"Aku terbangun di dunia asing. Tanpa ingatan, tanpa petunjuk, tapi semua orang memanggilku Aqinfa—seolah aku memang gadis itu."
Namun, semakin lama aku tinggal di tubuh ini, semakin jelas satu hal: ada sesuatu yang disembunyikan.
Wajah-wajah yang tampak ramah, bisikan rahasia yang terdengar di malam hari, dan tatapan pria itu—Ziqi—seolah mengenal siapa aku sebenarnya... atau siapa aku seharusnya menjadi.
Di antara ingatan yang bukan milikku dan dunia yang terasa asing, aku—yang dulu hanya Louyi, gadis sederhana yang mendambakan hidup damai—dipaksa memilih:
Menggali kebenaran yang bisa menghancurkanku, atau hidup nyaman dalam kebohongan yang menyelamatkanku.
Siapa Aqinfa? Dan… siapa sebenarnya aku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon amethysti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sentuhan dingin Ziqi
Lapangan latihan pagi itu ramai. Cahaya matahari menembus sela pepohonan, memantulkan cahaya ke permukaan batu-batu latihan yang dipoles. Para murid tampak sibuk memanaskan tubuh, ada yang berlari kecil, mengayunkan pedang, atau berdiskusi strategi bersama senior mereka.
Di antara keramaian itu, Aqinfa berdiri dengan wajah super cerah, hampir bersinar seperti kristal matahari.
“Senior Ziqi, ayo mulai!” serunya sambil mengangkat pedangnya terlalu tinggi hingga hampir menyabet semak di belakangnya.
Ziqi berdiri di hadapannya, wajahnya tenang, mata peraknya memantulkan langit pagi.
“Pegang gagang lebih rendah,” katanya pendek.
“Oh, begini?”
“Turunkan siku. Bukan bahu yang digerakkan.”
“Begini? Atau begini?AAH, aku lupa gerakan tadi!” Aqinfa mulai panik, tangannya bergerak seperti ayam kehilangan arah.
Ziqi menghela napas sangat pelan. Lalu tanpa kata, ia maju selangkah dan menyentuh pergelangan tangan Aqinfa, menuntunnya perlahan membentuk postur yang benar. Tangannya membetulkan posisi tubuh Aqinfa, jari-jarinya menyentuh sisi bahu, menyelipkan lengan Aqinfa ke posisi seimbang.
Aqinfa mematung. Detak jantungnya entah kenapa terasa lebih keras dari sebelumnya.
"AAAAAAAAAAAA!!!"
Teriakannya meledak tak terkendali. “Dia MENYENTUHKU! HEI, HEI, TANGANNYA DINGIN BANGET TAPI ENAK DIPEGANG!!”
Reaksi keempat sahabatnya yang tidak jauh dari sana
Weyi menutup wajah dengan kipas. “Astaga... dia sudah gila.”
Axia menyipit. “Kenapa dia melompat kayak begitu cuma karena dibenerin postur?”
Seril menggigil. “Aku... merinding. Dia sebegitu senangnya?”
Dwiyu mengangguk serius. “Aku yakin. Itu bukan reaksi biasa. Itu reaksi jatuh cinta kebangetan.”
Sementara itu, Weimu, yang baru selesai latihan bersama murid lain, berdiri agak jauh. Tatapannya tak bisa lepas dari Aqinfa.
Saat melihat Aqinfa tersenyum super lebar hanya karena disentuh Ziqi, dadanya terasa berat.
“Kenapa... dia tak pernah melihatku seperti itu?”
Tangannya mengepal diam-diam. Tapi ia tak bergerak, hanya menatap.
Dan saat itu juga, seseorang dengan suara paling tak sensitif sejagat datang.
“Apa kau baru menang taruhan?” suara keras Yayue muncul dari belakang, langkahnya santai.
Aqinfa memutar badan, jengkel. “Apa maksudmu?”
“Kau melompat kayak baru dapat warisan dari klan naga suci. Untuk seorang gadis, reaksimu... agak gila,” kata Yayue sambil mengunyah buah apel.
“Cih, dasar tukang ikut campur. Pergi sana, mengganggu saja!” Aqinfa mengibas tangannya seperti mengusir lalat.
Ziqi, yang diam sejak tadi, menoleh sedikit... lalu tersenyum.
Tapi kali ini bukan senyum samar. Sedikit lebih lebar. Terlihat jelas.
Aqinfa menatapnya.
“KAU... KAU...!” ia menunjuk Ziqi seakan baru menemukan batu ajaib. “Kau barusan tersenyum! Sedikit lebar! KAU SERIUS?! MATAHARI ESOK AKAN TERBIT DARI BARAT?!”(Sahut aqinfa dengan suara sedikit teriak)
Ziqi hanya memandangnya sebentar... lalu menjawab datar
“Aku tidak tahu.”
Dan seketika, seluruh dunia Aqinfa membeku.
Dia menatap Ziqi seperti orang yang baru ditampar kenyataan bahwa es bisa meleleh.
Sementara itu:
Weyi menjatuhkan kipasnya.
Axia tersedak udara.
Seril memukul Dwiyu sambil berseru, “KAU LIHAT ITU?! DIA SENYUM!! DIA BENERAN SENYUM!!”
Ziqi melangkah pergi perlahan, dan Aqinfa hanya bisa menatap punggungnya hingga bayangan itu hilang dari pandangan.
“Hari ini... resmi jadi hari terhebat dalam hidupku,” gumam Aqinfa dengan tangan di dada.
Dan hari pertama latihan pun ditutup dengan degup yang tidak berasal dari sparing, tapi... dari dada.
"Dia memang benar-benar tipeku dari segi fisik dan karakternya ,aku benar-benar menyukainya,aku tidak suka dengan cowo menye-menye apa lagi yang banyak bicara kaya si yayue itu."(timpal nya lagi)