan anak ini dibebani mahkota.”

“Lalu siapa?” tanya Ash.

“Takhta ini tak butuh satu nama. Ia butuh perjanjian. Butuh… keberanian untuk berbagi. Untuk memimpin bersama. Tiga darah, satu kerajaan,” ucap Seraphine pelan.

Caelum tersenyum samar. “Kau ingin membagi mahkota?”

“Tidak,” jawabnya. “Aku ingin menghancurkannya dan membangun ulang. Kita bisa membuat sistem baru. Bukan monarki. Tapi dewan rakyat.”

Ash nyaris tertawa. “Ide gila.”

“Tapi hanya ide gila yang bisa menyelamatkan kita sekarang,” gumam Orin.

Beberapa minggu kemudian…

Istana Ravennor telah berubah.

Lukisan-lukisan raja lama diturunkan. Rantai-rantai tua dilebur. Singgasana didiamkan dalam aula tertutup, sebagai simbol bahwa tahta kini bukan milik satu orang.

Di balkon utama, Seraphine berdiri bersama Caelum dan Ash, memandangi rakyat yang bersorak bukan karena satu pemenang… tapi karena berakhirnya ketakutan.

“Jadi,” gumam Caelum pelan sambil menyentuh tangan Seraphine, “apa yang akan kau lakukan sekarang? Kau bisa tetap tinggal. Atau… pergi sebagai pahlawan yang tak disebut dalam sejarah.”

Seraphine menatap langit. “Aku pikir aku akan menulis kisah kita. Tapi bukan sebagai legenda… sebagai peringatan.”

Caelum tersenyum. “Dan jika aku menulis surat padamu?”

Ia mengangkat alis. “Jangan mulai dengan ‘I know who you are’ lagi.”

Keduanya tertawa. Bahkan Ash ikut tersenyum kecil.

“Aku hanya ingin satu hal,” bisik Seraphine.

“Apa?”

“Damai. Setidaknya… untuk beberapa tahun.”

Caelum menatapnya, dalam.

“Aku bisa memberimu itu. Atau mencoba, sekuat yang kubisa.”

Seraphine memeluknya—bukan sebagai pangeran, bukan sebagai musuh… tapi sebagai manusia.

Dan di bawah langit Ravennor yang kini bersih dari asap pertempuran, dunia perlahan kembali bernafas.

To be continued...

Kalau cerita ini pedes,

vote-nya biar makin curryous! 🍛❌

Like sekarang juga sebelum tokohnya berubah jadi rendang karena kepanasan plot twist! 😵‍🔥

Namaku bukan Kari, tapi aku tetap butuh sambel...

eh, maksudnya VOTE!, Subscribe dan jgn lupa komen seng seng kuu

[ karinabukankari ] ˙˚ʚ(´◡`)ɞ˚˙ °Hehe

1
karinabukankari
🎙️“Capek? Lelah? Butuh hiburan?”

Cobalah:

RA-VEN-NOR™

➤ Teruji bikin senyum-senyum sendiri
➤ Kaya akan plot twist & sihir kuno
➤ Mengandung Caelum, Ash, dan Orin dosis tinggi

PERINGATAN:
Tidak dianjurkan dibaca sambil di kelas, rapat, atau pas lagi galau.
Efek samping: jadi bucin karakter fiksi.

Konsumsi: TIAP JAM 11 SIANG.
Jangan overdosis.
karinabukankari
“Kamu gak baca Novel jam 11?”

Gemetar...
Tangan berkeringat...
Langit retak...
WiFi ilang...
Kulkas kosong...
Ash unfollow kamu di mimpi...

➤ Tiap hari. Jam 11.

Ini bukan sekadar Novel.
Ini adalah TAKDIR. 😭
karinabukankari
“Halo, aku kari rasa ayam...
Aku sudah capek ngingetin kamu terus.”

➤ Novel update jam 11.
➤ Kamu lupa lagi?

Baiklah.
Aku akan pensiun.
Aku akan buka usaha sablon kaus bertuliskan:

❝ Aku Telat Baca Novel ❞

#AyamMenyerah
karinabukankari
Ash (versi ngelantur):
“Kalau kamu baca jam 11, aku bakal bikinin kamu es krim rasa sihir.”

Caelum (panik):
“Update?! Sekarang?! Aku belum siap tampil—eh maksudku… BACA SEKARANG!”

