Anggi Saraswati adalah seorang ibu muda dari 3 anak. Awal mula pernikahan mereka bahagia, memiliki suami yang baik,mapan,dan tampan merupakan sebuah karunia terbesar baginya di tengah kesedihannya sebagai yatim piatu penghuni panti.
Tapi sayang, kebahagiaan itu tak bertahan lama,perlahan sikap suami tercintanya berubah terlebih saat ia telah naik jabatan menjadi manajer di pusat perbelanjaan ternama di kotanya . Caci maki dan bentakan seakan jadi makanannya sehari-hari. Pengabaian bukan hanya ia yang dapatkan, tapi juga anak-anaknya,membuatnya makin terluka.
Akankah ia terus bertahan ?
Atau ia akan memilih melepaskan?
S2 menceritakan kisah cinta saudara kembar Anggi beserta beberapa cast di dalamnya dengan beragam konflik yang dijamin menarik.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch.10 Tak ada alasan untuk bertahan
"Mama... hiks... hiks... hiks..." terdengar suara Karin menangis
"Ayin napa nanis?" tanya Kevin yang ikut terbangun karena mendengar suara Karin menangis
"Aus." ujar Karin lirih
"Ayok Epin temenin ambil ail minum." tawar Kevin ,Karin pun menghentikan tangisnya dan menuruni tempat tidur hendak keluar kamar mengambil air minum bersama Kevin.
Ceklekk...
"Mama." pekik Kevin dan Karin bersamaan saat melihat Anggi terkapar di lantai
"Ma banun ma, banun... huaaaa....mama danan mati danan tindayin Ayin ,ma. Huaa...." pekik Karin menangis histeris
"Mama banun ma banun, abaaaaang... toyong mama." Kevin ikut histeris melihat mamanya yang tak kunjung bangun
Merasa ada suara ribut-ribut adiknya di luar kamarnya, Damar langsung melompat dari tempat tidur.
"Ma.. mama... mama kenapa, dek?"
"Ayin ndak tau ,bang. Pas buka pitu mama udah bobok di sini. Huaaa... " ucap Karin tergugu
"Ma.. bangun ma.. Damar mohon bangun ,ma . Jangan tinggalin Damar dan adek-adek." Damar turut terisak melihat sang mama tak kunjung membuka matanya
Lalu Damar mencoba ke kamar mamanya ,berharap ada sang papa di kamar ,namun harapannya sia-sia. Ternyata papa nya tidak ada.
Damar melirik jam di dinding, sudah pukul 5 subuh. Ia bingung harus minta tolong pada siapa.
Damar melihat ponsel mamanya terkapar di meja, ia pun bergegas menekan nomor telepon papanya berharap papanya segera pulang menolong mamanya. Tapi lagi-lagi harapannya berakhir sia-sia. Sudah 7 kali panggilan ia lakukan tapi tak kunjung diangkat. Ditekannya 1 kali lagi, berharap di panggilan ke 8 ini ,papa nya akan merespon. Bila tidak juga, ia akan berhenti.
Dan benar, ternyata panggilan ke 8 ini diangkat ,tapi suara orang di seberang sana bukanlah suara papanya. Justru ini suara perempuan. Damar mengernyit bingung.
"Halo, siapa sih ganggu orang tidur pagi-pagi?" ketus perempuan di seberang telepon
"Halo, ini benar nomor telepon papa saya kan?"
"Papa? Papa gundulmu. Ini nomor telepon ayah calon anak saya. Nggak usah telepon-telepon ke sini lagi. Gangguin orang tidur aja." maki perempuan itu lalu telepon itu ditutup secara sepihak
Damar mengerang frustasi, harus minta tolong siapa. Lalu ia terfikir meminta tolong ibu temannya yang tinggal di sebelah rumah yang kebetulan seorang bidan.
.
.
.
"Tante gimana keadaan mama saya?"
