Andreas Wilton sudah terlahir dingin karena kejamnya kehidupan yang membuatnya tidak mengerti soal kasih sayang.
Ketika Andreas mendengar berita jika adik tirinya akan menikah, Andreas diam-diam menculik mempelai wanita dan membawa perempuan tersebut ke dalam mansion -nya.
Andreas berniat menyiksa wanita yang paling disayang oleh anak dari istri kedua ayahnya itu, Andreas ingin melihat penderitaan yang akan dirasakan oleh orang-orang yang sudah merenggut kebahagiaannya dan mendiang sang ibu.
Namun, wanita yang dia culik justru memberikan kehangatan dan cinta yang selama ini tidak pernah dia rasakan.
“Kenapa kau peduli padaku? Kenapa kau menangis saat aku sakit? Padahal aku sudah membuat hidupmu seperti neraka yang mengerikan”
Akankah Andreas melanjutkan niat buruknya dan melepas wanita tersebut suatu saat nanti?
Follow instagramm : @iraurah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iraurah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Asal-Usul Mistiza
Usai sarapan yang mencekam itu, Andreas melangkah pelan menuju ruang kerjanya. Sepatu kulit hitam yang dikenakannya beradu pelan dengan lantai marmer, menciptakan gema tenang yang justru menambah kesan mengintimidasi. Tubuhnya tegap, langkahnya mantap, namun dalam pikirannya, kejadian pagi ini masih terpatri jelas. Tatapan Mistiza, ketakutan yang tertahan, dan air mata yang jatuh di penghujung pertemuan mereka, semuanya seperti ukiran yang tak mudah terhapus.
Ketika Andreas membuka pintu ruang kerjanya, aroma khas kayu tua dan tembakau halus menyambutnya. Ruangan itu luas, didominasi warna gelap dan furniture klasik. Sebuah rak besar berisi buku-buku hukum, bisnis, dan sejarah menempel sempurna di salah satu dinding. Di tengah ruangan, sebuah meja kayu besar berdiri kokoh, dikelilingi kursi kulit berwarna hitam pekat.
Jack sudah berdiri di sisi meja, tegak dan diam seperti seorang prajurit yang menunggu instruksi. Pria itu mengenakan setelan hitam sederhana, rambut gondrongnya diikat ke belakang dengan rapi. Wajahnya dingin dan serius, namun sorot matanya tajam, menandakan bahwa ia bukan sekadar bawahan biasa.
Begitu Andreas masuk, Jack berdiri seraya menunduk singkat. “Selamat pagi, Tuan Andreas,” sapanya dengan suara berat dan datar.
Andreas tidak langsung menjawab. Ia berjalan menuju kursi kerjanya, lalu duduk dengan gerakan perlahan namun penuh kendali. Satu tangan bersandar pada sandaran kursi, sementara tangan lainnya membuka satu kancing tambahan di kerah kemejanya. Ia mengangkat dagunya sedikit, menatap lurus ke arah Jack.
“Sudah kau temukan?” tanyanya singkat namun tegas.
Jack mengangguk. Ia merogoh ke dalam tas kulit yang dibawanya, mengeluarkan sebuah map coklat lusuh yang tampaknya sudah berusia lama. Ia meletakkannya di atas meja dengan penuh kehati-hatian, seolah isi di dalamnya lebih berharga dari apapun.
“Semuanya ada di dalam sini, Tuan,” ujarnya sambil mendorong map itu ke hadapan Andreas.
Andreas membuka map tersebut. Di dalamnya terdapat beberapa lembar kertas, foto-foto, serta salinan dokumen. Ia mulai membaca, tatapannya tak berkedip, seperti predator yang menelusuri jejak mangsanya.
Jack, yang masih berdiri, mulai menjelaskan secara lisan, mengiringi setiap informasi yang dibaca Andreas.
“Nama lengkapnya Mistiza Kaluna. Lahir dua puluh empat tahun yang lalu di Italia. Ia adalah anak tunggal dari pasangan Dery Kaluna dan Livia Marentika—keduanya merupakan pengusaha kecil yang cukup berhasil di bidang tekstil lokal.”
Andreas mengangguk pelan tanpa mengalihkan pandangan dari dokumen.
“Pada usia dua belas tahun, Nona Mistiza mengalami tragedi besar. Kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan mobil saat perjalanan bisnis ke luar kota. Kecelakaan itu cukup tragis. Mobil mereka tergelincir ke jurang, dan jasad keduanya baru ditemukan dua hari kemudian,” lanjut Jack, nadanya tetap datar.
“Setelah itu,” ia mengambil jeda sejenak, “Seharusnya Nona Mistiza diasuh oleh salah satu saudara dari pihak ibunya. Tapi ternyata, yang terjadi adalah sebaliknya. Alih-alih mengurus, mereka malah memperebutkan warisan orang tuanya—rumah, tabungan, bahkan saham kecil yang ditinggalkan.”
Andreas mengangkat alis sedikit, namun wajahnya tetap tak menunjukkan emosi.
“Rumah keluarga Kaluna dijual secara paksa. Dan Nona Mistiza akhirnya dikirim ke panti asuhan oleh keputusan sepihak dari salah satu pamannya, dengan alasan tidak mampu menanggung biaya hidupnya. Sejak itu, ia hidup dalam sistem asuh negara.”
