Jatuh cinta pada pandangan pertama, membuat Shakala Fathan Elgio Genova, berusaha untuk memperjuangkan cintanya pada Zakira. Gadis manis yang ia temui tanpa sengaja di perusahaannya. Zakira adalah salah satu karyawan di perusahaannya.
Namun, sayangnya saat ia mengutarakan niatnya untuknya melamar gadis itu. Terjadi kesalahpahaman, antara Fathan dan Mamanya. Nyonya Yulia, yang adalah Mamanya Fathan. Malah melamar Nabila, yang tidak lain sepupu dari Zakira. Nyonya Yulia, memang hanya mengenal sosok Nabila, putri Kanayah dan Jhonatan. Mereka adalah rekan bisnis dan keluarga mereka memang sangat dekat.
Nyonya Yulia juga mengenal dengan baik keluarga bakal calon besannya. Akan tetapi, ia tidak pernah tahu, kalau keluarga itu memiliki dua orang anak perempuan. Terjadi perdebatan sengit, antara Fathan dan sang Mama yang telah melakukan kesalahan.
Nabila yang sudah lama menyukai Fathan, menyambut dengan gembira. Sedangkan Zakira, hanya bisa merelakan semuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Icha mawik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 22.
Nabila duduk di tepian kolam berenang yang ada di dalam rumahnya. Nabil yang baru saja pulang dari kediaman Fachri dan Kirana, segera menghampiri saudaranya itu.
"Bil!" sapa Nabil.
"Ngagetin aja, lu!" rungut Nabila.
Nabil hanya terkekeh. Pemuda itu pun, duduk di samping saudarinya. Ia terlihat melihat sekeliling dan menoleh kanan-kiri.
"Lu, cari siapa?" tanya Nabila yang bingung, melihat Nabil clingak-clinguk.
"Oma, mana?" ucap Nabil.
"Oma lagi keluar," sahut Nabila cuek.
Nabil kembali menatap ke arah Nabila yang terlihat bingung.
"Lu kenapa, Nab?" tanya Nabil.
"Gak!" jawab Nabila cepat.
Nabil mengangguk pelan.
"Pasti, Fathan lagi!" tebak Nabil.
Nabila memicingkan matanya.
"Benarkan, tebakan gue?" tanya Nabil.
"Asal!" sahut Nabila.
Nabil kembali terkekeh. "Siapa lagi, yang bisa bikin lu galau kayak gini? Kalau bukan Fathan?"
"Sok tau," rungut Nabila.
"Kalau ada masalah itu, cerita ke gue, atau sama mama dan papa," cetus Nabil.
Nabil diam tanpa menanggapi.
"Kalau menurut lu, Fathan itu gimana?" tanya Nabila, buka suara.
"Cuek, sedikit angkuh dan rada songong," jawab Nabil.
Nabila melirik ke arah Nabil dengan tatapan sinis.
"Kenapa? Gue jawab jujur, emang gitu orangnya," lanjut Nabil lagi.
"Jangan ngomong hal jelek, tentang Fathan. Dia itu tunangan gue dan calon suami gue," kata Nabila memperingatkan saudaranya.
"Masih calon, kan? Belom jadi," timpal Nabil.
"Pasti jadi," sahut Nabila kesal.
"Sok yakin, lu!' seru Nabil.
"Tentu saja, kan aku sama Fathan, saling mencintai," jawab Nabila.
"Yakin lu, kalau Fathan juga mencintai lu? Apa jangan-jangan, hanya lu aja yang tergila-gila sama dia?" timpal Nabil lagi.
Nabila terdiam. Nabil tersenyum sembari menggeleng.
"Bil, kalau boleh gue jujur, nih! Memang, gue gak terlalu akrab sama dia. Tapi, setau gue yang namanya pasangan yang memutuskan untuk bertunangan, keduanya semakin terlihat mesra dan saling mencintai. Tapi, apa yang gue liat? Hanya lu, yang bucin mampus sama dia. Sebaliknya, dia terlihat cuek dan acuh sama lu," beber Nabil.
Nabila masih diam, ia mencoba mencerna setiap ucapan yang diutarakan Nabil.
"Masih gak paham, dengan apa yang gue katakan?" tanya Nabil.
Nabila masih dengan mode diamnya.
Nabil menggeleng pelan, sembari tersenyum.
"Sekarang, gue tanya sama lu." Nabil duduk bersila di hadapan Nabila.
"Apa, Fathan pernah menatap mata lu, saat kalian bicara?" tanya Nabil.
Nabila menggeleng samar.
"Apa, dia juga selalu tersenyum, saat bersama lu?" lanjut Nabil lagi.
Pikiran Nabila menerawang, ia mengingat sejauh kedekatannya bersama Fathan. Pria itu sama sekali, belum pernah terlihat bicara dan tertawa jika bersamanya. Jangankan tertawa, senyum bahkan bicara saja, ia enggan.
