Zona Khusus Dewasa
Adriel (28), sosok CEO yang dikenal dingin dan kejam. Dia tidak bisa melupakan mendiang istrinya bernama Drasha yang meninggal 10 tahun silam.
Ruby Rose (25), seorang wanita cantik yang bekerja sebagai jurnalis di media swasta ternama untuk menutupi identitas aslinya sebagai assassin.
Keduanya tidak sengaja bertemu saat Adriel ingin merayakan ulang tahun Drasha di sebuah sky lounge hotel.
Adriel terkejut melihat sosok Ruby Rose sangat mirip dengan Drasha. Wajah, aura bahkan iris honey amber khas mendiang istrinya ada pada wanita itu.
Ruby Rose tak kalah terkejut karena dia pertama kali merasakan debaran asing di dadanya saat berada di dekat Adriel.
Bagaimana kelanjutannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yita Alian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 ACICD - Penculikan Narell
Mobil yang membawa Narell meluncur masuk ke area pom bensin otomatis. Hanya ada suara mesin dispenser bensin yang berdengung pelan dan deru angin sore yang melewati atap seng.
Narell sudah sadar sejak satu jam yang lalu. Dia tahu kalau dia sedang diculik. Jelas bocah ini ketakutan, dia sempat menangis keras dan meronta, tapi si Roger dan kawan-kawan penculik lainnya mengancam akan meninggalkan Narell sendirian di tengah jalan kalau Narell tidak diam. Makanya sekarang bocah itu duduk diam di jok belakang. Dari film spy yang biasa dia tonton, Narell tiba-tiba teringat kalau dalam situasi seperti ini harus tenang. "Ayel enggak boyeh kayak tadi, Ayel kalau nangis lagi, nanti Ayel benelan ditinggal sendilian."
"Uncle… Tuntie… Ayel mau piypiysss…" kata Narell menyilangkan kaki.
Roger dan Wenna saling melirik. Bocah ini ada-ada saja. Sembari si botak mengisi bensin di luar, sebuah mobil lain tampak berhenti di belakang mobil mereka. Kenapa pula tiba-tiba ada mobil lain di tempat sesepi ini?
Bisa gawat kalau orang yang mengemudikan mobil di belakang itu melihat bocah memakai seragam sekolah ada di tempat seperti ini.
Narell yang sadar kalau ada mobil lain segera melanjutkan actingnya yang kebelet pipis. "Ayelll mau piypiysss…"
Roger menatap Wenna, "ke mini market sana, beli botol air!"
"Oke," Wenna turun sambil menyampirkan tas selempangnya dan langsung menuju mini market kecil yang berdampingan dengan pom.
"Tunggu di sini!" kata Roger dengan muka seramnya.
"Tapiyy Ayell mau piipiiys, uncle…" Narell berdiri dan mulai melompat-lompat.
"Diam! Kamu pipis di botol aja nanti!"
Sementara itu, dari dalam mobil yang ada di belakang MPV itu, seorang wanita cantik mengernyitkan keningnya heran. Yap, itu Ruby. Dia sudah menyelesaikan liputannya dan ingin mengisi bensin untuk perjalanan pulang.
Dia memperhatikan MPV di depan sana bergoyang tidak natural. Lalu, tatapan Ruby mengeras begitu melihat sebilah tangan mungil keluar dari celah jendela, jari-jarinya mencakar udara, seolah meminta pertolongan.
Ruby mengetuk-ngetuk sisi kemudi dengan dua jari telunjuknya. Dalam sepersekian detik, tangan kecil itu tiba-tiba ditarik paksa masuk dengan gerakan kasar.
Rasa curiga Ruby berubah menjadi alarm bahaya. Matanya menyorot tajam, memantau sekitar. Ada dua orang dewasa dan satu anak kecil dalam MPV, satu lagi sedang mengisi bensin, dia juga melihat dari arah mini market terlihat seorang wanita masuk dalam mobil.
"Empat orang," gumam Ruby. Dia kemudian menjulurkan tangannya ke belakang untuk mengambil tasnya yang lain.
Setelah itu, dia meraih sesuatu dari dalam tas, lalu membuka sebuah kotak berisi benda kecil tipis berbentuk oval.
Di sisi lain, Roger memerintahkan Narell untuk diam. Dia melirik ke belakang dan mendapati seorang wanita cantik keluar dari mobil di belakang. Sementara, Wenna menyediakan botol air untuk Narell pipis.
"Waspada, ada yang mendekat," ujar Roger pada rekan-rekannya.
"Leon, atasi wanita itu!" titah Roger pada pria yang duduk di kursi pengemudi.
"Oke," pria bernama Leon keluar dan mendapati Ruby berjalan sempoyongan sambil memegang keningnya. Wanita itu kemudian berpegangan pada bagian belakang MPV.
"Ada apa, Nona?" tanya Leon, menghampiri.
"Oh... saya agak oleng, saya mau ke mini market beli air minum," ujar Ruby.
