Langit tak pernah ingkar janji
Dihina karena miskin, diremehkan karena tak berdaya. Elea hidup di antara tatapan sinis dan kata-kata kejam. Tapi di balik kesederhanaannya, ia menyimpan mimpi besar dan hati yang tak mudah patah.
Suatu hari, ia mendapatkan sebuah tawaran untuk melanjutkan sekolah di kota.
Apakah elea akan menerima tawaran tersebut? Apakah mimpi elea akan terwujud di kemudian hari?
Penuh teka teki di dalamnya, jangan lewatkan cerita ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kegabutanku, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22
"Buat apa nak? Kan bahan makanan ada sayuran melimpah di kebun."
"Mau nostalgia aja bu." Jawab Elea singkat.
Keesokan harinya, benar saja Elea mengajak ibunya untuk pergi ke pasar.
"Loh El, kenapa kok ke toko emas?"
"Ibu pilih aja mana yang ibu suka?"
"Tapi nak, ini mahal banget nanti tabungan kamu bisa habis."
"Ibu, tidak ada tabungan El habis hanya untuk membelikan hadiah kecil ini untuk ibu. Ayo bu pilih, atau biar El aja yang memilih?"
"Terserah kamu aja El, ibu tidak tau mana yang bagus."
"Yaudah biar El saja yang pilih." Elea pun memilih kalung cantik yang ada di sana.
"Ibu suka?"
"Iya, terima kasih ya nak."
"Iya bu, sama- sama." Ucap Elea.
Dari raut wajah sang ibu, ia bisa melihat kebanggaan juga kebahagiaan dari ibunya.
Tak lupa, ia juga membeli beras dan juga kebutuhan lainnya.
Setelah selesai, ia kembali pulang ke rumah dengan perasaan bahagia.
"Alhamdulillah ya Allah, aku bisa membuat ibuku senyum bahagia hari ini. Tolong sehatkan dan juga beri panjang umur ibuku." monolog Elea dalam hatinya.
"Ibu mau apa lagi? Atau ada yang habis?"
"Sudah nak, semuanya juga sudah cukup kok. Terima kasih ya El, semoga apa yang kamu upayakan berkah dan kamu diberikan kelancaran rezeki dan kesehatan." Ucap bu siti yang matanya sudah mulai mengembun.
"Iya ibu, terima kasih ya." Ucap Elea sambil memeluk ibunya. Ia pun menggandengnya untuk pulang ke rumahnya.
"Ehhh... Anak orang miskin pulang kampung rupanya." Ucap bu Yeni.
"Astaghfirullah... Aku pikir ibu sudah berubah ternyata masih saja suka merendahkan orang. Ati- ati loh bu, nanti bisa kembali ke ibu." Sahut Elea.
"Nggak akan, kamu mentang- mentang bisa kuliah di kota belagu banget ya sekarang."
"Maaf ya bu Yeni, bukan saya yang belagu tapi saya berani membela keluarga saya yang sejak dulu selalu kalian tindas."
"Hahaha... Keluarga kamu memang pantas mendapatkan itu." Ucapnya sambil tertawa puas.
"Astaghfirullah bu, hati- hati dengan semua ucapan ibu. Kita nggak pernah tau nasib seseorang, kalau inu nggak bisa menghormati lebih baik ibu diam." Ucap Elea sedikit menekankan ucapannya.
"El... Sudah, nggak akan habis jika kamu tanggapi."
"Biarin saja bu, orang sombong seperti dia harus kita lawan kalau tidak dia akan semakin menindas orang."
"Heee siti, kamu itu juga nggak pantas pakai emas seperti itu. Nggak usah sok kaya deh siti, lihat tuh rumahmu sudah mau roboh."
"Bu Yeni... Cukup. Berhenti menyakiti ibuku, memangnya salahnya apa? Mengapa kamu sangat membencinya?"
"Kamu anak kecil, nggak usah deh sok jadi jagoan. Urus tuh ibumu yang tua renta itu."
"Jaga ucapanmu, tanpa kamu suruh aku sudah sangat bertanggung jawab pada keluargaku. Memangnya kamu? Hanya menunggu warisan orang tuamu yang entah kapan akan di berikan ke kamu." Mendengar perkataan Elea kuping Yeni terasa panas.
"Masih mending aku memiliki warisan, daripada kamu mau makan aja susah."
"Se susahnya kami, tapi kami tidak pernah mengemis sebuah harta yang tidak tentu diberikan ke siapa. Hati- hati loh bu, jika orangtuamu berubah pikiran kamu nggak akan memiliki apapun."
"Jangan sok tau."
"Permisi ya bu, udah sana bujuk orangtuamu biar segera dapat warisan." Ucap Elea sambil menyunggingkan satu bibirnya.