"Tidak pernah, kan?" tebak Nabil.
Nabila masih saja diam.
"Kenapa, lu diam? Apa yang gue katakan, semuanya benar?" tanya Nabil.
"Tapi, kan gue cinta banget sama Fathan," sahut Nabila.
"Bila... Bila... lu itu sadar, gak? Cinta lu, itu bertepuk sebelah tangan. Fathan gak pernah mencintai lu. Kalau gue liat lagi, nih! Dia tertekan menjalani ini semua, hubungan kalian itu tidak sehat," beber Nabil.
"Apa Fathan, suka sama Zakira, ya?" cetus Nabila.
"Apa? Jadi lu tau, kalau Fathan suka sama Zakira?" Sahut Nabil.
Nabila seketika menatap Nabil. Perlahan gadis manis itu mengangguk pelan.
"Nah, dari situ lu bisa bandingin gak? Bedanya, sikap Fathan ke lu dan ke Zakira?" tuntut Nabil.
Nabila kembali menggeleng.
"Sejauh yang gue liat, setiap ada kesempatan Fathan akan selalu tersenyum dan tertawa lepas, jika disekitarnya ada Zakira. Fathan juga, selalu tersenyum saat melihat kedatang Zakira dan lu tau itu artinya apa?" Kembali Nabil memberikan pertanyaan pada saudaranya itu.
Nabila tersentak, ia merasa merasa tertampar dengan semua kata-kata Nabil. Nabila akui, apa yang dikatakan saudaranya itu ada benarnya. Fathan memang menyukai Zakira, mungkin sebelum Nabila bertemu dengannya kemarin.
"Baiklah, gue udah mengatakan apa yang seharusnya gue katakan. Selanjutnya, terserah lu. Semua keputusan ada ditangan, lu!" Nabil berdiri dan meninggalkan Nabila yang masih merenung menatap ke arah kolam.
*****
Sukma sedang shopping dengan beberapa teman sosialita nya. Tanpa sengaja, matanya melihat seseorang yang ia kenal. Ia segera beranjak dari duduknya.
"Lho, Jeng Sukma mau kemana?" tanya salah satu temannya.
"Ke sana, sepertinya aku melihat seseorang yang aku kenal!" Sukma segera berjalan menghampiri orang itu.
"Maaf... Mamanya Fathan, kan?" sapa Sukma.
"Iya, Anda siapa?" tanya Yulia.
"Perkenalkan, saya Sukma. Omanya Nabila!" Sukma mengulurkan tangannya.
Yulia menyambut uluran tangan Sukma, dengan bingung. Pasalnya, yang Yulia tahu. Kedua Oma Nabila, baik dari pihak Nathan maupun Kanayah, telah sama-sama sudah tiada.
"Maaf, bukannya Omanya Nabila, sudah meninggal, ya? Saya tau sekali, sebab suami saya berteman baik dengan papanya Nabila," ucap Yulia.
Wajah Sukma sedikit berubah. Namun, segera ia mengalihkan pembicaraan.
"Iya, saya itu saudara Omanya Nabila dari pihak papanya," jelas Sukma.
Yulia hanya hanya bergumam, sembari mengangguk pelan.
"Anda sedang belanja?" tanya Sukma basa-basi.
"Tidak! Saya hanya datang memantau," jawab Yulia cuek.
"Memantau? Maksudnya?" tanya Sukma lagi.
"Saya memiliki beberapa butik di sini," jawab Yulia. Wanita itu terlihat anggun dan cuek terhadap Sukma.
"Apa? Jadi, Anda memiliki beberapa toko di sini?" Sukma tampak sumringah.
"Tentu saja, bahkan saya memiliki saham 35% di pusat perbelanjaan ini," ucap Yulia dengan nada angkuh.
Ia mulai jengah meladeni wanita yang ada di hadapannya ini.
"Wah! Kalau begitu Nabila beruntung sekali, bisa menjadi menantu keluarga Fathan. Aku yakin, jika Nabila telah menikah dengan Fathan. Aku pasti akan hidup sejahtera, sebab aku akan ikut tinggal bersama Nabila dan tentu saja. Gadis bodoh itu, akan menuruti semua kemauanku." batin Sukma.
Yulia melangkah meninggalkan Sukma, yang masih larut dalam lamunannya. Hingga akhirnya, ia tersadar, saat salah satu temannya menepuk pundaknya.
"Jeng Sukma!"
"Ah... lho, kok beda?" ucap Sukma.
"Sampean itu kenapa? Dari tadi tak perhatiin, senyam-senyum sendiri?" ucap Ibu itu.
"Siapa bilang aku tersenyum sendiri?" tanya Sukma.
"Itu tadi, itu apa?" sahut temannya.
"Itu tadi, aku lagi ngobrol sama calon besan dari keponakanku," jawab Sukma.
