seorang remaja laki-laki yang berumur 15 tahun bernama Zamir pergi ke pulau kecil bersama keluarganya dan tinggal dengan kakeknya karena ayahnya dialih kerjakan ke pulau itu.
kakek Zamir bernama kakek Bahram. Kakek Bahram adalah oramg yang suka dengan petualangan, dan punya berbagai pengalaman semasa hidupnya.
Saat kakeknya sedang membereskan beberapa catatan lama. Ada selembar catatan yang menuliskan tempat yang belum kakek Bahram ketahui tentang pulau ini. jadi kakek Bahram mengajak cucunya Zamir untuk ikut menyelidiknya.
Akankah mereka menemukan tempat tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Radit Radit fajar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Selamat Datang
Namaku Zamir, remaja berusia 15 tahun yang beragama islam. Pagi ini, aku baru sampai ke pulau tempat kakekku tinggal dengan menaiki pesawat bersama ibu dan ayahku.
Aku membuka mulut, menguap, tadi harus bangun pagi sekali. Terasa sedikit hentakan saat pesawat menyentuh landasan untuk mendarat, cukup untuk membangunkanku yang tertidur.
"selamat datang di bandara Sikiman, Deminal. Mohon tetap duduk hingga lampu sabuk pengaman dipadamkan." suara dari awak kabin terdengar.
Saat pesawat terasa benar-benar berhenti, dan lampu sabuk pengaman dipadamkan. Semua orang berdiri mengambil tas dari kabin atas termasuk kedua orang tuaku.
Kami keluar dari pesawat. Pesawat ini menggunakan garbarata, jadi kami di antar langsung ke terminal. Kakiku masih lemas karena sudah kelamaan duduk tadi, jadi aku hanya bisa jalan perlahan, untungnya orang tuaku jalannya juga tidak terlalu cepat, jadi aku masih bisa menjejeri mereka.
Udara pagi terasa segar, berbeda dengan kota yang padat di tempatku sebelumnya. Setelah kedua orang tuaku mengurus beberapa hal lagi, kami keluar dari area kedatangan.
Terlihat seorang tua yang menunggu kami dengan kacamata berbentuk persegi. Rambut memutih dan pakaian kulit dengan warna dominan coklat serta ransel tersandang dipunggungnya, meski sudah tua badannya tetap terlihat gagah, itu kakek Bahram.
"aku senang kalian sampai dengan selamat." kakek Barham berkata, menyapa kami, orang tuaku balas menjawabnya.
"kamu Zamir kan? Sudah lama tidak bertemu, bahkan aku yakin kamu juga tidak terlalu mengingatku." kakek Bahram tertawa kecil.
"tidak juga kek, ibu dan ayah selalu menceritakan tentangmu juga." aku juga ikut tertawa, sambil sedikit menggerakkan tubuhku yang lemas.
"oh ya? Baguslah kalau begitu, jadi kamu sudah tisak terlalu asing denganku. Kalian pasti masih lelah karena perjalanan, ayo, kita kerumah kakek." kakek menawarkan setelah melihatku yang sepertinya masih mengantuk.
"itu ide bagus, kalau begitu kita ke rumah kakek pakai apa? Menumpang taksi?" tanya ayahku ke kakek.
"tidak ada taksi disini, tapi tenang saja, aku bawa mobilku untuk mengantar kalian." kakek berkata, lalu balik kanan menuju ke arah mobilnya di parkiran, kami mengikutinya.
Terlihat kakek mendatangi mobilnya, itu mobil off road. Dengan warna coklat masih terlihat bersih, sepertinya kakek rutin merawatnya.
"boleh aku duduk di kursi depan?" aku menawar ke orang tuaku, karena aku memang suka duduk di depan.
"jika kakekmu mengizinkan." ibu berkata.
"tentu saja boleh, ayo naik." kakek Barham berkata.
Aku langsung semangat masuk.
"aku bisa membantu menyetirnya jika kamu mau kek." ayah berkata kepada kakek dari luar mobil, aku biaa mendengar percakapan merek.
"tidak perlu, mobil ini sudah sedikit aku modifikasi, nanti kamu bisa jadi bingung, lagipula tubuhku masih gagah untuk menyetirnya." kakek berkata, ayah mengangguk, membiarkan kakek yang mengemudi.
Aku seketika langsung melirik bagian kemudi mobil, benar saja sepertinya ada beberapa tombol yang tidak ada di mobil biasanya.
