Full Remake, New Edition 🔥🔥
Ini adalah perjalanan Iramura Tenzo, seorang pejuang yang dipanggil ke dunia baru sebagai seorang pahlawan untuk mengalahkan raja iblis.
Namun, dia gugur dalam suatu insiden yang memilukan dan dinyatakan sebagai pahlawan yang gugur sebelum selesai melaksanakan tugasnya.
Akan tetapi dia tidak sepenuhnya gugur.
Bertahun-tahun kemudian, ia kembali muncul, menginjak kembali daratan dengan membawa banyak misteri melebihi pedang dan sihir.
Ia memulai lagi perjalanan baru dengan sebuah identitas baru mengarungi daratan sekali lagi.
Akankah kali ini dia masih memegang sumpahnya sebagai seorang pahlawan atau mempunyai tujuan lain?
Ini adalah kisah tentang jatuhnya seorang pahlawan, bangkitnya seorang legenda, dan perang yang akan mengguncang dunia.
Cerita epik akan ditulis kembali dan dituangkan ke dalam kisah ini. Saksikan Petualangan dari Iramura Tenzo menuju ke jalur puncak dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyu Kusuma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 Konflik Kecil
Tenzo masih berdiri di depan loket antrian, menunggu kabar dari Eliana. Di kejauhan, dia melihat Ramez yang kini sedang bercakap dengan sekelompok petualang lain.
Dari ciri fisiknya, mereka semua adalah ras Half Beast, sama seperti Ramez. Telinga dan ekor mereka menunjukkan ciri khas berbagai spesies—ada yang menyerupai serigala, harimau, bahkan rubah.
[Mungkin mereka teman lamanya?] pikir Tenzo.
Namun, sebelum dia bisa memperhatikan lebih jauh, Eliana akhirnya kembali.
"Maaf telah membuat Anda menunggu, Tuan Tenzo," kata Eliana dengan sopan. "Ketua Serikat ingin bertemu dengan Anda di ruangannya sekarang."
[Sepertinya proses ini mulai memasuki tahap serius...] pikir Tenzo.
"Oh, baiklah," balasnya singkat.
Namun, dia menyadari bahwa Eliana tampak sedikit gelisah. Matanya beberapa kali melirik ke sekitar ruangan, seolah mencari sesuatu.
"Nona Eliana, apakah Anda sedang mencari seseorang?" tanya Tenzo, penasaran.
Eliana tersentak dari lamunannya dan kembali menatap Tenzo. "Oh, itu... Dimana Ramez? Apakah dia sudah pergi duluan?"
Tenzo mengikuti arah pandangan Eliana, lalu menunjuk ke salah satu kerumunan.
"Dia ada di sana. Sepertinya sedang berbincang dengan teman-temannya."
Begitu melihat ke arah yang ditunjuk, ekspresi Eliana berubah. Ada kekhawatiran di matanya, lalu bibirnya mengerucut dengan nada tidak senang.
Dengan suara pelan, dia bergumam, "Mereka lagi...? Kenapa mereka tidak pernah bosan mengganggu Ramez? Setelah semua yang terjadi, dia seharusnya menjauh dari mereka..."
Nada suaranya terdengar penuh ketidaksukaan, hampir seperti kejengkelan yang sudah lama dipendam.
Tenzo yang mendengar itu langsung menangkap bahwa orang-orang yang mengelilingi Ramez bukanlah teman baiknya.
"Anu... Kenapa Anda tampak kesal dengan mereka?" tanya Tenzo. "Apakah mereka musuhnya?"
Eliana menoleh ke arahnya dengan ekspresi sedikit terkejut. "Oh? Anda tidak tahu soal mereka, Tuan Tenzo?"
Tenzo hanya menggeleng. "Aku baru bersama Ramez setengah hari. Aku tidak tahu apa-apa selain fakta bahwa dia seorang petualang."
Eliana menarik napas sejenak, lalu mulai menjelaskan, "Mereka itu adalah Party Diomas."
Tenzo menoleh kembali ke kelompok itu. Sekarang dia memperhatikan lebih jelas. Di antara mereka, ada satu sosok mencolok—seorang pria dengan tubuh tegap, rambut abu-abu berantakan, dan mata tajam seperti serigala.
"Anda lihat lelaki Half Beast dengan ciri serigala itu?" lanjut Eliana. "Dia adalah Diomas, pemimpin party tersebut. Dulu, Ramez dan mereka berada dalam satu kelompok. Tapi sesuatu terjadi, dan sejak saat itu, mereka berpisah. Sekarang, hanya Ramez yang berpetualang sendirian."