"Ibu-ibu yang barusan pergi itu?" tanyanya lagi.
"Iya! Apa kalian tau, kalau dia juga punya beberapa toko di sini?" ucap Sukma dengan bangganya.
"Wah, hebat dong! Kalau gitu, nanti kalau mau shoping. Tinggal masuk, pilih sesukanya dan pulang," timpal salah satu dari mereka lagi.
Lalu, diikuti yang lain juga ikut memuji Sukma. Perempuan paruh baya itu, semakin bangga dengan dirinya.
******
Fathan kembali ke rumahnya, sejak acara pertunangan itu. Ia tidak pernah pulang ke rumah, Fathan lebih memilih pulang ke apartemennya.
"Kamu sudah sampai?" sambut Aditya.
Fathan berjalan mendekati keduanya yang sedang duduk di ruang keluarga.
"Gio, Oma Lusia sakit dan kami akan pergi untuk menjenguknya," ucap Aditya.
"Apa, parah?" tanya Fathan.
"Tidak seberapa parah, hanya serangan jantung mendadak," jawab Aditya.
Fathan menarik napas dan mengembus lega. Oma Lusia, adalah Ibu dari Papa Fathan. Oma Lusia, juga orang yang paling dekat dan sangat menyayangi Fathan.
"Kami akan berada di sana untuk beberapa waktu, sampai kondisi Oma Lusia kembali membaik," tutur Aditya.
"Baiklah! Kapan, kalian akan berangkat?" tanya Fathan lagi.
"Mungkin, besok pagi," jawab Aditya.
Fathan mengangguk dan segera beranjak.
"Tunggu dulu!" tahan Yulia.
Fathan menoleh sejenak.
"Mama, mau malam ini mengundang keluarga Nabila untuk makan malam," cetus Yulia.
"Terserah!" sahut Fathan singkat.
"Mama mau, kamu pulang malam ini," pinta Yulia.
"Aku sibuk," ucap Fathan.
"Sibuk? Sibuk apa? Sibuk dengan sekretaris kamu?" hardik Yulia.
"Tidak! Aku sibuk dengan proyek terbaru yang aku jalankan bersama Abizar," ungkap Fathan.
"Alasan! Mama tau, kamu masih saja kepikiran dengan gadis itu," timpal Yulia.
"Apa aku salah?" tanya fathan.
"Tentu saja salah, Gio! Kamu itu udah bertunangan sama Nabila, jadi untuk apa kamu memikirkan dia lagi? Lupakan dia dan buka hati kamu untuk Nabila. Dia tidak kalah baik dari gadis itu, mereka juga sama-sama cucu dari Tuan Kendra, kan?" cecar Yulia.
"Mereka memang sama, sama-sama cucu Tuan Kendra. Tapi, mereka orang yang berbeda. Baik sifat maupun tingkah laku," sahut Fathan.
"Alah, itu hanya akal-akalan kamu," sambar Yulia tak kalah sengit.
Aditya memijit pelipisnya, ia begitu pening melihat pertengkaran antara istri dan anaknya ini.
"Bisakah, kalian tidak bersitegang setiap kali bertemu?" ungkap Aditya dengan nada kesal.
Fathan dan Yulia menoleh dengan bersamaan.
"Bukan aku yang memulai, tapi putra kesayangan mu ini!" tunjuk Yulia pada Fathan.
"Aku hanya mengatakan, aku sibuk dan aku tidak bisa pulang," sahut Fathan tidak kalah kesal.
"Kau lihat? Dia masih dengan keras kepala dan sikap egoisnya. Dia masih mempertahankan perempuan itu, dari pada keluarganya," tuding Yulia.
"Jangan pernah membawa Zakira dalam hal ini!" Hardik Fathan.
"Siapa lagi yang bisa membuatmu berubah seperti ini, Gio?" kata Yulia tak kalah tinggi.
"Kalian yang membuat aku seperti ini! Jika saja, malam itu kalian tidak melarang aku untuk mengatakan yang sebenarnya. Mungkin, semua ini tidak akan jadi begini," ucap Fathan penuh penekanan.
"Lalu, kau akan memperlakukan keluargamu, begitu?" sela Yulia.
Aditya hanya ngusap kasar wajahnya, ia tidak bisa menjadi penengah untuk keduanya. Fathan dan Yulia sama-sama keras kepala. Aditya bingung, untuk memihak yang mana? Ia juga bingung serta pusing, memikirkan nasib keluarga kedepannya. Kesalahan terjadi sejak awal Fathan memutuskan untuk bertunangan, andaikan saja ia menjelaskan lebih. Mungkin, semuanya tidak jadi begini.
Sebaliknya, andai Yulia sang istri lebih teliti dalam mencermati dan menelaah perkataan putranya. Tidak akan ada perang, setiap waktu di rumah ini.
Lanjut.... Jangan lupa, d tunggu boom lima bintang dan vote nya. Terimakasih