Setelah kepergian Papaku, aku diasingkan oleh Mama tiriku dan Kakak tiriku.
Aku dibuang kesebuah pulau yang tak berpenghuni, disana aku harus bertahan hidup seorang diri, aku selalu berharap, akankah ada seseorang yang membawaku kembali ke kota ku ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pelangi senja11, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25. Senang Dan Sedih
Setelah melepaskan ikatan Devan, Cindy menepuk-nepuk pipi Devan dengan pelan.
"Mas, Mas Devan, bangun mas, mas Devan." Cindy menepuk pipi Devan berharap Devan akan segera sadar.
Cindy terus membangunkan Devan, sembari sesekali matanya melihat kepintu karena mendengar suara gedoran dari kabin tempat dirinya hendak di lecehkan.
Didalam kabin, pemilik kapal menggedor-gedor kan pintu, karena Cindy menguncinya dari luar.
"Buka pintunya, kamu tidak bisa lari dariku, cepat bukakan pintunya." teriak pemilik kapal sembari mendobrak-dobrak pintu.
Cindy masih mencoba membangunkan Devan, namun Devan tetap tidak bergeming.
Cindy hampir putus asa, lalu dia meninggalkan Devan, dia mencari cara agar bisa segera pergi dari sini.
Cindy melihat kunci start, dia mencoba menghidupkan kapal, namun itu tidak berhasil.
Cindy kembali membangunkan Devan, tetap sama Devan masih belum membuka matanya.
Cindy mengambil sepotong besi, yaitu besi yang digunakan oleh pemilik kapal memukul Devan tadi.
Cindy kembali ke kabin, dia melihat pintu itu sudah hampir terbuka, Sebelum pintu itu berhasil dibuka, Cindy mengambil beberapa alat untuk menambah sebagi kunci ganda pintu kabin agar pemilik kapal Tidka bisa keluar.
Setelah itu, Cindy keluar dari kapal itu, dia berencana ingin memanggil bantuan, siapa tau ada kapal yang lewat.
Ternyata tidak ada satupun kapal yang lewat, Cindy dengan penuh semangat kembali masuk ke kapal.
Saat hendak berjalan, tanpa sengaja Cindy melihat skoci kecil lengkap dengan mesin.
Cindy sedikit senang, dia punya harapan untuk pergi dari kapal yang dia pikir akan menolongnya, tapi ternyata kapal ini seperti neraka baginya.
Dengan harapan dan penuh keyakinan, Cindy kembali masuk keruang kemudi.
Sekali lagi dia membangunkan Devan, namun tetap saja Devan tidak bergeming.
Akhirnya Cindy menarik tubuh Devan, menyeretnya keluar, tidak lupa Cindy membuang kunci start kedalam air, agar pemilik kapal tidak bisa menghidupkan kapal lagi.
Cindy meletakkan tubuh Devan di dep kapal, sedangkan dirinya mendorong skoci kedalam air.
Dengan semangat dan perlu mengeluarkan seluruh tenaga, akhirnya skoci itu berhasil didorong kedalam air.
Cindy dengan buru-buru menyeret tubuh Devan kedalam skoci, setelah itu dia melepaskan skoci itu dari kapal.
Sedangkan pemilik kapal masih mencoba mendobrak pintu, dengan palu dia juga berhasil membuka pintu itu.
Pemilik kapal segera keluar, dia melihat Cindy dan skoci belum terlalu jauh, Cindy masih bisa terlihat walaupun malam gelap.
Pemilik kapal segera berlari keruang kemudi, dia berniat ingin mengejar Cindy, tapi dia kecewa karena kunci start sudah tidak ada.
"Sialan, kurang aj*r, gadis itu sangat pintar." Pemilik kapal menonjok spedometer kapal.
Sementara Cindy, masih membangunkan Devan, beberapa kali Cindy mencoba, hasilnya tetap sama seperti tadi.
Akhirnya Cindy ingat kalau almarhumah Nenek Mirna pernah menyiram Devan dengan air, waktu dia pingsan.
Cindy mengambil air menggunakan kedua tangannya, dan menyiram Devan hingga beberapa kali.
Pada akhirnya Devan membuka matanya, Cindy tersenyum dalam tangisan, dia sangat lega dan senang karena Devan sudah bangun.
"Sayang, kita dimana ?" tanya Devan ketika membuka mata yang terlihat hanyalah langit malam yang dihiasi bintang.
Cindy tidak menjawab, dia langsung memeluk Devan. "Alhamdulillah, aku senang kamu sudah sadar, kamu tau lelaki gila itu hampir melecehkan ku." Cindy menangis memeluk Devan .
Devan mengisap lembut punggung Cindy, dan membalas pelukan Cindy. Andai pemilik kapal itu berhasil melecehkan Cindy, Devan sangat menyesal, dia terlalu bodoh, padahal dia sudah tau niat pemilik kapal itu, tapi kenapa dia bisa begitu lalai.