"Mama kamu cuma terkejut dan kelelahan aja kok. Sama luka ini aja nanti sering-sering kamu bersihin, ya!" ujar Lulu pada Damar. Ia memang tak banyak bicara mengenai keadaan Anggi, bagaimana pun Damar masih terlalu kecil untuk memahami permasalahan orang dewasa.
"Tante pamit dulu, ya! Eh iya, kamu mau tetap sekolah atau mau izin dulu?"
"Izin dulu Tante,kan nggak ada yang jagain mama."
"Ya udah, Tante pulang dulu, ya! Nanti Tante sampein ke wali kelas kamu. Karin, Kevin jangan nakal ya! Kasian mama masih sakit. "
"Iya , tate." ujar Karin dan Kevin kompak
"Makasih,Tante." ujar Damar yang dibalas Lulu dengan sebuah senyuman.
Tak lama kemudian, akhirnya Anggi mulai sadar. Ia mengerjapkan mata beberapa kali, berupaya mengumpulkan serpihan ingatan sebelum peristiwa pingsannya ia.
"Ma, mama sudah bangun?" tanya Damar saat melihat mamanya mulai membuka mata
"Astaghfirullah, jam berapa ini ,bang? Kamu kok belum siap-siap sekolah?" panik Anggi saat melihat hari sudah mulai terang, tanpa menjawab pertanyaan Damar tadi.
"Tadi Abang sudah minta tolong izinin sama tante Lulu ,ma. Mama tadi pingsan, abang nggak tega tinggalin mama sama adek." lirih Damar. "Mama kok bisa pingsan? Terus kepala mama kok berdarah?"
"Mama semalam terpleset, terus kepala mama kejedot dinding deh." bohong Anggi dengan cengiran
"Ooo...lain kali hati-hati ,ya ma! Kami panik banget tadi. Karin sampe nangis-nangis kirain mama mati." ujar Damar sambil terkekeh
Sedang asik bercanda dengan anak-anaknya, ponsel Anggi berbunyi. Ternyata yang menelfon adalah Diwangga.
"Halo, assalamualaikum."
"Wa'alaikum salam." jawab Diwangga
"Ada apa mas?"
"Surat cerai kamu udah keluar. Kamu bisa ambil ke kantor jam 10 nanti."
"Hah, cepet banget mas? Kok bisa? Baru 24 jam lho?" heran Anggi. Setahu Anggi mengurus surat cerai itu lumayan lama .
Diwangga tersenyum di ujung telefon. Dia adalah pengacara handal dan terkenal, dia juga banyak koneksi, tentu bukan hal sulit hanya sekedar mengurus surat gugatan cerai. "Aku kan kemarin udah bilang, buktinya akurat alias kuat, jadi akan lebih cepat dan mudah mengurusnya. " ujar Diwangga santai , sedangkan Anggi karena tak tahu apa-apa, hanya ber'oh ria saja.
"Makasih ya, mas. Nanti jam 10 aku ke sana."
"Kamu nanti hati-hati,ya!"
"Eh, iya mas. Makasih."
.
.
.
Sesuai janji, pukul 10 Anggi telah tiba di kantor Diwangga. Ia tidak mengajak anak-anaknya, karena Damar menawarkan diri menjaga kedua adiknya di rumah.
Saat masuk ke ruangan Diwangga, pria itu langsung dikejutkan dengan perban yang melingkari kepala Anggi.
"Kepala kamu kenapa?" tanya Diwangga. " Karena suami kamu lagi?" tebaknya langsung
Anggi mendesah kasar. Tak mungkin juga ia berbohong pada orang yang membantunya untuk membebaskan diri dari jerat pernikahan menyakitkan itu.
"Ya begitulah." jawab Anggi singkat. Lalu Anggi mulai menceritakan kronologisnya pada Diwangga.
Rahang Diwangga mengetat hebat, bagaimana bisa ada lelaki sepecundang itu yang begitu tega-teganya menyakiti istri sendiri lalu meninggalkannya begitu saja pikirnya.
Andai ia ada disitu saat itu, ingin sekali ia menghajar habis-habisan Adam agar ia juga merasakan sakitnya.