Orin (pegangan pohon):
“Aku bisa melihat masa depan... dan kamu ketinggalan update. Ngeri ya?”

📅 Jam 11. Tiap hari.

Like kalau kamu tim baca sambil ketawa.
Komen kalau kamu tim “gue nyempil di kantor buat baca novel diem-diem”
karinabukankari
“Lucu…
Kamu bilang kamu fans Ravennor,
Tapi jam 11 kamu malah scroll TikTok.”

Jangan bikin aku bertanya-tanya,
Apakah kamu masih di pihakku…
Atau sudah berubah haluan.

➤ Novel update tiap hari.
➤ Jam 11.

Jangan salah pilih sisi.
– Orin
karinabukankari
“Aku tidak banyak bicara…
Tapi aku perhatikan siapa yang selalu datang jam 11… dan siapa yang tidak.”

Dunia ini penuh rahasia.
Kamu gak mau jadi satu-satunya yang ketinggalan, kan?

Jadi, kutunggu jam 11.
Di balik layar.
Di balik cerita.

– Orin.
karinabukankari
“Oh. Kamu lupa baca hari ini?”

Menarik.

Aku kira kamu pembaca yang cerdas.
Tapi ternyata...

➤ Baca tiap hari. Jam 11.
➤ Kalau enggak, ya udah. Tapi jangan salahin aku kalau kamu ketinggalan plot twist dan nangis di pojokan.

Aku sudah memperingatkanmu.

– Ash.
karinabukankari
📮 Dari: Caelum
Untuk: Kamu, pembaca kesayanganku

"Hei…
Kamu masih di sana, kan?
Kalau kamu baca ini jam 11, berarti kamu masih inget aku…"

🕚 update tiap hari jam 11 siang!
Jangan telat… aku tunggu kamu di tiap halaman.

💙 – C.
karinabukankari
🐾 Meong Alert!

Kucing kerajaan udah ngamuk karena kamu LUPA update!

🕚 JAM 11 ITU JAM UPDATE !

Bukan jam tidur siang
Bukan jam ngelamunin mantan
Bukan jam ngintip IG crush

Tapi... JAMNYA NGIKUTIN DRAMA DI RAVENNOR!

😾 Yang kelewat, bakal dicakar Seraphine pakai kata-kata tajam.

#Jam11JamSuci #JanganLupaUpdate
karinabukankari
🐓 Jam 11 bukan jam ayam berkokok.
Itu jamnya:
✅ plot twist
✅ karakter ganteng
✅ baper kolektif
✅ kemungkinan besar ada adegan nyebelin tapi manis

Jangan lupa update TIAP HARI JAM 11 SIANG

📢 Yang gak baca… bakal disumpahin jadi tokoh figuran yang mati duluan.
karinabukankari
🕚 JAM 11 SIANG ITU JAM SUCI 😤

Itu bukan jam makan, bukan jam rebahan...
Itu jam baca komik kesayangan KAMU!

Kalau kamu ngelewatin update:
💔 Caelum nangis.
😤 Seraphine ngambek.
😎 Ash: “Terserah.”

Jadi yuk… BACA. SEKARANG.

🔁 Share ke temanmu yang suka telat update!
#ReminderLucu #UpdateJam11
karinabukankari
⚠️ PENGUMUMAN PENTING DARI KERAJAAN RAVENNOR ⚠️

📆 Update : SETIAP HARI JAM 11 SIANG!

Siapa yang lupa...?
➤ Ditarik ke dunia paralel.
➤ Dikejar Orin sambil bawa kontrak nikah.
➤ Dijadikan tumbal sihir kuno oleh Ash.
➤ Dipelototin Seraphine 3x sehari.

Jadi... JANGAN LUPA BACA YAAA!

❤️ Like | 💬 Komen | 🔔 Follow
#TimGakMauKetinggalan
karinabukankari
📢 HALOOO PARA PEMBACA TERSAYANG!!
Komik kita akan UPDATE SETIAP HARI!
Jadi jangan lupa:
💥 Siapkan hati.
💥 Siapkan cemilan.
💥 Siapkan mental buat gregetan.

⏰ Jam tayang: jam 11.00 WIB

🧡 Yang lupa update, nanti ditembak cinta sama si Caelum.

➕ Jangan lupa:
❤️ Vote
💬 Komen
🔁 Share
🔔 Follow & nyalain notif biar gak ketinggalan~
Luna_UwU
Ditambahin sekuel dong, plis! 🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!