"Maafkan aku, aku gagal melindungi mu, tapi aku janji mulai sekarang aku tidak akan pernah membiarkan siapapun menyakitimu lagi."
Cindy mengangguk, dalam pelukan, kemudian melerai pelukannya. "Terimakasih, aku percaya kamu akan menjaga dan melindungi ku."
"Seharusnya aku yang berterimakasih, kamu sudah menyelamatkanku tadi." Devan kembali mendekap tubuh Cindy.
"Aku mencintaimu, sangat mencintaimu, kita akan pulang, kita akan menikah, aku janji akan membahagiakan mu." Ucap Devan.
"Aku juga sangat mencintaimu," jawab Cindy dalam pelukan Devan.
Devan melerai pelukannya, dia mengusap air mata Cindy dengan kedua ibu jarinya.
"Jangan menangis lagi, kita akan pulang."
Cindy mengangguk lagi, sembari tersenyum.
"Mas bisa menjalankan skoci ini ?" tanya Cindy was-was, takut Devan Tidka bisa, kalau Devan tidak bisa sama saja keluar dari mulut harimau masuk ke mulut buaya.
"Insyaallah, mas akan mencoba." Jawab Devan kemudian mencoba menghidupkan mesin skoci.
"Duduk yang bagus, kita akan jalan !" Ujar Devan segera menjalankan skoci itu.
Entah berapa lama sudah meraka berlayar, yang mereka tau mata hari mulai terbit di ufuk timur, terlihat dari jauh pucuk pohon ditepi pantai.
"Mas, kenapa kita belum sampai, ini sudah pagi ?" tanya Cindy yang baru terbangun dari tidur sambil duduk.
Sebelum menjawab, Devan tersenyum lebih dulu. "Sabar sayang sebentar lagi, kita akan sampai, kamu lihat itu, itu pohon ditepi laut, itu daratan." Tunjuk Devan.
Cindy mengikuti pandangannya kearah yang ditunjuk Devan, ternyata benar ada pohon, Cindy senang, namun wajahnya kembali redup.
Devan yang melihat wajah Cindy redup, dia bertanya.
"Kenapa murung, apa kamu tidak senang sebentar lagi kita sampai di darat ?"
Cindy menggeleng, kemudian bertanya. "Mas, apa mas yakin itu darat, bukan pulau ?"
Devan sekarang mengerti kenapa wajah kekasihnya itu murung, itu karena dia takut kalau didepannya bukan daratan yang sebenarnya tetapi pulau.
"Iya sayang, aku yakin, lihat itu ada perahu nelayan, berarti itu bukan pulau." Ujar Devan.
Cindy mengangguk, benar itu darat, karena sudah banyak terlihat pergi nelayan yang mencari ikan untuk kebutuhan hidupnya.
Cindy melebarkan kedua tangannya, dia sangat senang, dan bahagia, sudah sekian tahun, akhirnya dia bisa kembali lagi ke kota.
Namun kebahagian itu hanya sesaat , wajah Cindy kembali murung, dia menunduk sedih, karena mengingat dia sudah tidak punya tempat tinggal.
Tidak mungkin dia kembali pada Ibu tirinya, yang ada Ibu tirinya itu akan membunuhnya kali ini.
Devan menjadi bingung, tadi dia melihat Cindy begitu bahagia, kenapa begitu cepat bahagia itu berganti sedih.
Devan memelankan laju skoci, karena melihat wajah Cindy sedih dan seperti memikirkan sesuatu.
Devan menduga-duga apa yang membuat Cindy sedih, padahal seharusnya dia bahagia karena setelah beberapa tahun hari ini bisa kembali Kesarat.
Devan sekarang bisa menebak, kalau Cindy sedih karena tidak tau harus pulang kemana.
"Sudah, gak usah sedih, aku punya rumah, kamu bisa tinggal di rumahku." Ujar Devan dan itu membuat Cindy mendongak menatapnya.
Cindy heran kenapa Devan bisa tau apa yang yang membuat dirinya sedih. "Kenapa dia bisa tau, apa dia bisa membaca pikiran ?" Gumam Cindy dalam hati.
"Mas kok bisa tau apa yang aku pikirkan, mas bukan paranormal 'kan ?" tanya Cindy.
Devan tertawa lepas, dia tidak habis pikir, dari mana datangnya pertanyaan seperti itu pada Cindy.
"Jangan ngawur, mana ada mas para normal, kalau mas para normal, dari dulu, waktu di pulau mas udah jampi-jampi kan kamu." Jawab Devan.
"Terus kenapa mas bisa tau kalau aku sedang memikirkan tempat tinggal ?" tanya Cindy lagi.
Bersambung.
Olivia masuk jebakan brian tpi kasian jg sich olivia..