Sabrina rela meninggalkan status dan kekayaannya demi menikah dengan Zidan. Dia ikut suaminya tinggal di desa setelah keduanya berhenti bekerja di kantor perusahaan milik keluarga Sabrina.
Sabrina mengira hidup di desa akan menyenangkan, ternyata mertuanya sangat benci wanita yang berasal dari kota karena dahulu suaminya selingkuh dengan wanita kota. Belum lagi punya tetangga yang julid dan suka pamer, membuat Sabrina sering berseteru dengan mereka.
Tanpa Sabrina dan Zidan sadari ada rahasia dibalik pernikahan mereka. Rahasia apakah itu? Cus, kepoin ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Untuk makan malam Zidan dan Shaka membuat ikan bakar. Suami Sabrina tadi sore menjala ikan. Tentu saja yang paling heboh adalah istrinya.
"Ikan bakar buatan Kang Zidan rasanya, wenak poll!" puji Sabrina sambil mengacungkan dua jari jempolnya.
"Kasihan sekali kamu, Zidan. Punya istri tidak bisa apa-apa. Hanya bisa merusuh saja," ucap Shaka mengejek kembaran.
"Siapa bilang?" Sabrina tidak terima dengan tuduhan saudaranya. "Aku sekarang sudah bisa masak, menyapu, mengepel, siram tanam. Kasih makan ternak juga bisa."
Zidan tersenyum sambil mengacungkan jempol. Dia bangga pada istrinya itu.
Shaka tercengang. Dia tidak menyangka kalau saudaranya yang manja sudah bisa melakukan pekerjaan rumah.
"Lawan pelakor juga sudah bisa. Benar, enggak?" Bu Maryam yang sedang membuat sambal kecap menoleh kepada Sabrina.
"Tentu saja. Ini harus bisa dan dikuasai oleh para istri biar tidak ada wanita lain yang merebut suaminya," ujar Sabrina dengan penuh semangat.
Shaka bisa melihat kebahagiaan Sabrina saat ini. Walau keadaan di sini penuh dengan kesederhanaan, tetapi pancaran sinar mata saudaranya terlihat menunjukkan rasa suka cita.
Suasana malam itu di halaman belakang rumah Bu Maryam ramai oleh celotehan Sabrina dan Shaka. Saudara yang sudah lama tidak bertemu, selalu saja ada kejahilan di antara keduanya.
Shaka yang sudah terbiasa hidup mandiri di luar negeri bisa melakukan pekerjaan seperti mencuci piring. Dia yang membereskan bekas makan malam bersama Bu Maryam. Sementara Sabrina sedang belajar mengaji bersama Zidan.
Setelah Sabrina tertidur lelap, Zidan ke luar kamar. Dia menemui Bu Maryam untuk memberi tahu apa yang sudah dibicarakan dengan Shaka tadi sore.
"Jadi, ada orang yang berniat mencelakakan Sabrina?" tanya Bu Maryam.
Wanita paruh baya itu terlihat khawatir. Dia takut hal buruk terjadi kepada menantunya.
"Makanya aku minta sama Mamah kalau ada orang yang mencurigakan langsung kasih tahu aku dan kalian juga harus selalu waspada kepada orang asing," jawab Zidan.
"Iya. Mamah paham."
***
Setiap pagi, Sabrina meyapu dan mengepel semua ruangan yang ada di rumah. Sementara Bu Maryam membuat sarapan di dapur.
"Bu, mau buat apa?" tanya Shaka ketika melihat ada tempe, kangkung, telur, dan beberapa jenis bumbu di atas talenan.
"Mau buat tempe mendoan, telur dadar, dan tumis kangkung. Beginilah kalau sarapan di sini. Tidak ada roti," jawab Bu Maryam.
"Sini aku bantu buat telur dadar. Aku buat resep ala Jepang," kata Shaka dengan semangat.
"Aduh, masa merepotkan tamu," ucap Bu Maryam basa-basi, padahal dalam hati senang karena ada yang membantu pekerjaannya.
"Wah, telur dadarnya kelihatan enak, wangi!" puji Bu Maryam ketika melihat hasil pekerjaan Shaka.