Jack mengambil selembar kertas lainnya dari tumpukan, menyerahkannya kepada Andreas. “Ini data dari panti asuhan tempat dia tinggal. Terverifikasi.”
Andreas menerima kertas itu, membacanya dengan cepat namun teliti.
“Di panti, Mistiza dikenal sebagai anak pendiam, tetapi memiliki nilai akademis yang sangat baik. Ia melanjutkan sekolah menengah di SMA yang dikelolah pemerintah dengan sistem subsidi, lalu mengambil pendidikan guru di sebuah akademi keguruan daerah, juga dengan bantuan beasiswa.”
Andreas menyandarkan tubuhnya ke kursi, menautkan jari-jarinya di depan wajahnya. “Lantas bagaimana awal pertemuannya dengan Ryan?”
Jack kembali mengangguk, “Tuan Ryan adalah donatur tetap dari yayasan yang menaungi kebutuhan finansial sekolah Taman Kanak-kana tempat Nona Mistiza mengajar. Mereka pertama kali bertemu dalam sebuah acara tahunan yang diadakan oleh sekolah. Nona Mistiza dipercaya membacakan laporan tahunan kegiatan siswa—presentasinya mengesankan, dan sepertinya Tuan Ryan tertarik sejak saat itu.”
“Hubungan mereka setelah itu?” tanya Andreas memotong.
“Mereka menjalin hubungan selama hampir tiga tahun terakhir. Namun sempat mengalami pasang surut karena penolakan dari Nyonya Olive. Ia tidak menyukai latar belakang Nona Mistiza yang berasal dari panti asuhan. Namun tampaknya, Tuan Ryan cukup gigih mempertahankan hubungannya.”
Andreas menutup map coklat itu dengan perlahan. Jemarinya mengetuk permukaan meja beberapa kali, menandakan bahwa pikirannya tengah bekerja keras menganalisis informasi yang baru saja diterimanya.
“Satu lagi,” ujar Jack, seolah belum selesai. “Sebelum bertemu dengan Tuan Ryan, Nona Mistiza sempat dijodohkan dengan seorang lelaki tua yang menjadi donatur panti asuhan, namun perjodohan itu batal setelah Tuan Ryan bertemu dengan Nona, beliau membayar sejumlah uang yang banyak kepada pria tua itu supaya memutuskan perjodohannya dengan Nona Mistiza”
Andreas menatap kosong ke arah jendela besar di sisi ruangan. Cahaya matahari masuk menerobos kaca, memantulkan bayangan samar dirinya di permukaan kayu meja. Sekilas, bayangan itu tampak lebih kelam daripada sosok aslinya.
“Jadi dia anak yatim piatu... tidak memiliki siapa pun? Dikhianati oleh keluarganya sendiri, tumbuh dalam kumpulan orang-orang yang senasib, dan kini... dia gagal menikah karena penculikan yang aku lakukan” ujar Andreas tertawa renyah membayangkan keterpurukan sempurna yang Mistiza alami.
Dalam kata-kata itu, tidak ada sedikit pun belas kasih. Nada suaranya datar, seperti menyimpulkan cerita dongeng yang tak perlu dikasihani sampai ke dunia nyata
Jack diam. Ia mengenal Andreas cukup lama untuk memahami bahwa di balik ketenangan itu, tengah bergolak pikiran yang kompleks. Andreas tidak pernah tertarik pada kehidupan pribadi seseorang kecuali ia memiliki tujuan tertentu.
Setelah beberapa saat, Andreas berdiri. Ia berjalan menuju jendela, memandangi taman kecil di luar sana yang tampak tenang dan tak bersalah.
“Aku ingin tahu lebih banyak,” ujarnya tanpa menoleh. “Temui pengurus panti asuhan, gali lebih dalam tentang kehidupannya di sana. Siapa yang dekat dengannya, siapa yang membencinya, dan apa yang selalu dia lakukan”
Jack mengangguk tanpa bertanya.
Andreas melanjutkan, “Dan jangan katakan kalau aku yang menyuruhmu mengumpulkan informasi, bilang saja kau dari suruhan polisi yang menangani kasus hilangnya Mistiza. Aku tak mau pengurus panti itu tau dan membeberkannya kepada Ryan, dia belum boleh bertemu dengan wanitanya”
Senyum samar menghiasi wajah Andreas, namun bukan senyum hangat. Itu adalah senyum yang penuh rencana, penuh hitungan, dan sangat... berbahaya.
“Baik, Tuan Andreas,” jawab Jack, lalu membungkuk singkat sebelum melangkah keluar, meninggalkan bosnya sendiri dalam ruangan yang kembali sunyi.
Andreas menatap keluar jendela, matanya kosong namun berkilat. Ia mengingat kembali wajah Mistiza pagi tadi, ketakutan dan perlawanan yang bersatu dalam satu pandangan yang tidak biasa.
Dia semakin penasaran pada gadis sederhana yang dalam hidupnya hanya ada kesulitan dan kejamnya dunia.
come cari tau masa sekelas anda yg power full ga bisa kan ga lucu