Tenzo diam sejenak, menyerap informasi itu.
[Jadi begitu... Ini terdengar seperti sesuatu yang pernah kualami.] pikirnya. Kenangan lama mulai menyeruak di kepalanya, tetapi dia segera mengabaikannya.
Dia kembali menatap ke arah Ramez dan Party Diomas. Sekarang dia bisa melihatnya lebih jelas.
Ramez berdiri di tengah lingkaran mereka. Matanya sedikit menunduk, bibirnya terkatup rapat, tetapi ada ketegangan di wajahnya. Sementara itu, anggota Party Diomas tertawa—bukan tawa hangat, melainkan suara yang penuh ejekan.
Mereka tidak hanya berbicara dengannya, mereka sedang menghinanya.
Tenzo tidak perlu mendengar kata-katanya untuk mengerti situasinya.
Tanpa ragu, dia mulai melangkah maju.
Saat dia tiba di tengah kerumunan, suara tawa itu masih terdengar. Tetapi seketika suasana berubah ketika dia meraih bahu Ramez dan menepuknya dengan ringan.
"Oi, Ramez," panggilnya santai. "Ayo kita pergi ke ruangan Ketua Serikat. Aku tidak bisa pergi sendiri."
Ramez, yang tampaknya tenggelam dalam pikirannya, langsung tersadar.
"Hah?" Dia menoleh cepat ke arah Tenzo.
Diomas dan teman-temannya juga berhenti tertawa, kini menatap Tenzo dengan ekspresi penuh minat.
Tenzo tetap memasang wajah santai, tetapi dari matanya, dia memberi isyarat "Ikut aku saja."
Ramez awalnya ragu. Dia melirik ke Diomas, seakan masih ada sesuatu yang membuatnya enggan pergi.
Tetapi kemudian, dia menarik napas dalam-dalam, mengangkat kepalanya sedikit lebih tegak, dan akhirnya berkata, "Iya, baiklah."
Dia lalu melangkah pergi bersama Tenzo, meninggalkan Party Diomas yang masih menatap mereka dengan penuh ketertarikan.
Begitu Ramez hendak melangkah pergi bersama Tenzo, suara tajam memotong suasana.
"Oi, oi, siapa kau?"
Tenzo berhenti sejenak dan menoleh.
Diomas, sang pemimpin Party, melangkah maju. Mata tajamnya menatap Tenzo dengan intens.
"Kau mau membawanya pergi? Kami belum selesai dengannya."
Saat berbicara, Diomas mengulurkan tangan dan mencengkeram bahu Ramez yang berlawanan, berusaha menahannya.
Namun, secepat itu juga—Tenzo menghempaskan tangan Diomas. Gerakannya cepat dan tegas, seolah menepis gangguan kecil yang tidak berarti. Dengan wajah datar, dia berkata, "Maaf, tapi aku masih memiliki keperluan dengannya."
Diomas terperangah sesaat, lalu ekspresinya berubah muram.
"Hah?! Memangnya kau itu siapa, berani-beraninya mengambil dia dari kami?!"
Dia melangkah maju, mencoba menekan dengan kehadirannya. "Apakah kau tidak tahu siapa aku? Aku Diomas, petualang peringkat A. Seharusnya kau sadar harus berbuat apa, kan?"
Sejenak, suasana sekitar menjadi lebih hening. Beberapa petualang lain yang sebelumnya sibuk dengan urusan mereka mulai menoleh, tertarik dengan konfrontasi ini.
Peringkat A—tingkat yang cukup tinggi bagi seorang petualang. Di sebagian besar tempat, orang-orang akan berpikir dua kali sebelum menghadapi seseorang sekuat itu.
Tapi Tenzo?
Dia bahkan tidak sedikit pun terpengaruh.
Dengan suara datar, dia menjawab, "Aku temannya. Dan aku tidak peduli dengan kau maupun semua temanmu di sini."
Dia pun berbalik, membelakangi Diomas seakan kehadiran mereka tidak ada artinya.
Namun, bukan hanya Party Diomas yang terkejut.
Ramez pun tertegun.
"Teman...?" gumamnya pelan.
Matanya sedikit melebar, seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.
Sementara itu, Diomas menggertakkan giginya. Kemarahan mulai naik ke permukaan.