Ingin ia membalas semua perlakuan Adam , tapi ia tak bisa. Bagaimana pun ia adalah penegak hukum, ia tak boleh gegabah dalam bertindak. Selain itu juga siapalah ia, ia hanya kenalan Anggi itu pun baru 2 kali bertemu.
Selesai mengambil, surat gugatan cerai, Anggi segera pergi menuju tempat ia janjian dengan seseorang yang ingin menjual rukonya.
Ruko yang terdiri atas dua lantai itu memang cukup minimalis ,namun elegan. Fasilitasnya lengkap dan terletak di pusat kota. Pemiliknya menjual dengan harga di bawah pasaran dikarenakan sedang sangat butuh uang untuk berobat anaknya.
Saat pertama kali melihat , Anggi langsung tertarik dengan ruko itu. Ia pun segera memberikan uang hasil menjual perhiasannya sebagai uang muka. Sisanya akan ia bayar bila rencananya berjalan lancar.
di rumah
"Assalamualaikum." ucap Anggi sesampainya di rumah tapi tak ada sahutan dari orang-orang yang kini sedang duduk di ruang tamu.
"Heh, dasar perempuan liar, anak ditinggalin di rumah, eh dianya keluyuran. Ibu macam apa kamu." Anggi mengangkat bahunya acuh. Tubuhnya sudah lelah jadi malas berdebat.
"Eh Bu, liat dianya cuekin ibu, dasar perempuan nggak ada sopan santun." ejek Sulis
"Hei Anggi, ibu masih bicara, mau kemana kamu?" teriak ibu
"Apaan sih bu marah-marah terus, ntar darah tinggi ibu naik lagi, lho! Nggak takut kena struk apa?" Anggi mencoba menakut-nakuti ibu mertuanya agar berhenti marah-marah nggak jelas
"Kamu mau nyumpahin ibu ,ya! Dasar menantu kurang ajar."
plakkk...
Anggi meringis karena mendapat tamparan tiba-tiba dari mertuanya.
"Kalian ini sebenarnya kenapa sih benci banget sama aku. Kalau kalian cuma mau cari ribut di rumah ini, mending keluar." ucap Anggi penuh penekanan
"Cih, dasar menantu tak tau diri sok mau usir kami dari rumah ini! Ingat rumah ini rumah anakku jadi kamu tak ada hak buat ngusir kami. Justru sebaliknya,kami yang berhak usir kamu!" teriak Bu Tatik. "Oh ya, kamu tanya kenapa kami membencimu? Kamu liat diri kamu sendiri, udah miskin, orang tua tak jelas, jangan-jangan kamu anak haram." ejek bu Tatik
'Oh ,ya! Kita lihat saja nanti siapa yang bakal terusir.' batin Anggi
"Kalau kalian memang tak menyukaiku, suruh mas Adam ceraikan aku, mudah kan!" tantang Anggi sinis
"Oh tentu, pasti dalam waktu dekat kamu akan diceraikan. Adam juga udah punya calon istri yang lebih baik dari kamu dan yang lebih utama orang tuanya jelas asal usulnya. Aku juga akan memperoleh cucu darinya." ucap Bu Tatik bangga.
Hati Anggi pilu, hanya karena ia anak panti jadi mereka dengan mudahnya menyakitinya. Bahkan secara tidak langsung mertuanya menyatakan dia tak mengakui anak-anaknya sebagai cucu. Miris memang.
Hal itu makin menguatkan tekad Anggi untuk berpisah Tak ada lagi hal yang bisa dijadikan alasan untuk ia bertahan toh anaknya saja tak diakui keluarga itu.
Malas terus berdebat, Anggi segera melangkahkan kakinya menuju ke kamar si kembar. Pasti mereka ketakutan mendengar pertengkaran ibu dan neneknya pikir Anggi.
hello Dam .. dulu itu apa yg km lakukan sm Anggi dihina perempuan udik lusuh bahkan di tampar sampe di dorong hingga pingsan dan terluka .. kanan bilang km amnesia ..
mimpi mu ketinggian