"Sudah El, nggak baik berkata seperti itu." Ucap bu Siti sambil menarik lengan Elea dan menariknya pulang.
"Biarin bu, orang seperti itu harus di beri pelajaran."
"Jangan membalas kejahatan orang dengan kejahatan pula El, jangan membuat dirimu menjadi rendah sama seperti mereka." Bu siti mencoba memberikan nasihat kepada anaknya.
"Iya bu, maafin El ya. Gemes soalnya..."
"Iya, jangan diulangi lagi ya tapi."
"Nggak janji bu." Jawab Elea sambil meringis menunjukkan giginya yang putih bersih dan rapi.
"Kamu berapa hari El dirumah?"
"Besok sudah kembali bu, soalnya El sekarang diangkat menjadi asisten dosen bu. Ya mungkin ini awal yang baik kedepannya."
"Alhamdulillah... Semoga kamu lancar ya nanti kerjanya. Terus kerjaan kamu di cafe?"
"Nanti aku pikirkan lagi deh bu, sayang juga kalau mau keluar. Soalnya aku juga nyaman disana kalau bisa bagi waktu sih aku akan ambil dua- duanya."
"Kamu jangan kecapek an ya El, disini ibu juga masih punya penghasilan juga meskipun hanya cukup untuk kebutuhan sehari- hari."
"Iya bu, El akan selalu ingat nasehat ibu kok."
Kringg...kringg...kringg..
"Ini suara apa El? Kok seperti asing bagi ibu?"
"Ini ponsel El berbunyi bu, ada panggilan masuk. Sebentar ya bu el angkat dulu." Bu Siti pun mengangguk saja.
Elea pun berbicara dengan temannya menggunakan benda pipih yang ada di dalam genggamannya.
"Haloo..."
"Hai El, gimana kabar kamu?"
"Baik kak, aneh banget nanyain kabar kan aku disini juga baru sehari."
"Ya bagimu, bagiku kamu lama banget tau disananya. Biasanya kita kan bertemu setiap hari dan ini enggak. Jadi, aku belum terbiasa..." Suara Candra terlihat begitu manja dari seberang sana.
"Bisa aja kamu kak, besok aku juga udah kembali kok."
"Mau aku jemput?"
"Enggak aja deh, aku bisa kok naik ojek online sampai di kost."
"Oke, menolak berarti mengiyakan. Kabari ya, sampai nya jam berapa."
"Ih dasar, posesif.."
"Tandanya sayang, aku nggak mau kamu kenapa- napa."
Blusshhh....
Pipi Elea merah mendengar penuturan dari Candra meskipun hanya melalui telepon.
"Ehh... udah dulu ya kak, aku mau bantu ibu dulu."
"Iya, salam ya buat ibu kamu. Bilang dari calon mantunya yang tampan dan pemberani." Ucap Candra.
"Apaan sih kak." Elea mencoba menahan tawanya.
"Aku akan ngambek sama kamu, kalau sampai nggak disampaikan."
"Iya nanti aku sampaikan ya."
"Yeee... Nah gitu dong. Yaudah sana kamu bantuin, nanti telpon lagi ya. Aku pasti sangat merindukanmu."
"Siapa El? kelihatannya membuatmu senang." Tanya bu Siti.
"Ini bu, anu, teman aku bu dia juga kakak kelas aku waktu aku SMA dulu."
"Ooohh... Yaudah. Ayo bantu ibu, ibu akan memasak beberapa menu untuk kamu bawa besok. Biar kamu nggak usah masak di kost mu."
"Iya bu."
Mereka berdua tengah asyik ngobrol di dapur saat mereka berdua sedang memasak berdua.
"Bu, apa ibu nggak mau ikut aku ke kota saja? Nanti biar aku nyewa rumah aja bu daripada ibu sendirian disini?"
"Tidak El, ibu disini saja. Ini juga rumah satu- satu nya peninggalan bapakmu dulu." Elea pun mengangguk mengerti.
Tok...tok..tok...
"Sebentar bu, biar aku buka pintu dulu." Elea segera membuka pintunya.
"Ehh pak Narto, ada apa pak?"
"Elea, kapan nak kamu pulang?"
"Kemarin pak."
"Ibumu ada?"
"Ada di belakang, ada apa ya pak?"
"Ini saya mau, eee... Gimana ya cara bicaranya." Elea menatap tajam ke arah pak Narto karena ia merasa ada yang aneh dengannya.
.
.
Coba tebak, kira- kira pak narto mau ngomong apa ya.
Ohh ya, jangan lupa like, subscribe vote juga ya gais. kritik dan saran juga boleh banget demi kelangsungan novel ini kedepannya lebih baik.
Terima kasih...🥰🥰🥰🤩