Setelah ayah dan ibu memasukkan koper dan tas di bagasi mobil, mereka ikut masuk lewat pintu belakang mobil, mereka duduk di belakang. Kakek juga masuk duduk di kursi kemudi yang ada disebelahku.
tidak lama kemudian, mobil keluar dari area parkir di bandara. Ada layar di setir mobil, tepatnya di bagian tengah antara aku dan kakek menyala menampilkan jalur pulau Alean.
Aku kaget, baru kali ini aku lihat ada mobil off road yang punya teknologi begini, kakek tertawa melihat reaksiku.
"ini adalah hasil kakek mengotak-atik beberapa alat elektronik modern yang sudah tidak dipakai, sampai bisa menampilkan layar elektronik dengan peta begini." jelas kakek.
Tapi tetap saja sulit dipercaya teknologi yang seperti ini. Aku akhirnya memilih untuk mengamati peta di layar itu.
Di layarnya terlihat kalau area pulau Alean terbagi menjadi lima, barat, selatan, timur, utara, dan tengah. Aku menelan ludah, pulau kecil ini pengelompokkan wilayahnya lumayan banyak juga ternyata.
Di petanya kami sedang berada pada area Alean tengah menuju Alean barat tepat rumah kakek berada. Kota kecil yang mempunyai bandara kedatangan kami tadi adalah kota Deminal, sepertinya kota ini adalah ibu kota pulau karena kurasa ini yang paling maju dan sedikit padatnya.
Tempat yang kami tuju adalah desa Orotro, sekitar 40 km jaraknya dari kota Deminal.
Sepanjang perjalanan aku seperti tidak bisa berhenti menatap kemudi mobil. Tombol-tombolnya banyak sekali, entah untuk apa kakek memodifikasi mobilnya sendiri.
Tapi sepertinya, berdasarkan cerita ibu dan ayah, kakek itu cukup suka bertualang sejak dulu, jadi mungkin saja mobil ini dimodifikasi untuk mempermudah petualangannya.
Dan juga ibu dan ayah pernah berkata, kakek itu mantan pekerja di perusahaan teknologi dulunya, jadi jelas sekali lumayan ahli mengotak-atik mobil ini.
Lama-kelamaan pemandangan perlahan berubah, beberapa gedung padat di kota tadi sudah tidak ada. Karena sepertinya kami sudah masuk ke area transisi antara kota Deminal dan desa Orotro.
Kiri dan kanan kami sekarang hanya hutan lebat. Sesekali medannya menanjak dan menurun, tapi tidak banyak belokan. Jarang-jarang aku bisa melihat hutan lebat begini kalau di kota.
Aku sebenarnya juga baru beberapa bulan masuk SMA, tapi sekarang sudah pindah lagi. Untungnya aku sudah punya beberapa nomor ponsel teman-temanku saat di kota.
Sekitar tiga puluh menit kemudian, terlihat pemukiman dan beberapa perumahan. Berdasarkan layar peta, inilah desa Orotro.
Meski sudah ada pemukiman, tetap masih ada banyak pohon, malahan sepertinya setiap rumah punya satu atau lebih pohon baik itu jadi pebatasan antara tetangga maupun jadi hiasan untuk halaman rumah.
Tidak lama kemudian, akhirnya kami sampai ke rumah kakek. Rumah kakek lumayan luas dan besar juga ternyata, masih dengan warna coklat kayu, tapi dalamnya terlihat cukup bagus.
Aku menolong orang tuaku mengemasi koper, sudah ada 2 kamar kosong yang disiapkan untuk kami.
Setelah itu, karena aku bosan aku memilih menonton tv tabung yang ada di ruang tamu. Ternyata siarannya masih siaran yang terbaru juga.
Ditengah aku menonton televisi juga kakek bilang kalau aku sudah di daftarkan di SMA dekat sini, aku mengangguk, hari ini minggu, berarti aku masuk sekolahnya besok, seragam sekolahku juga sudah disiapkan kakek.
Aku melihat sekilas seragamnya, rata-rata seragamnya tidak pakai warna mencolok, kecuali yang putih-biru muda untuk hari senin. Lagipula seragam putih memang bermanfaat untuk hari senin saat upacara karena warna putih yang paling tidak menyerap panas diantara warna lainnya.
Setelah itu karena bosan nonton tv, aku juga mendengarkan beberapa cerita petualangannya dari kakek semasa hidupnya. Ceritanya benar-benar susah ditebak, tapi itulah yang membuatnya seru. Kurasa aku jadi mulai tertarik juga menyelidiki sesuatu karena ceritanya.