Leon melirik sebentar ke mobil, berharap di dalam sana tidak menimbulkan keributan yang membuat wanita ini curiga.
Tapi, tidak bisa dia sembunyikan, pasalnya pendengaran Ruby langsung menangkap suara anak kecil yang mulutnya ditutup. "Mereka benar-benar menculik seorang anak."
"Mini marketnya sebelah sana, Nona," kata Leon menunjukkan.
Ruby menegakkan punggung dan menoleh ke arah telunjuk Leon. "Oh iyaa, terima kasih." Dia tersenyum manis dengan raut wajah yang dibuat pucat.
Ruby lalu melangkah pelan masuk ke mini market, sementara itu, mobil MPV tadi buru-buru meninggalkan area.
Dari balik kaca mini market, Ruby menatap tajam mobil itu. Bukan berarti dia melepaskannya begitu saja. Ruby sudah menempelkan pelacak di mobil tadi.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sekitar 30 menit berikutnya, dalam sebuah mobil yang melaju kencang membelah jalanan, Adriel tampak berbicara dalam sambungan telepon dengan Kayrell. Sementara itu, Hougan memegang seat belt dengan erat di sebelah Adriel, pasalnya sang atasan mengemudi begitu liar. Tidak heran juga sih, karena Adriel memang pembalap juga aslinya.
"Jangan beritahu kakek soal ini, takutnya dia kaget," ujar Kayrell di seberang sana. Tekanan suaranya berusaha tegar.
"Iya, aku tahu, aku udah minta Pak Alan buat ngalihin kakek, dia juga taunya Narell ngabisin waktu bareng aku kok."
Di seberang sana terdengar Raisa terisak memikirkan bagaimana keadaan putranya sekarang.
"Kamu bawa uang tebusannya?" tanya Kayrell.
"Hm…" Sorot mata Adriel tajam dan fokus pada jalanan. "Tim keamanan keluarga kita juga udah nyusul bareng pihak kepolisian."
"Jangan sampai para penculik itu tahu kalau kamu bawa polisi dan tim keamanan keluarga kita, aku khawatir dia nyakitin Narell."
"Tenang aja, aku tahu apa yang aku lakuin, Kay."
"Adriel, aku mohon bawa Narell kembali," ujar Raisa terisak-isak di seberang sana.
"Jangan khawatir, aku bakalan bawa Narell pulang." Adriel semakin menekan pedal gas sehingga mobil yang ia kendarai semakin cepat lajunya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di sisi lain, Ruby memarkirkan mobilnya di balik semak dan pepohonan tinggi, sekitar dua ratus meter dari titik terakhir alat pelacaknya muncul.
Begitu mesin mobilnya mati, keheningan pekat menyelimuti. Hanya terdengar suara dedaunan yang digerakkan angin.
Wanita cantik itu kemudian turun perlahan, menutup pintu tanpa suara. Dengan napas teratur, Ruby mulai berjalan kaki menyusuri jalur penuh pohon pinus dan ilalang tinggi, tanahnya lembap, ranting patah berderak pelan di bawah bootsnya. Sesekali, Ruby merapikan tapi tas selempang di bahunya.
Sekitar sepulu menit, Ruby mendapatkan sebuah bangunan terbengkalai, kusam dan setengah runtuh. Tidak cuma itu, dindingnya dipenuhi lumut, jendelanya pecah dan atapnya menjorok seolah bisa ambruk kapan saja.
Ruby kemudian memperhatikan seorang pria yang duduk di kursi plastik depan pintu, sedang merokok. Itu Leon, yang mengajak Ruby bicara tadi. Ia tampak bosan, tidak menyadari ada seseorang yang pelan-pelan mendekat dari sisi gelap pepohonan.
Ruby menunggu momen ketika Leon memalingkan wajah untuk membuang abu rokok. Saat itu tiba, Ruby melangkah cepat dengan senyap, menyelinap ke sisi bangunan, memanfaatkan bayangan tebal dinding retak.
Dia masuk melalui celah pintu belakang yang hampir terlepas dari engselnya. Bau lembap dan debu tua langsung menyeruak ke penciuman Ruby. Di lorong gelap tersebut, Ruby mengendap-endap, mengikuti suara samar.
Ada percakapan dari lantai dua antara satu pria dan satu wanita. Ada yang terdengar jengkel, satunya lagi sedang memastikan uang tebusan.
Dia menyelinap ke tangga dan menapak satu demi satu anak tangga dengan pelan. Sesampainya di lantai dua, Ruby merapatkan punggung ke dinding.
"Yang satunya pasti bareng anak yang diculik," batin Ruby. Dia lanjut melangkah senyap memeriksa setiap ruangan.
Dan, begitu tiba di sebuah ruangan yang terletak di ujung, dia memiringkan kepala sedikit.
Dan, netranya menangkap seorang pria botak memberikan makanan pada seorang anak yang tangannya diikat.
Begitu si botak berdiri, wajah anak kecil itu akhirnya terlihat jelas. Ruby tesentak kecil. "Itu kan... Narell, anaknya Pak Adriel…"