"Kau...!"
Aura hitam pekat mulai menyelimuti tubuhnya. Energi sihir yang kuat merembes keluar, memberi tekanan pada udara di sekitarnya.
Beberapa petualang yang melihat itu mulai berbisik.
"Sihir perkuatan...?"
"Dia serius! Bukankah itu berlebihan hanya untuk masalah kecil?"
Namun, Tenzo hanya berhenti melangkah.
Lalu, tanpa membalikkan badan, dia berkata dengan nada bosan.
"Ah, dasar berisik. Lebih baik kau tidur saja."
Seketika itu juga—
WUSHH!
Diomas merasakan sensasi aneh. Dunia di sekelilingnya berputar.
Bingung, dia berkedip beberapa kali. Lalu... sesuatu yang mengerikan terjadi.
Dia melihat tubuhnya... tanpa kepala.
"Eh...?"
Pikiran Diomas tidak bisa memproses apa yang terjadi. Panik mulai merayapi dirinya saat dia menyadari bahwa kepalanya telah terpisah dari tubuhnya.
Darah menyembur dari leher yang terbuka, membasahi lantai.
"T-tidak mungkin..."
Kesadarannya mulai memudar. Dunianya berubah menjadi gelap. Dan akhirnya—Diomas jatuh pingsan.
Seluruh anggota Party Diomas menegang. Wajah mereka dipenuhi kepanikan.
"D-Diomas?! Hei, bangun!"
Mereka segera berjongkok, mencoba membangunkannya. Namun, Diomas tetap terbaring tak sadarkan diri. Sama seperti sebelumnya, dia diserang oleh sesuatu yang tidak terlihat dan menghilangkan kesadarannya.
Di tengah kekacauan itu, Tenzo hanya melirik mereka dengan tatapan dingin.
Dengan nada santai, dia berucap, "Kesombonganmu membuatmu lengah. Dan kau berakhir dengan cara yang memalukan."
Dia lalu menatap anggota Party Diomas yang lain.
"Sampaikan pesan kepada ketua kalian nanti, jika dia sudah sadar..."
Langkahnya maju sedikit, menambah tekanan pada atmosfer.
"... Suruh dia introspeksi diri dan mengubah sikapnya. Kalian juga."
Tatapannya berubah sedikit tajam.
"Dan satu lagi..."
Tangan kanannya perlahan mengelus kepala Ramez.
"Jika aku mendapati kalian merundungnya lagi..."
Dia tersenyum kecil, tetapi tidak ada kehangatan di balik senyum itu.
"... Aku pastikan nasib kalian akan lebih buruk dari ini."
Anggota Party Diomas bergidik. Mereka tidak bisa berkata apa-apa.
Tenzo pun berbalik, berjalan santai meninggalkan tempat itu, sementara Ramez mengikutinya dalam diam.
***
Kembali ke Eliana
Begitu mereka tiba di meja resepsionis, Eliana sudah menunggu dengan ekspresi sedikit khawatir.
Melihat itu, Tenzo langsung berbicara lebih dulu. "Maaf, Nona Eliana. Aku sedikit membuat keributan di sini."
Eliana menghela napas.
"Yah, tidak apa-apa. Itu juga berawal dari mereka. Nanti biar teman-temanku yang mengurusnya."
Dia lalu memberi isyarat. "Sekarang, mari kita pergi ke tempat Ketua Serikat. Dia sudah menunggu kalian."
***
Setelah beberapa saat berjalan dalam keheningan, akhirnya Ramez berbicara.
"Tenzo, kenapa kau melakukan semua itu?"
Suaranya terdengar ragu, tetapi juga penuh rasa ingin tahu.
Tenzo, tanpa berpikir panjang, menjawab santai, "Hmm? Itu karena kau adalah tanggung jawabku saat ini."
Ramez menoleh ke arahnya. "Tanggung jawab?"
"Kan aku yang meminta dirimu ikut denganku," lanjut Tenzo. "Jadi, secara tidak langsung, masalahmu dengan mereka terjadi karena aku. Itu berarti aku yang harus menyelesaikannya."
Ramez diam sejenak, mencerna kata-kata itu.
Lalu, perlahan—sebuah senyum kecil muncul di wajahnya.
Untuk pertama kalinya, dia merasa ada seseorang yang benar-benar membelanya.
Dan itulah percakapan terakhir mereka sebelum akhirnya tiba di ruangan Ketua Serikat.