Niara yang sangat percaya dengan cinta dan kesetiaan kekasihnya Reino, sangat terkejut ketika mendapati kabar jika kekasihnya akan menikahi wanita lain. Kata putus yang selalu jadi ucapan Niara ketika keduanya bertengkar, menjadi boomerang untuk dirinya sendiri. Reino yang di paksa nikah, ternyata masih sangat mencintai Niara.
Sedangkan, Niara menerima lamaran seorang Pria yang sudah ia kenal sejak lama untuk melupakan Reino. Namun, sebuah tragedi terjadi ketika Reino datang ke acara pernikahan Niara. Reino menunjukkan beberapa video tak pantas saat menjalin hubungan bersama Niara di masa lalu. Bahkan, mengancam akan bunuh diri di tempat Pernikahan.
Akankah calon suami Niara masih mempertahankan pernikahan ini?
🍁jangan lupa like, coment, vote dan bintang 🌟🌟🌟🌟🌟 ya 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noveria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27
Hari Pernikahan tiba. Semua orang di rumahku terlihat sibuk. Semalaman semua saudara dari pihak Ayah dan Ibuku menginap dirumah. Saat ini aku sedang duduk di depan meja rias, dua orang penata rambut dan make-up mondar mandir di depanku merias wajahku. Aku yang masih mengantuk hanya bisa mencari celah untuk memejamkan mata.
BAB 27 ( Pernikahan Yang Penuh Air Mata )
Jantungku berdegup kencang. Mendengar Pak Ridwan sudah tiba dirumah, perasaanku semakin tak karuan. Karena terlalu gugup, aku sampai rasanya pengen buang air kecil berulang kali. Ibuku sampai menginjak kakiku yang tak bisa tenang.
Ayah kandungku datang menemui aku, dia yang akan menjadi wali di pernikahanku. Aku merasa malah tidak tenang, karena aku sudah terlalu lama hidup berdampingan dengan Ayah tiriku.
“Ayah,” aku memanggil lirih, kedua Ayahku menoleh. Aku jadi tidak enak hati. Kemudian menarik tangan Ayah tiriku. Meminjam tangannya yang hangat untuk mengusir rasa gugup.
“Sudah tenang,” Ayah tiriku, menepuk punggung tanganku berulang kali. Menyuruhku mengatur nafas.
Akad nikah, segera dilaksanakan. Aku malu-malu menatap Pak Ridwan yang duduk di depan Ayahku. Pak Ridwan tersenyum padaku, menyipitkan matanya menggodaku. Ijab qabul pun di mulai, penghulu membacakan doa kemudian, Ayahku dan Pak Ridwan berjabat tangan. Aku tidak mendengar apapun lagi, semua suara terasa lirih yang keras hanya suara jantungku yang berdebar-debar. Kemudian suara ‘sah’ terdengar, dua saksi dan semua orang yang duduk di belakang mengatakan hal yang sama. Saat itulah, telingaku yang sebelumnya tersumbat seperti plong terdengar semua. Ayahku menyuruhku, mencium punggung tangan kanan Pak Ridwan. Kemudian Pak Ridwan membalas mencium keningku. Aku bersyukur pernikahan ini berjalan dengan lancar.
Chika dan Nael mendekat, aku langsung mencium kedua pipi mereka dengan haru. Air mata bahagia turun di pipi. Chika mengernyit “cengeng,” ucapnya. Aku tersenyum, lalu memeluknya erat-erat.
Untuk acara akad, hanya dihadiri keluarga Pak Ridwan dan Keluargaku saja. Bahkan di depan pagar rumahku. Dikawal 4 orang bodyguard untuk mengawasi keamanan pernikahan ini. Apalagi, Reino belum tertangkap dan masih berkeliaran. Pak Ridwan tidak ingin ada kerusuhan di acara sakral ini. Aku bernafas lega, ternyata Pak Ridwan atau sudah bisa kukatakan suamiku sangat peduli denganku. Takut jika aku terlalu cemas dan khawatir. Acara berlangsung tidak cukup lama, karena resepsi akan diadakan di Hotel Aluna Sanjaya, yang tak lain pemiliknya adalah adik kandung Pak Ridwan.
Di acara resepsi nanti, aku bisa berjumpa dengan teman-temanku dan rekan kerja yang diundang. Nafasku masih berat, aku yang gampang gugup harus terlihat di depan banyak orang lagi.
Malam pun tiba, tepat jam 7 malam acara resepsi dimulai. Dengan gaun berwarna putih aku keluar menuruni tangga digandeng oleh suamiku Ridwan. Berulang kali aku sudah mencoba mengatakan mas Ridwan saat ini, akan tetapi lidahku masih belum terbiasa dan masih memanggilnya, Pak.
Aku melihat banyak temanku yang hadir, kemudian mendekat memberikan ucapan selamat atas pernikahanku. Aku hanya bisa menampakkan senyum tipis. Terlalu capek untuk menjawab ‘ya’ satu persatu.