Sabrina lagi fokus mengepel. Walau lelet, tetapi hasilnya sangat bersih, tidak ada noda yang tertinggal di lantai. Dia ngepel sambil mundur, biar lantai yang sudah bersih tidak keinjek lagi. Karena jalannya mundur dan posisi agak membungkuk, tongkat pel yang dipegang Sabrina agak panjang ke belakang.
Shaka yang sedang masak dibuat terkejut ketika ada sesuatu yang menusuk pan'tatnya. "Aw! Aw! Aw!"
Rupanya itu tongkat pel yang tidak sengaja kena ke pemuda itu. Bukan hanya sekali, Sabrina yang terlalu semangat mengepel sampai menusuk pan'tat Shaka tiga kali.
"Sabrinaaaaaaa!" teriak Shaka emosi sambil memegang pan'tatnya yang sakit.
"Ya, ada apa?" tanya Sabrina dengan wajah tanpa dosa. Wanita itu cuma menoleh, masih dalam posisi membungkuk.
"Apanya yang ada apa? Tuh, tongkat pel kena pan'tat aku!" jawab Shaka sambil menunjuk tongkat yang jarak beberapa jengkal darinya.
"Oh. Kok, bisa, ya?" Sabrina malah nyengir.
"Bu Maryam, izinkan aku untuk menindas menantumu sebentar!" Shaka menyingsingkan lengan baju.
"Eh, eh, eh, mau apa kamu? Jangan melakukan KDRT, ya!" Sabrina memasang kuda-kuda dengan tongkat pel sebagai senjata.
"Kalian ini saudara, tapi bertengkar terus!" Bu Maryam geleng-geleng kepala. "Lanjutkan! Biar rame rumahnya."
Sabrina dan Shaka malah bengong mendengar ucapan Bu Maryam. Keduanya berpikir kalau wanita paruh baya itu aneh. Bukannya dilerai malah disuruh lanjutkan.
"Bu mertuamu aneh?" bisik Shaka.
"Hush! Jangan ngata-ngatain ibu mertuaku. Dia itu baik," balas Sabrina dengan suara pelan.
"Kenapa kalian malah diam?" tanya Bu Maryam merasa heran.
"Tidak jadi, Mah!" jawab Sabrina.
"Tidak jadi, Bu," kata Shaka.
"Mending lanjut kerja," lanjut keduanya bersamaan. Mereka pun melanjutkan aktivitas masing-masing.
"Huh, giliran suruh berantem benaran enggak mau. Dasar bocah-bocah sableng!" batin Bu Maryam.
Setelah sarapan Sabrina bingung mau melakukan apa. Karena semua pekerjaan rumah sudah selesai. Akhirnya dia memutuskan untuk pergi ke toko untuk membantu Zidan.
"Mau ke mana?" tanya Bu Maryam ketika melihat Sabrina memakai jilbab dengan penampilan rapi.
"Mau ke toko, Mah. Bosan di rumah," jawab Sabrina.
"Tunggu, mamah juga ikut!"
Bu Maryam ingat dengan ucapan Zidan, kalau Sabrina tidak boleh dibiarkan pergi ke mana-mana sendirian. Takut ada yang mencelakakan atau menculik dirinya.
Akhirnya Sabrina dan Bu Mayang jalan kaki pergi menuju pasar. Ketika melewati sebuah rumah model zaman penjajahan Belanda, keduanya menoleh. Biasanya rumah itu sepi karena tidak ada penghuninya. Namun, kini jendela dan pintu rumah terbuka.
"Ada orang yang berani tinggal di rumah hantu, Mah!"
"Baguslah, jadi tidak seram kalau lewat sini."
"Sepertinya orang yang tinggal di sini dukun, ya, Mah? Makanya tidak takut sama setan," tanya Sabrina merinding. Dia menggosok kedua lengan atasnya.
"Dibandingkan setan, manusia jahat itu lebih menakutkan," jawab Bu Maryam.
"Menurut Mamah itu setan apa manusia?" tanya Sabrina sambil menunjuk seseorang yang berdiri di balkon lantai dua dan menatap ke arahnya.
***
bukan musuh keluarga Sabrina
jangan suudhon dl mamiiii