Devandra pernah menjadi bagian dari kisah masa lalu Audrey. Pernah menjadi bahagia dan sedih hidupnya. Pernah menjadi luka yang sampai saat ini masih membekas.
Audrey sedang berusaha mengobati lukanya, menghilangkan sakitnya. Tapi disaat itu pula Devan hadir kembali.
Apakah Audrey akan menghilang kembali atau menghadapi lukanya agar ia tak lagi mengingat Devandra dihidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Renjana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22
"Cantik-cantik jangan melamun! Disambar orang ganteng nanti!" ucap seseorang. Audrey berbalik dan melihat Devan berdiri di belakangnya. Audrey mempercepat mencuci tangannya tanpa menoleh lagi.
"Tunggu!" Devan mencekal tangan Audrey sebelum gadis itu pergi.
"Apa?" tanya Audrey.
"Kamu kenapa?" tanya Devan.
"Nggak kenapa-kenapa," Audrey segera berlalu dari hadapan Devan.
"Sabar bro! Namanya juga perempuan!" Nathan menepuk bahu Devan dua kali sebelum dia pergi meninggalkan Devan.
Devan buru-buru mencuci tangannya dan kembali bergabung bersama yang lain membahas reuni kelas. Ternyata kedua guru mereka rindu dengan muridnya. Dan keputusannya mereka akan mengadakan acara itu di saung pak Danny. Pak Danny tentu saja setuju. Karena tempat yang dia miliki cukup luas untuk menampung murid-muridnya. Kegiatan itu akan dilakukan bulan depan. Dan tentu saja panitia intinya adalah mereka yang datang hari ini.
"Kelas lain mau diundang nggak?" tanya Yudha.
"Kalau kelas lain mau datang ya nggak apa-apa," ucap pak Danny.
"Iya, siapa yang tahu bisa datang. Tapi undangan resmi sebenarnya sih kelas kita aja," ucap Devan. Audrey mulai tidak nyaman. Dengan kelas lain bisa saja acara ini bisa sampai ke telinga Naira dan teman-temannya.
Rasa cemas itu terlihat oleh Devan tapi dia tidak mengatakan apapun. Devan mengerti, pasti Audrey takut bila Naira akan datang. Devan akan memastikan Naira tidak datang. Dia harus melakukan sesuatu.
Sudah pukul 22.00 akhirnya mereka pamit untuk pulang. Devan menarik tangan Audrey saat mereka berjalan ke parkiran.
"Van! Aku pulang sendiri aja," ucap Audrey. Devan berbalik menatap Audrey seolah gadis itu sedang bercanda.
"Ini sudah malam Audrey! Jangan aneh-aneh! Ayo pulang! Aku antar kamu," Devan kembali menarik tangan Audrey.
"Nggak Van! Please... Aku pulang sendiri aja," ucap Audrey memohon.
"Ck! Bahaya Drey!" ucap Devan.
"Tapi..."
"Kenapa lagi sih? Berantem terus?" tanya Nathan.
"Nggak kenapa-kenapa," ucap Audrey. Tapi pandangan Nathan jatuh ke tangan Devan yang mencekal lengan Audrey.
"Pulang denganku aja," ucap Nathan.
"Nggak bisa gitu! Tadi aku pergi dengan dia. Aku akan mengantar dia pulang!" ucap Devan.
"Oopsss... Santai bro! Kalau mau antar jangan memaksa," ucap Nathan.
"Ada masalah?" tanya Yudha di belakang mereka.
"Nggak ada," ucap Devan.
"Ayo pulang!" Yudha menjitak kepala Nathan.
"Hei! Pulang sih pulang! Nggak pake jitak juga!" protes Nathan. Yudha hanya diam sambil menaiki motornya. Nathan menyusul dengan mobilnya.
"Masih ngotot pulang sendiri?" tanya Devan. Audrey melihat ke sekelilingnya. Belum terlalu sepi tapi memang agak menyeramkan kalau pulang sendiri apalagi ini lokasinya jauh. Kalau tiba-tiba dia diculik nggak ada yang tau.
"Ayo naik!" perintah Devan sambil membuka pintu mobil untuk Audrey. Dengan terpaksa Audrey masuk dengan terpaksa. Devan tersenyum samar melihat Audrey yang tak pernah berubah. Pura-pura kuat dan berani padahal penakut.
"Besok temani aku nyari teman-teman lain untuk bantu-bantu," ucap Devan.
"Nggak deh, kamu aja! Lagian sekarang jamannya via chat. Jangan ribet buat nyari satu per satu!" Audrey menolak.
"Aku mau nyari buat kue-kue, dekorasi dan lainnya," ucap Devan. Audrey memutar bola matanya bosan. Devan itu kan sudah bekerja dengan jabatan yang bagus. Kenapa harus repot-repot mencari? Dia bisa menyuruh asistennya.