Namun semua berubah, pesta resepsi ini menjadi menakutkan. Reino menuruni tangga dengan menodongkan pistol ke arah samping kepala Nael. Nael ditahan olehnya. Semua tamu menjerit, mencari perlindungan ketika suara pistol terdengar di udara. Aku dan suamiku, panik setengah mati. “Kamu bahagia, Niara?” ucap Reino dingin. Mimpi buruk seakan menjadi kenyataan. Kami tidak tahu Reino masuk dari arah mana, karena penjagaan juga sudah diketatkan.
Satpam dan bodyguard tak bisa berkutik. Karena Reino menahan Nael, takut terjadi hal buruk kepada anak bungsu mas Ridwan.
“Kamu memilih meninggalkan pernikahan ini, atau melihat anak tak berdosa ini mati bersama denganku” Reino tersenyum sinis, mengancam bunuh diri. Aku melangkah maju, mendekati Reino.
“Lepaskan, aku mohon,” ucapku lembut dan bersimpuh di hadapan Reino. Mas Ridwan mendekat, menyuruhku bangkit dan pergi. Alhasil, satu tembakan melayang di udara. Nael, menangis dengan keras. Membuat hatiku tercambuk.
“Papa!” Nael berteriak, Mas Ridwan tidak bisa melakukan apapun saat ini.
“Apa yang kamu mau? Uang?” Pak Ridwan mendekat ke arah Reino, menaiki satu persatu anak tangga.
Huh, Reino mendengus dingin.
“Aku hanya ingin Niara!” teriak Reino keras. Aku berjalan mendekati Reino.
“Bawa aku! Lepaskan anakku!” balasku berteriak.
Niara semakin mendekat untuk menukar dirinya dengan Nael. Nael diturunkan dari gendongan Reino. Pistolnya di arahkan ke arah Nael. Semua tamu berteriak histeris. Nael berlari ke arahku. Namun, tanpa terduga pistol itu melepaskan pelurunya tepat di punggung Nael. Aku melihat darah di sekujur punggung Nael. Aku berteriak histeris sekencang-kencangnya. Sedang Mas Ridwan berlari ke arah Reino, mencoba menghajar Reino. Reino melepaskan satu tembakan lagi di dada Mas Ridwan. Duniaku terasa hancur. Melihat darah dimana-mana. Beberapa tamu undangan berteriak meminta tolong berulang kali. Dan yang lainnya, mencoba mengalihkan pandangan Reino, yang tampaknya ikut tercengang melihat situasi yang tak diduganya. Reino berlari, melarikan diri. Semua petugas keamanan mengejarnya. Beberapa tamu, menolong Pak Ridwan dan Nael untuk segera dibawa ke Rumah Sakit.
Sedang aku masih terdiam dengan tatapan kosong, duduk di tangga melihat gaunku yang penuh dengan bercak darah Nael. Ayahku berlari, menggendongku masuk ke dalam ambulance. Pesta pernikahanku berakhir dengan penuh air mata yang kering.
Aku berada satu mobil ambulance dengan Mas Ridwan. Mas Ridwan masih tak sadar, dan terus mendapatkan pertolongan pertama. Kain kasa menumpuk dadanya yang bersimbah darah. Aku hanya bisa menangis dan menepuk kaki Mas Ridwan berulang kali.
“Mas, jangan tinggalkan aku,”
Air mataku tak bisa berhenti. Hingga tiba di Rumah Sakit, aku masih berlari mengikuti Mas Ridwan yang terbaring di brankar dan hendak segera masuk di IGD. Aku tak diperbolehkan masuk kedalam. Beberapa menit kemudian, Nael datang dan juga terbaring di brankar. Semua perawat sibuk memberikan pertolongan di ruang IGD. Tubuhku lemas, rasanya sudah tidak ada nyawa lagi. Semua terasa dingin, gemetar dan tak karuan.
Aku memukul dadaku berulang kali, menyalahkan diriku atas semua yang terjadi. Ayahku datang mendekat, kemudian memelukku. Aku rasanya ingin mati terlebih dahulu. Ibuku ikut menangis dan memelukku. Tatapanku semakin kosong, ketika salah seorang dokter keluar mengatakan jika Mas Ridwan mengalami kritis akibat kekurangan banyak darah. Dan yang lebih membuatku tak ingin hidup adalah ketika dokter menyatakan Nael meninggal dunia. Air mataku sampai tak bisa keluar, meskipun aku paksa. Aku ingin membunuh diriku sendiri sekarang juga.
mana main!!!!
tarik atuh!
nanti giliran di tinggal istri baru sesak nafas.
Kau yang lebih terluka.
gak bisa diginiin:(
bunga for you nael
btw bikin Reno mati atuh Thor
Thor...bawa reoni kesini!!
gak bisa gak bisa!
apaan baru baca udah ada yang mati:>
ihh pengen cubit ginjal nya
thor cerita mu tak bisa d tebak.
kerenn bangeettt 👍👍👍