"Masih bulan depan Dev! Besok aku sibuk!" ucap Audrey. Devan hanya diam.
Sampai di depan rumahnya Audrey akan keluar tapi Devan menahannya.
"Drey! Aku ada salah ke kamu?"
"Pertanyaan kamu itu terus!" balas Audrey.
"Aku hanya mau tau, kamu seolah menghindar terus,"
"Perasaan kamu aja kali!" ucap Audrey.
"Hmmmh... Kenapa? nggak susah kan buat jelasin?" tanya Devan.
"Aku hanya menjaga diri Dev! Kamu tahu kan apa yang dulu pernah terjadi?" tanya Audrey.
"Itu masa lalu. Sekarang ini aku tak lagi ada hubungan apapun dengan Naira. Jadi tidak ada alasan apapun untuk menghindariku," ucap Devan.
"Kamu pura-pura lupa ingatan? Lihat apa yang dia buat ke aku waktu di rumah sakit?" tanya Audrey. Devan hanya diam.
"Nanti aku akan bicara pada Naira,"
"Nggak usah! Please Van. Aku tidak mau terlibat apapun lagi dengan Naira,"
"Termasuk aku?" tanya Devan. Audrey hanya diam. Ia lalu membuka pintu mobil dan keluar setelah mengucapkan terimakasih.
Audrey tidak menunggu Devan pergi, ia segera melangkah ke teras rumahnya dan baru saja akan menekan handle pintu terdengar sebuah suara.
"Jam segini baru pulang?" tanyanya. Egi duduk di bangku terasnya sambil menyilangkan tangan.
"Iya, lagi ngapain kamu?" tanya Audrey mengurungkan niatnya untuk masuk.
"Nunggu kamu pulang, memastikan kamu sampe rumah tanpa calar," ucapnya.
"Apaan sih!" ucap Audrey.
"Serius calon istri! Aku tu nggak tenang kamu pulang larut," ucap Egi.
"Yaaaa... Ya ya... Aku udah pulang. Mending masuk, jam tidur ini," ucap Audrey. Tapi bukannya masuk, Egi malah melompati pagar dan berjalan menuju Audrey sambil tangannya berada di dalam saku celana.
"Sebentar!" dia memutar tubuh Audrey sambil memeriksa.
"Ngapain sih? Nggak perlu kayak gini!" Audrey mendorong tubuh Egi. Egi bukannya pulang tapi malah duduk di kursi teras.
"Apa lagi?" tanya Audrey.
"Gimana disana tadi? Jadi reuninya?" tanya Egi. Audrey menghempaskan tubuhnya di kursi samping Egi. Mereka hanya dibatasi meja kecil.
"Hmmm jadi sepertinya,"
"Kenapa? Kok nggak semangat gitu?" tanya Egi. Lalu mengalirlah cerita tentang acara reuni, panitia dan mungkin juga beberapa undangan untuk kelas lain.
"kamu takut?" tanya Egi.
"Sedikit!" Audrey mengakui.
"Nggak usah takut. Coba sesekali kamu hadapi. Jangan biarkan diri kamu terjebak terus. Aku percaya kalau kamu bisa menghadapi ini, tidak akan ada lagi yang berani mengganggu kamu," ucap Egi.
"Bisa nggak ya?" tanya Audrey lebih kepada dirinya sendiri.
"Bisa! Peecayalah! Ingat, Audrey yang dulu bukanlah Audrey yang sekarang! Audrey sekarang jauh lebih cantik, lebih pintar, lebih dewasa dan lebih berani," ucap Egi sambil tersenyum. Audrey tersenyum lemah.
"Lalu gimana dengan mantanmu? Dia masih mengganggu?" tanya Egi.
"Nggak ada," ucap Audrey. Ia tidak menceritakan peringatan dari Nathan, buat apa?
"Yakin?" tanya Egi, Audrey mengangguk cepat.
"Yakin!"
"Kalau perasaan kamu ke dia gimana?" tanya Egi, Audrey terdiam menatap Egi sambil berpikir. Bagaimana perasaannya? Entahlah Audrey juga bingung bagaimana menggambarkannya. Ada rasa rindu, kesal, marah dan sayang.
"Masih ada rasa?" tanya Egi lagi. Audrey menunduk. Entah bagaimana menjelaskannya. Jadi Audrey hanya diam. Egi bersandar santai di kursi, ia menatap ke langit dengan bermacam pertanyaan. Mengapa sulit sekali menggali hati Audrey?
"Drey... Kalau masih ada rasa nggak apa-apa sih, jujur aja. Aku..." Egi menoleh ke sampingnya dan kaget di sana tidak ada lagi Audrey. Tapi seseorang yang tersenyum smirk sambil memainkan alisnya.
"Apes!"
"Apa?!?"
"Kaburrrrrr....!" Egi berlari dan melompati pagar rumah yang membatasi rumahnya dan Audrey diiringi tawa seseorang di belakangnya.